Hampir separuh wilayah di Kabupaten Blora, Jawa Tengah terdiri dari kawasan hutan jati. Tak heran jika daerah yang terkenal dengan sebutan Bumi Samin ini, banyak bermunculan usaha yang fokus terkait pengolahan hasil hutan. Tak cuma kayu dan daun, bonggol dan ranting yang kerap dianggap sebagai limbah pun bisa diolah menjadi rupiah.
Salah seorang yang punya kemampuan semacam itu adalah Kusminarto. Lelaki kelahiran 1 April 1985 itu tak sempat mengenyam pendidikan formal dengan baik. Tapi dia dianugerahi kemampuan seni yang mumpuni, khususnya dalam memahat. Lewat cungkilan pahat di tangannya, bonggol maupun ranting pohon jati bisa disulap menjadi aneka patung dengan detail yang mengagumkan. Juga bisa diolah menjadi aneka perkakas rumah tangga.
![]() |
Di bengkelnya, Desa Turirejo RT 003 RW 002, Kecamatan Jepon, kita bisa melihat patung satwa mulai dari kuda, singa, gajah, burung hingga ikan. Ada juga patung tokoh pewayangan, sepasang nenek-kakek, hingga Yesus. Harganya bergantung besar-kecil ukuran, tingkat kerumitan, dan kualitas jati yang didapat. Rata-rata dia mematok tarif Rp 750 ribu hingga Rp 4,5 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jujur, kalau ditanya omzet atau penghasilan berapa saya itu bingung, nggak bisa ngitung. Wong saya SD saja ndak tamat," kata Kusminarto merendah saat ditemui di bengkelnya beberapa waktu lalu.
Boleh jadi jiwa senimannya memang terlalu dominan. Sehingga lelaki berambut gondrong itu tak terlalu peduli dengan materi. Tapi yang pasti kini dia sudah memiliki lahan sendiri untuk menampung tumpukan bonggol dan ranting jati. Juga bisa menggaji rutin enam tukang yang bekerja di bengkelnya, dan punya rumah sederhana untuk isteri dan kedua putrinya.
Lokasi rumah dan bengkelnya agak menjorok ke dalam gang sempit. Kondisi ini diakui Kusminarto membuat dia harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengangkut bahan baku maupun patung-patung yang sudah jadi. "Ya, itu sedikit menggerus pendapatan saya tapi mau gimana lagi," ujarnya tersenyum kecut.
![]() |
Kusminarto mengaku keterampilannya memahat diawali sebagai tukang di bengkel milik Agus Suyono di Randu Blatung. Di situ dia bekerja selama 10 tahun, sehingga menganggap Agus sebagai bos sekaligus mentor, kakak, dan Bapak asuhnya.
Kusminarto baru berani mandiri ketika anak keduanya lahir pada 2017. Jika terus-terusan cuma sebagai tukang niscaya dia tak akan bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya dengan baik. Meski sedikit galau, dia nekat mendirikan bengkel usaha sendiri.
"Problem utama di awal usaha itu ya mencari calon pembeli. Akhirnya saya kembali dibantu Pak Agus," ujarnya.
Beruntung kemudian dia juga mendapatkan bantuan dari Pemkab Blora dan CSR dari Sampoerna. Selain pelatihan, ia bersama belasan perajin patung dari jati mendapat bantuan perkakas kerja, modal usaha, hingga jaringan untuk pemasaran. "Pak Arief (Bupati Blora Arief Rohman) dan Pak Windu (CSR Sampoerna) itu yang rajin ngopeni saya," ujarnya.
(jat/das)