Banjir Lagi, Eh Lupa Persiapan Lagi

Banjir Lagi, Eh Lupa Persiapan Lagi

Aidil Akbar Madjid & Asuransi Partners - detikFinance
Sabtu, 11 Jan 2020 05:45 WIB
Penampakan banjir di Kelapa Gading/Foto: Agung Pambudhy


Waktu itu kejadiannya saya masih berkuliah di luar negeri dan sedang berlibur di Jakarta. Pas kejadian kebetulan saya sedang menginap ramai-ramai di rumah teman di daerah Cempaka Putih. Dan dilalahnya sebenarnya waktu liburan saya di Jakarta hanya tinggal tersisa dua hari lagi dan lusa saya harus kembali ke Amerika Serikat.

Saya teringat bahwa hujan sudah mulai gerimis dari siang tapi mulai deras sejak sore jam 3-an sampai pagi. Dan di malam hari itu dengan horornya saya bersama teman-teman harus dengan pasrah menyaksikan mobil kami tenggelam (mirip seperti yang teman-teman lihat di banyak video saat ini, masalahnya zaman itu belum ada smartphone pakai kamera).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rumah teman kami pun letaknya cukup rendah dan tidak bertingkat. Sementara Jakarta belum pernah banjir hebat seperti saat itu (Itu banjir hebat pertama di era tahun 70-90an). Jadi semua orang terkaget dan panik.

Yang pertama kali kami lakukan adalah mencoba menyelamatkan diri. Seluruh daerah cempaka putih saat itu terendam air. Kami harus berjalan kaki menuju ke arah Pramuka.

Air berwarna coklat saat itu sudah setinggi dada sampai ke leher kami (kurang lebih sekitar 1,4 meter deh). Setelah sampai di Pramuka kami minta dijemput oleh teman-teman yang mempunyai 'mobil tinggi' (jenis Suzuki Jimmy, Hard Top, dan teman-temannya).

Kenapa mobil tinggi? Agar bisa masuk ke area banjir karena kalau sedan sudah terendam (daerah dekat pramuka tinggi air sepaha orang dewasa).

Setelah berhasil mendapatkan tempat berteduh dan menginap keesokan harinya kami kembali ke rumah teman kami tersebut untuk membantu membersihkan. Air sudah surut, tapi lumpur masih bersisa banyak.

Beruntung mobil-mobil zaman dahulu masih belum pakai komputer (masih system karburator) dan beruntung mobil saya meskipun pakai komputer, chipnya masih posisi di atas (katanya zaman sekarang komputer mobil banyak yang chipnya di bawah, jadi kalau kerendam banjir sudah pasti kena).

Yang pasti tidak satupun dari kami yang menghidupkan mesin mobil saat itu karena kami yakin masih banyak air di dalam mesin kami. Padahal kalau mesin mobil dinyalakan akibatnya bisa fatal (baca di tulisan artikel berikutnya hal-hal yang tidak dicover asuransi kendaraan ya).

Jadi perlahan kami dorong mobil-mobil kami ke lapangan agar terkena sinar matahari dan membuka seluruh pintu dan kap mobil. Sementara teman kami seluruh perabotannya rusak parah. Kasur tidak bisa dipakai lagi, peralatan elektronik seperti Televisi, Kulkas, dan lainnya semua rusak.

Kami membantu teman kami sebisanya. Saya sendiri masih panic memikirkan mobil saya yang tidak bisa dibawa karena besok malamnya saya harus terbang kembali ke Amerika. Beruntung saya bisa menitipkan kendaraan ke teman untuk di "urusi" mereka dengan baik.



Hide Ads