Sekarang melalui merek Bali Arabica dia memiliki beberapa produk kopi dan turunannya seperti roasted bean dan powder untuk hotel, kafe, dan restoran.
Selain itu dia juga membuat wisata kopi untuk memberikan pengalaman pada turis-turis yang datang ke Bali, terinspirasi dari tur-tur anggur yang ada di luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di luar negeri kan selain jual produk anggur, ada tur anggur. Saya coba adaptasi polanya, seperti menjelaskan bagaimana kopi bisa dekat dengan wisatawan. Jadi diajak ke kebun kopi melihat bagaimana prosesnya dari kebun sampai ke cangkir," jelasnya.
Nah dari tur itu, pria kelahiran 18 Juni 1985 ini memang lebih banyak menceritakan terkait kopi atau berbagi pengetahuan, jadi tidak berorientasi jualan. Untuk harga yang dipatok mulai dari US$ 15-20 atau Rp 225.000-300.000 (kurs Rp 15.000) per pak, jadi aktivitasnya adalah mencicipi beberapa varian kopi dan termin waktunya dua jam.
Lalu ada juga yang harganya US$ 42 (Rp 630.000) durasinya lebih panjang seperti 6-7 jam dan ada informasi makanan lokal di restoran sekitar.
Untuk jualan produk dia memaksimalkan jalur penjualan online di sejumlah marketplace. Ini juga dia genjot saat pandemi yang terjadi pembatasan berskala besar. Menurut Komang sebagai pebisnis harus siap menghadapi tantangan yang bisa berubah dengan cepat.
Pebisnis harus mampu mengikuti pola kekinian yang ada di berbagai platform. Misalnya siap dengan promo gratis ongkir sampai potongan harga. Hal ini demi rating yang bagus dari pembeli.
"Walaupun misalnya kita jual kopi tapi pembeli mengomentari kemasannya, ya harus sabar dan terus diperbaiki," jelas dia.
Kemudian dia juga memanfaatkan agregator, seperti diaspora-diaspora Indonesia yang memiliki restoran di luar negeri.
(kil/ara)