Sri Mulyani: Pengelolaan Utang Sangat Hati-hati

Sri Mulyani: Pengelolaan Utang Sangat Hati-hati

Sylke Febrina Laucereno, Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 25 Agu 2018 13:48 WIB
Foto: Tim Infografis: Luthfy Syahban
Jakarta - Pemerintah terus mendapatkan kritik dari berbagai kalangan terkait pengelolaan utang. Pekan lalu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengritik pengelolaan utang yang dinilai memiliki beban terlalu besar.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pemerintah berupaya untuk menjaga kondisi keuangan negara. Kemudian pengelolaan utang juga dilakukan dengan baik berdasarkan indikator yang telah ditentukan oleh konstitusi.

"Pemerintah saat ini terus melakukan pengelolaan utang dengan sangat hati-hati (pruden) dan terukur (akuntabel)" kata Sri Mulyani dikutip dari laman facebook resminya, Sabtu (25/8/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sri Mulyani menjelaskan defisit anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu dijaga di bawah 3% per produk domestik bruto (PDB) sesuai Undang-undang keuangan negara.



Defisit APBN terus dijaga dari 2,59% per PDB tahun 2015, menjadi 2,49% tahun 2016, dan 2,51% tahun 2017. Dan tahun 2018 diperkirakan 2,12%, serta tahun 2019 sesuai Pidato Presiden di depan DPR akan menurun menjadi 1,84%.

Menurut Sri Mulyani ini menjadi bukti tak terbantahkan bahwa pemerintah berhati-hati dan terus menjaga risiko keuangan negara secara profesional dan kredibel.

"Ini karena yang kami pertaruhkan adalah perekonomian dan kesejahteraan serta keselamatan rakyat Indonesia," kata dia.

Dia menjelaskan, defisit keseimbangan primer juga diupayakan menurun dan menuju ke arah surplus. Tahun 2015 defisit keseimbangan primer Rp 142,5 triliun, menurun menjadi Rp 129,3 triliun (2017) dan tahun 2018 menurun lagi menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018).

Tahun 2019 direncanakan defisit keseimbangan primer menurun lagi menjadi hanya Rp 21,74 triliun, sekali lagi menunjukkan bukti kehati-hatian pemerintah dalam menjaga keuangan negara menghadapi situasi global yang sedang bergejolak.

(kil/eds)

Hide Ads