Janji yang dimaksud adalah kontrak politik dengan buruh. Salah satu isi dalam kontrak politik tersebut adalah penetapan UMP yang tak akan menggunakan PP No. 78 Tahun 2015. Penentuan upah mengacu pada PP 78
"Langkah kita adalah memastikan Gubernur DKI Anies Baswedan memenuhi janji politiknya kepada buruh. Kan kontrak politiknya adalah tidak menggunakan PP 78 untuk DKI Jakarta," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada detikFinance, Kamis (18/10/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika tidak mengacu PP 78, harapan buruh adalah usulan kenaikan upah sebesar 20-25% bisa dipenuhi. Pasalnya jika mengacu PP tersebut, kenaikan upah yang direncanakan hanya 8,03%.
Menurutnya, penetapan kenaikan UMP bisa dilakukan tanpa harus mengacu PP 78. Hal itu dianggap lazim dilakukan di beberapa provinsi, termasuk Jakarta yang pernah melakukan itu.
"Itu lazim dilakukan oleh beberapa gubernur di provinsi lain. Bahkan waktu zaman Gubernur Ahok pernah dilakukan tanpa PP 78, sekali ya," sebutnya.
Tanpa mengacu PP 78 maka yang dijadikan landasan hukum adalah Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, tepatnya pasal 88 dan 89. Aturan itu menyebutkan penetapan upah mengacu pada kebutuhan hidup layak buruh.
"Itu kan sifatnya lebih tinggi Undang-undang No. 13/2003 dibandingkan PP 78. PP 78 kan tidak punya pijakan. Inflasi dan pertumbuhan ekonomi itu kan tidak punya pijakan," tambahnya.
Seperti diberitakan tahun lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui adanya kontrak politik dengan buruh. Salah satu isi dalam kontrak politik tersebut adalah penetapan upah minimum provinsi (UMP) yang tak akan menggunakan PP No. 78/2015.
"Iya ada," kata Anies di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2017).
Tonton juga 'Upah Buruh 2019: Pengusaha Setuju Naik 8%, Buruh Minta 25%':
(zlf/zlf)