Rapor merah disematkan pada program rumah DP Rp 0 besutan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna menilai selama ini Pemprov DKI Jakarta terlalu memamerkan rumah DP Rp 0 sebagai rumah murah.
Padahal, sebetulnya program ini tak ada bedanya dengan penyediaan rumah MBR lainnya. Makanya setelah 3 tahun berjalan, program ini tak banyak menunjukkan kemajuan.
"Selama ini rumah DP Rp 0 disebut murah, padahal nggak cuma-cuma, padahal memang ini kayak rumah biasa aja, kayak KPR dan yang lain. Untuk kalangan menengah. Bukan untuk masyarakat kecil," kata Yayat kepada detikcom, Jumat (16/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, syarat pembelian rumah DP Rp 0 masih susah dijangkau kebanyakan masyarakat yang ber-KTP Jakarta. Dia menilai lebih baik diperluas cakupannya.
"Sebetulnya kalau dilihat captive marketnya dilihat dari syaratnya penghasilan Rp 4-8 juta dan wajib KTP DKI rasanya agak susah. Karena persyaratannya akan susah dipenuhi buat orang Jakarta. Harusnya ini dibuka koridornya lebih luas ke warga di luar DKI," kata Yayat.
Dengan target pasar yang kurang tepat, menurut Yayat pengembang pun enggan berkontribusi banyak. Makanya, dari target 300 ribu yang dicanangkan, cuma 780 unit saja yang baru terbangun, belum lagi tanah juga tak murah harganya di Jakarta.
"Nggak ada yang berani pengembang ambil resiko, pasar juga tidak menjamin kan saya bilang tadi. Ini pun yang sudah bisa beli rumahnya belum tentu terjamin cicilannya. Daripada bangun lagi, mending fokus saja dengan yang sudah ada, dipenuhi," kata Yayat.
"Belum lagi tanah juga mahal di Jakarta kan, terlalu beresiko," katanya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.