Di Indonesia, teknologi ini dikembangkan PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) atau Inuki. Inuki merupakan satu-satunya BUMN yang bergerak dalam industri berbasis teknologi nuklir di Indonesia. Inuki memproduksi radioisotop yang biasa digunakan oleh para dokter spesialis nuklir untuk mendiagnosis berbagai macam penyakit.
Namun industri ini tak cukup banyak bisa berkembang di tanah air. Direktur Utama PT Inuki, Bambang Herutomo mengatakan, biaya investasi yang cukup besar menjadi salah satu kendalanya. Selain itu, zat radioaktif yang ada pada nuklir membuat industri ini tak sembarangan rencana pengembangannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Energi nuklir itu kan tidak seperti pabrik-pabrik lain, lebih regulated. Transfer teknologi dari negara lain juga tidak mudah ya, karena kan bisa ada ancaman diselewengkan, dan cost juga tinggi. Balik modalnya juga lama, karena cost tinggi dan barangnya bukan banyak dipakai orang walaupun juga dibutuhkan," katanya saat ditemui usai acara Diskusi Ancaman dan Pemanfaatan Nuklir di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (17/5/2017).
Meski produk radioisotop tanah air sudah bisa diekspor ke banyak negara, namun minimnya kapasitas produksi menjadi tantangan produk radioisotop Inuki bersaing dengan produsen lainnya.
"Arahnya radioisotop ini memang harus lebih murah, biar terjangkau sama masyarakat kita. Sekarang masyarakat kita kan lebih banyak berobat keluar negeri, ke Singapura, yang memang di sana mungkin lebih murah juga untuk pengecekan fungsi tubuh, organ-organ dan sebagainya," ungkapnya.
Selain itu, kurangya tenaga ahli nuklir di Indonesia membuat pemanfaatan energi ini juga tak banyak dilakukan.
"SDM juga jadi kendala. Doktor nuklir kan juga sedikit, belum banyak. Masyarakat kita masih sedikit yang sadar itu," pungkasnya (hns/hns)