Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat mengatakan sebenarnya otoritas bursa siap memfasilitasi start-up yang ingin mencatatkan sahamnya walaupun belum mendulang untung yaitu dengan mencatatkan sahamnya di papan pengembangan.
Hal itu sudah dilakukan oleh PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS) dan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) yang juga masih belum mendulang untung. Go-Jek bisa memanfaatkan fasilitas serupa. Sayang BEI belum melihat niat serius dari Go-Jek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, emiten yang masih merugi sahamnya bisa masuk ke papan pengembangan ada syaratnya. Salah satu syaratnya harus memberikan proyeksi berapa tahun akan mencetak laba.
"Memang harus ada proyeksi, kalau mau jual saham tanpa proyeksi kapan investor tahu mau untung. Itu dalam waktu 3 tahun kedepan," tambah dia.
Sekadar informasi, Go-Jek baru saja mendapatkan suntikan modal Rp 2 triliun dari PT Astra Internasional Tbk (ASII), memang belum pernah memproyeksikan kapan akan mendulang laba. Namun proyeksi itu merupakan syarat wajib dalam peraturan bursa efek.
"Kalau enggak untung-untung bagaimana. Investor mana mau kalau enggak tahu untungnya kapan. Sebagai manajamen harus kasih proyeksi, mau 2 tahun ke, 3 tahun ke, dan untuk beberapa perusahaan bisa sampai 5-6 tahun. Kalau mereka mau ketemu ya bisa kita bahas aturan apa yang terkendala, kita aja enggak tahu," tegas Samsul.
Sebelumnya President dan Co-Founder Go-Jek Andre Sulistyo mengatakan, bahwa pihaknya sangat tertarik untuk bisa melakukan IPO. Namun minat itu masih mengalami kendala dari sisi persyaratan.
"IPO ini topik yang sangat menarik karena perusahaan-perusahaan seperti kami ini masih muda dan financial track record-nya masih pendek," tuturnya dalam acara Konfrensi Pers Astra X Go-Jek di Hotel Fairmont pada Senin 12 Desember 2018.
Andre pun membandingkan dengan syarat IPO di luar negeri yang lebih fleksibel. Salah satunya tidak mengharuskan perusahaan sudah mendulang profit. Sebab perusahaan startup seperti Go-Jek masih membutuhkan waktu untuk meraup keuntungan.
"Di luar negeri lebih fleksibel apakah perusahaan harus profit atau apakah perusahaan harus memiliki kelas-kelas saham yang berbeda. Nah itu mungkin yg menjadi wacana untuk disampaikan ke regulator. Aspirasi sangat ingin sekali go public lebih cepat. Keinginan sudah ada," tuturnya. (dna/dna)