Jakarta -
Sepinya pesanan maket miniatur dan diorama membuat para perajin atau pembuat rumah 'Ant Man' itu harus putar otak untuk bertahan hidup. Selama hampir 1 tahun pandemi, para pebisnis jasa maket itu hanya menerima pesanan yang jumlahnya bisa dihitung jari.
Menurut pengamat bisnis dan pakar marketing Yuswohady, pebisnis maket adalah usaha yang sangat terkait dengan sektor properti. Sayangnya, sektor tersebut sedang jatuh, dan diramal membutuhkan waktu lama untuk bangkit.
"Ini agak gloomy, karena memang properti itu sektor yang paling cepat kena, dan paling lama balik. Jadi memang meternya begitu. Makanya kalau memang mengandalkan customernya ke properti, ya agak berat. Artinya kan menunggu, wait and see. Karena memang properti ini nggak akan cepat balik," kata dia kepada detikcom, Kamis (25/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, ia menyarankan para pebisnis jasa maket melaksanakan 1 dari 3 pilihan untuk bisa bertahan hidup.
"Makanya kalau dari sisi maket ini, tadi 3 opsinya, pertama diversifikasi bisnis atau produk, kompetensinya mungkin sama, bikin rumah, jadi mobil, atau pajangan misalnya. Tapi prinsipnya kira-kira sama, yang ada pasarnya. Kedua adalah diversifikasi market, dari properti ke mana gitu, itu mungkin teman-teman di maket bisa mengendus," papar Yuswohady.
"Atau terakhir, sama sekali pivot, tapi itu mungkin bisnis sementara. Karena bisnisnya mati, terpaksa untuk bisa hidup mesti ada bisnis lain, tetapi setidaknya ada kompetensi yang relevan. Sehingga nggak mulai dari nol," sambung dia.
Pada faktanya, para pebisnis jasa maket memang mencari bisnis lain untuk tetap bisa mencari uang dan menafkahi keluarga.
Misalnya Ronny (39), pemilik usaha maket miniatur Prabu Pratama. Ia kini sedang mencari bisnis lain karena pesanannya sepi. Padahal, dia biasa meraup pendapatan belasan-puluhan juta rupiah per bulan. Bahkan kini ia harus rela menjual mobil pribadinya, dan juga 2 unit sepeda motor sebagai kendaraan operasional.
"Sebenarnya kalau kondisi normal bisnis ini menguntungkan sekali. Sampai saya bisa gonta-ganti beli mobil. Tapi karena pandemi, sekarang sudah terjual, sampai 2 motor buat operasional juga saya jual," kata Ronny ketika ditemui di kediamannya, Jakarta.
Ia juga terpaksa menjual perkakas yang biasa ia gunakan untuk membuat maket. "Seperti alat/ perkakas circular saw, mesin bor, kompresor untuk mengecat, mesin paku tembak, printer LaserJet, PC all in one, dan bahan sisa-sisa pembuatan maket/diorama di jual loakan," ungkap Ronny.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Biasanya, Ronny rata-rata menerima 6 pesanan maket setiap bulannya. Harga setiap pesanan berbeda-beda, untuk ukuran kecil Rp 2,8 juta, ukuran dan desain standar Rp 7-8 juta, bahkan ada yang puluhan juta. Tak hanya itu, ia juga pernah menerima pesanan maket apartemen dengan harga yang ia pasang Rp 120 juta.
Sayangnya, selama hampir setahun pandemi, ia hanya menerima 2 pesanan dengan nilai yang sangat kecil.
"Nah yang kemarin itu cuma Rp 600 ribu dan Rp 700 ribu, bikin diorama anak-anak, interior kecil untuk tugas kuliah, ukurannya juga kecil, A4. Padahal biasanya saya ambil pesanan A4 itu harganya Rp 2-2,5 juta," ujar dia.
Adapun upayanya mencari sumber pendapatan lain ialah membuat prototipe sepeda berbahan dasar bambu. Rencananya, ia akan menjual sepeda itu dengan merek PostPro yang sudah didaftarkan ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.
Ronny memang suka bersepeda, dan juga mendapat inspirasi dari para pembuat sepeda bambu di daerah. Sepeda bambunya itu memiliki kelebihan, yakni lebih ringan dibandingkan sepeda biasa.
"Ini buat sepeda bambu. Saya dapat idenya ya karena banyak orang yang naik sepeda. Apa ya yang lagi booming, ini saya kejar. Dan beberapa daerah sudah punya sepeda bambu. Tapi kayaknya Jakarta belum ada, ya sudah saya buat. Dan ini juga sudah saya buat mereknya di HKI, mereknya PostPro. Nanti pertama rencananya saya pasarkan online dulu," tutur dia.
Ronny dengan Prototipe Sepeda Bambu Buatannya Foto: Ronny dengan Prototipe Sepeda Bambu Buatannya (Vadhia Lidyana/detikcom) |
Rencananya, sepedanya itu akan ia pasarkan di harga Rp 4,5-7,5 juta untuk kerangkanya saja. Sementara untuk sepeda utuh akan ia jual Rp 8-12 juta.
"Jadi saya cari kesibukan lain karena maket nggak ada pesanan, paling itu kerajinan yang saya buat. Ini sepedanya saya buat 1 minggu. Kelebihannya dibandingkan sepeda biasa itu lebih ringan," jelas Ronny.
Tak jauh berbeda, pemilik usaha maket Famous Studio Maket Jakarta Joglo Musanu Fadin (46) juga mengalami penurunan drastis pada pesanan maketnya. Dana simpanannya pun habis untuk bisa bertahan hidup ketika tak ada pemasukan.
"Jadi simpanan juga habis. Karena yang selama ini saya jalanin nggak sesuai, otomatis ambil dari kantong, dan lama-kelamaan tipis juga. Dan orang kerja kan kasihan, dia harus mengirim ke kampung, kerjaan juga terkadang selesai malah nggak diambil-ambil. Otomatis kan tagihannya nggak full," ujar dia.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Untuk mencari pendapatan, ia kini menjual ikan cupang. "Ini cupang saya pasarkan online juga, dari teman juga banyak yang datang. Online lewat marketplace. Ikan cupang dari dulu sudah ada, cuma nggak banyak sekarang ini. Diternakkan di teman, kalau sudah besar saya jual," ungkap Musanu.
Pemilik usaha maket Famous Studio Maket Jakarta Joglo, Musanu Fadin, Beralih Jualan Cupang Foto: Pemilik usaha maket Famous Studio Maket Jakarta Joglo, Musanu Fadin, Beralih Jualan Cupang (Vadhia Lidyana/detikcom) |
Ia juga sempat menjual tanaman hias yang sedang ramai diincar masyarakat selama pandemi seperti jenis aglaonema dan philodendron. Tak hanya itu, ia juga sempat melakukan ternak lele.
"Pernah jual tanaman kayak philodendron, aglonema. Lele juga saya sempat pelihara. Sekarang lagi saya beresi lagi. Ini cupang saya yang urus. Ya seadanya lah, kondisi kayak gini ya harus cari pemasukan lain. Lagi pula kita kan nggak bisa dapat bantuan dari pemerintah, kan susah juga," tutur dia.
Kini, ia bersama putranya juga sedang mencoba membuat miniatur kapal untuk pajangan. Harapannya, percobaannya itu bisa berhasil dan laku terjual.
"Ini saya lagi bikin-bikin saja, nanti bisa untuk pajangan rumah. Biar anak saya juga ada kegiaran," pungkasnya.
Namun, sejauh ini usaha sampingannya itu masih belum cukup memenuhi kebutuhan keluarga. Oleh sebab itu, ia berharap bisnis maketnya bisa pulih kembali.
Simak Video "Melihat Proses Pembuatan Croissant di Nool/Strala Bread Factory"
[Gambas:Video 20detik]