-
Penipuan berkedok investasi masih kerap terjadi di Indonesia. Biasanya penipuan ini menjanjikan keuntungan dalam jumlah besar namun dalam waktu singkat.
Satuan tugas (satgas) waspada investasi menyebut masih terjadinya penipuan ini karena banyak masyarakat yang tergiur dengan iming-iming keuntungan tersebut.
Satgas mencatat kerugian selama 10 tahun terakhir gara-gara investasi bodong mencapai angka fantastis, Rp 88 triliun. Berikut penjelasan lengkap soal kerugian akibat investasi bodong
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam L Tobing menjelaskan kerugian akibat investasi bodong terus meningkat setiap tahunnya. Dalam 10 tahun terakhir kerugian mencapai Rp 88 triliun.
"Perlu diedukasi masyarakat ini biar tahu, kerugian investasi ilegal ini Rp 88 triliun dalam waktu 10 tahun terakhir," kata Tongam dalam sosialisasi di Balai Kota, Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Dia mencontohkan bahkan kasus Koperasi Pandawa di Depok, Jawa Barat menelan kerugian uang masyarakat hingga Rp 3,8 triliun. Menurut Tongam hal ini terjadi karena masih banyaknya masyarakat Indonesia yang menginginkan keuntungan cepat sehingga mudah tergiur dengan tawaran investasi ilegal ini.
"Banyak yang serakah, tidak mensyukuri yang ada, yang diharapkan keuntungan besar dalam waktu yang cepat," jelas dia.
Oleh karena itu pihaknya akan terus memberikan sosialisasi dan literasi kepada masyarakat terkait penipuan-penipuan mengenai investasi, termasuk financial technology (Fintech) bodong. Padahal, kata dia, sejatinya investasi diharapkan mampu memutar roda perekonomian, bukan malah merugikan.
Ke depan, Satgas Waspada Investasi bersama 13 Kementerian dan Lembaga akan mengencarkan edukasi dan sosialisasi kepada seluruh masyarakat agar terus waspada terkait penipuan-penipuan terkait investasi.
"Kita edukasi ke masyarakat waspadalah kalau ada penawaran-penawaran ini," katanya.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Tobing dalam Sosialisasi Satgas Waspada Investasi Ilegal di Balai Kota, Jakarta, menjelaskan banyak modus yang digunakan untuk menipu masyarakat. Dia menjelaskan modus-modus ini biasanya diiringi dengan janji-janji manis agar masyarakat tergiur.
"Keuntungan yang mereka janjikan itu tidak wajar, biasanya ada janji bunga besar dalam waktu yang sangat cepat. Tidak ada yang seperti itu, mana bisa," ujar Tongam, Jumat (5/4/2019).
Dia menjelaskan biasanya investasi bodong menawarkan bunga 1% per hari, 10% per minggu hingga 30% per bulan.
Tongam menceritakan, ada juga modus menggunakan multilevel marketing (MLM) untuk menarik minat masyarakat. Menurut Tongam, tak ada yang salah dengan MLM, hanya saja investasi bodong menyalahgunakan hal tersebut.
"Jadi investasi bodong yang menggunakan MLM itu dia mengumpulkan keuntungan bukan dari penjualan produk, tapi dari hasil menipu masyarakat yang masuk dan jadi anggota. Ditambah janji-jani juga," jelas dia.
Menurut Tongam, masyarakat harus bisa memahami konsep 2L yakni logis dan legal. Logis artinya masyarakat kembali memeriksa apakah keuntungan yang dijanjikan itu harus masuk akal. Kemudian legal, lembaga tersebut harus memiliki badan hukum dan izin yang jelas dari regulator.
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam L Tobing menjelaskan masyarakat harus berhati-hati dalam melakukan investasi atau menarik pinjaman di sebuah lembaga, termasuk layanan fintech.
Menurut dia banyak modus yang digunakan sebagai upaya penipuan. Oleh karena itu masyarakat harus teliti ketika ingin menarik pinjaman.
"Jika memang harus meminjam, pinjamlah di fintech lending yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Supaya lebih mudah jika terjadi apa-apa," ujar Tongam dalam acara sosialisasi di Balai Kota, Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Dia mengungkapkan dalam meminjam uang, masyarakat juga harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan. "Jadi jangan sampai gajinya Rp 4 juta, pinjamannya sampai Rp 50 juta," jelas dia.
Kemudian, masyarakat juga harus memikirkan dan menggunakan pinjaman tersebut untuk kegiatan yang produktif, misalnya untuk menambah modal usaha atau hal produktif lainnya. Pinjaman juga bukan untuk hal konsumtif atau foya-foya.
Tongam menambahkan, sebelum meminjam juga harus dipahami manfaat, biaya, bunga yang diberlakukan, jangka waktu, denda atau risiko yang ada dalam pinjaman tersebut.
"Jangan asal setuju dengan kegiatan kredit online bodong ini, harus bijak juga, jangan pinjam kalau tidak butuh. Karena pinjaman online yang ilegal ini sangat berbahaya," ujarnya.