Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Arief S Handoko menjelaskan, produksi minyak Indonesia pernah mencapai 1,7 juta barel per hari pada 1974.
"Per Maret 2018 kita masih punya gap di mana produksi kita yang dulu 1,7 juta barel per day kira-kira tahun 1974," kata Arief dalam acara Dialog Emiten Migas di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Senin (16/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Konsumsi naik terus, dulu kita masih punya cadangan minyak untuk bisa ekspor. Dimulai 2002 produksi dan konsumsi sudah sama. Sekarang gapnya semakin besar," kata dia.
Dia menuturkan, produksi minyak Indonesia sekitar 800 ribu barel per hari. Tingginya kebutuhan minyak, kata dia, membuat Indonesia harus impor.
"Kurangnya crude yang akan kita proses jadi bahan bakar minyak kita harus impor. Karena impor Ini menjadi beban bagi negara karena membeli crude dalam jumlah besar. Saya pikir tidak hanya crude, tapi barang jadinya," jelasnya.
Sebenarnya, ungkap Arief, kondisi ini menjadi peluang bagi investor yang bergerak di bidang migas, sebab potensi minyak Indonesia masih besar.
Dia menambahkan Indonesia memiliki 128 wilayah cekungan (basin). Dari jumlah itu baru 18 yang berproduksi.
Kemudian sebanyak 12 cekungan sudah dibor dan ditemukan cadangan, namun belum dikembangkan. Sementara, 24 cekungan sudah dibor dan tidak ditemukan cadangan.
"Masih ada 74 basin atau cekungan yang belum didrill sama sekali. Inilah peluang kita, peluang industri hulu migas untuk ekplorasi atau pengeboran lebih masif lagi," terang Arief. (hns/hns)