"Kenapa metodologi perhitungan beras perlu diperbaiki, karena sejak 1997 banyak pihak menduga bahwa perhitungan data produksi kurang tepat. Itu kesalahan banyak pihak termasuk BPS tentunya," tutur Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Rabu (24/10/2018).
Metode perhitungan yang baru harus memenuhi 3 aspek, yakni obyektif, menggunakan teknologi terkini dan harus transparan. Artinya semua pihak bisa melihat metodologinya. Akhirnya terpilih metodologi Kerangka Sampel Area (KSA).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menghitung produksi maka memerlukan data luas panen dan produktivitas, sementara untuk luas panen tergantung dari data luas bahan baku sawah.
Selain itu, untuk menghitung luas bahan baku sawah tim BPS harus datang langsung ke titik koordinat yang ditentukan melalui citra satelit. Setelah ada di titik koordinat kemudian tim BPS mengambil foto.
"Jadi kalau tidak berada di titi koordinat maka tim tidak bisa melakukan. Jadi harus benar-benar ada di titik koordinat. Ini untuk menghindari adanya moral hazard. artinya harus benar-benar datang ke sana melihat kondisi lapangan, kemudian menjadi sebuah data diestimasi dan kemudian jadi kerangka area," terangnya.
Alhasil, lewat metode KSA BPS mendapatkan data bahwa luas lahan baku sawah saat ini sebesar 7.105.145 hektar. Angka itu turun dibanding data luas lahan baku sawah sebelumnya di 2013 seluas 7.750.999 hektar.
Kemudian berdasarkan survei KSA luas panen padi di Indonesia periode Januari-September 2018 sebesar 9,54 juta hektar. Luas panen tertinggi terjadi pada Maret 2018 sebesar 1,72 juta hektar, sementara terendah pada Januari 2018 yakni 0,53 juta hektar.
Melalui metode ini, BPS bisa mendapatkan data tentang produksi beras tiap bulannya. Bukan hanya itu BPS juga bisa memiliki data estimasi 3 bulan ke depan.
"Ini akan terus di-update. Luah lahan bahan baku sawah juga akan kami update terus, apakah nanti ada yang ajdi bangunan, sehingga berkurang. Kemudian apakah ada tambahan baru," tuturnya.
Tonton juga 'Wajib Lihat! Sawah di Cina Ini Nyeni Banget':
(das/hns)