"Patuhnya Gubernur Bank Sentral AS terhadap presiden Trump merupakan bentuk nyata dari dovish-nya risiko sistemik tersebut. Bank Indonesia dengan memperhitungkan covered interest parity telah menempatkan kebijakan moneter yang tepat yang a head the curve," kata President Director Center for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri, dalam keterangan tertulis, Selasa (26/2/2019).
Kedua, tambah dia, berlanjutnya kebijakan proteksionis AS yang memicu perang dagang antara AS dan China diperkirakan semakin melemah. Menurutnya langkah BI dan OJK yang menganut prinsip bank follows the trade tampaknya berhasil menahan risiko inflasi yang berpotensi ditumbulkan perang dagang,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan para pengelola sektor moneter dan keuangan di Indonesia memang seharusnya tidak melemahkan peran negara dan masyarakat dalam pengelolaan kebijakan.
"Teori ini sebetulnya dikembangkan oleh Raghuram Rajan lulusan Universitas Chicago yang pernah menjadi gubernur bank sentral India dan chief economist IMF, namun justru di Indonesia lah teori ini dapat diterapkan dengan baik oleh BI dan OJK," tambahnya.
Dengan teori itu, kata dia, RI bisa aman dari ancaman tertular krisis ekonomi seperti yang terjadi di Turki dan Argentina. Meski demikian, ia berharap BI dan OJK tetap waspada atas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Jika kewaspadaan ini dapat dipertahankan dengan baik maka dapat diperkirakan bahwa stabilitas sistem keuangan pada 2019 akan kembali dapat terjaga dengan baik," ujarnya.
Ia menilai langkah BI mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 6%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75% merupakan langkah yang tepat.
"Tepat seiring dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari kenyataan dan ekspektasi nilai tukar rupiah yang lebih murah dari yang terjadi di pasar," katanya.
Baca juga: Daftar Lengkap Bunga Kredit 10 Bank di RI |