Jakarta -
Wajah Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan kembali tercoreng lantaran salah satu pegawainya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) karena memeras wajib pajak (WP) Rp 50 juta.
Pelakunya adalah Ramli Anwar petugas account representative (AR) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratam Bangka. Dia meminta dana pelicin Rp 50 juta sebagai janji untuk meloloskan pajak seorang WP berjumlah Rp 700 juta.
Sayangnya, aksi tercela yang dilakukannya ini tetendus oleh arapat penegak hukum dan hasilnya Ramli terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana cerita selengkapnya, simak ulasannya di sini:
Ramli Anwar harus lari terbirit-birit saat terjaring OTT. Saat itu, ia baru saja memeras seorang wajib pajak Rp 50 juta. Sebagai konsekuensinya, si wajib pajak dijanjikan bisa lolos pajak sebesar Rp 700 juta.
Pelaku ditangkap tepat di depan sebuah cafe di Jalan Ahmad Yani Pangkalpinang, Bangka usai melakukan pertemuan dengan korban. Polisi segera datang menangkap Ramli.
Melihat rombongan polisi itu, pelaku panik dan mengambil langkah seribu.Aksi kejar-kejaran pun tak terelakkan. Pelaku berlari sembari membawa amplop berwarna coklat.
Namun kaki Ramli kalah cepat. Tidak sampai 300 meter, ia bisa dibekuk di pinggir jalan. Sambil dipiting, Ramli digeledah dan dibawa ke Polda Babel untuk diperiksa. Dari tangan Ramli, didapati Rp 50 juta dalam pecahan Rp 50 ribu.
"Pihak Direktorat Jenderal Pajak tidak mentolerir aktivitas oknum pegawai pajak yang menyalahgunakan wewenangnya, untuk memperoleh keuntungan pribadi dari wajib pajak," kata Kepala KKP Bangka, Dwi Hariadi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan kejadian tersebut sudah terjadi pada pekan lalu.
Dia meminta pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bangka yang lari terbirit-birit itu ditindak sesuai hukum yang berlaku.
"DJP tidak mentolelir aparat pajak yang menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi," kata Hestu saat dihubungi detikFinance, Jakarta.
Aksi tercela yang dilakukan Ramli Anwar itu bermula karena menjanjikan kepada seorang WP untuk terhindar dari kewajiban pajaknya yang sebesar Rp 700 juta. Pelaku meminta dana pelicin sebesar Rp 50 juta.
"Kita mendukung sepenuhnya proses hukum di Kepolisian, DJP tidak memberikan toleransi terhadap pegawainya yang berprilaku seperti itu," jelas Hestu.
Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang dialami oleh Ramli Anwar yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) karena menyalahgunakanan wewenangnya.
Sudah tertangkap dan diproses oleh pihak Kepolisian, Ramli Anwar pun harus menerima sanksi pemecatan dari Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan.
"Yang bersangkutan sudah dibebastugaskan dari jabatan AR," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama saat dihubungi detikFinance, Jakarta.
Hestu mengatakan sanksi yang bakal diterima Ramli Anwar pun bakal ditambah sesuai dengan hasil pemeriksaan Polda Babel.
"Pengenaan sanksi kepegawaian selanjutnya akan diterapkan menunggu proses hukum selesai," jelas dia.
Gaji besar nampaknya tidak menjadi jaminan bagi seorang pekerja untuk tidak melakukan tindakan tercela. Seperti Ramli Anwar dengan jabatannya sebagai AR maka diperkirakan gaji yang didapat setiap bulanya sekitar Rp 15-18 juta.
Ramli belakangan menjadi viral karena terjaring orperasi tangkap tangah (OTT) karena didapati memeras wajib pajak (WP) sebesar Rp 50 juta. Hal itu sebagai imbalan karena menjanjikan untuk meloloskan kewajiban pajak sebesar Rp 700 juta dari seorang WP.
"LDirektur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustimus Prastowo menilai tindakan Ramli Anwar karena sifat keserakahannya.
"Semua ini semua keserahan, keserakahan ada kesempatan nggak ada integritas, jadi terjadi seperti ini," jelas dia.
Untuk itu, Prastowo meminta kepada Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi kembali struktur kepegawaian dimasing-masing daerah.
"Ini perlu analisis kepegawaian yang lebih baik, apakah penempatan orang-orang ini sudah di dahului dengan assessment soal integritasnya, track recordnya," jelas dia.
"Jadi para pegawai harus ditraining dan dipastikan tanggung jawab organisasi, karena hal itu bukan merugikan dirinya sendiri, tapi juga teman dan institusinya, jangan dikira ini dampaknya nggak gede walaupun cuma Rp 50 juta, lalu pengawasan yang lebih melekat," tutup dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman