Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) buka suara soal duduk perkara Jusuf Hamka yang merasa diperas bank syariah swasta hingga prospek ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Sekretaris Jenderal MES, Iggi Haruman Achsien mengungkap dalam masalah Jusuf Hamka ada perjanjian atau akad dalam kredit bank yang dilakukannya dengan bank syariah. Iggi menjelaskan akad yang dipakai itu bernama Murabaha, sudah diatur tenor tahunnya, jual belinya sudah ditentukan.
Menurut Iggi masalah yang belum selesai dari perkara Jusuf Hamka dan bank syariah adalah proses negosiasi yang belum ditemukan hasilnya. Sebab pihak bank juga tidak bisa begitu saja memberikan keringanan seperti yang diminta Jusuf Hamka.
"Contoh di tahun 2020 kemarin lembaga keuangan syariah tumbuh positif walaupun lagi pandemi, dibandingkan konvensional," ungkapnya.
Berdasarkan data dalam State of the Global Islamic Ekonomi, pada 2019 konsumsi muslim globaldi sektor industri halal mencapai US$ 2 triliun atau tumbuh 3,2%. Kemudian, saat yang sama, keuangan syariah juga tumbuh mencapai US$ 2,8 triliun, naik 14% dari tahun sebelumnya.
MES ini, sudah lama berdiri, nah supaya pada penasaran biar ramai-ramai buka website MES rinciannya, sejarahnya seperti apa. Tetapi kalau saya ringkaskan, ini organisasi nirlaba yang inklusif. Pengurusnya itu dari berbagai macam golongan dari berbagai macam aliran bahkan yang non muslim masuk di dalam sebagai pengurus. Awalnya memang bergerak di keuangan syariah, dulu pendiri dan pengurus background-nya di lembaga keuangan syariah. Pendirinya Iwan P. Pontjowinoto dulu sebagai Direktur Utama PT Danareksa Investment Management, pada waktu menginisiasi juga ada reksa dana syariah pertama di Indonesia. Kemudian Aries Mufti, lalu dua periode sebelumnya berturut-turut ketua OJK Muliaman D Hadad, dan Wimboh Santoso.
MES yang saat ini ketuanya Menteri BUMN Erick Thohir memang kita saat ini kami memperluas tidak hanya bergerak di keuangan syariah tapi non keuangan juga. Ke sektor-sektor halal lainnya, bukan hanya bank, asuransi nggak cuma pasar modal, tetapi juga merambah ke fesyen muslim, makanan halal, dan seterusnya. Tujuannya memang bagaimana membumikan dan mengimplementasikan perekonomian sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Memang kalau kita secara santai, kadang bikin analogi baik di ekonomi baik di keuangan terutama di keuangan. Satu analoginya syariah konvensional itu mirip zinah vs nikah, brutal fact-nya seperti itu. Kalau konvensional itu zinah, syariah itu nikah, mohon maaf nggak usah dibayangin. Bedanya yang satu pakai akad, yang satu nggak pakai akad, di konvensional ada akad tertentu, kalau di syariah tapi ini kan akad mengikuti syariah islam. Kalau zinah sama-sama suka, kedua belah pihak suka, kalau nggak suka perzinaan jadi pemerkosaan itu.
Kedua, perbuatannya sama tapi istilahnya berbeda, contoh, pertama di bank konvensional nyebutnya kredit, di syariah pembayaran, yang biasa disebut bunga. Seperti yang disebut pak Jusuf Hamka, kalau di syariah nggak ada bunga itu, di syariah menyebutnya margin, tetapi hitung-hitungannya mirip, angkanya sama, dan excelnya sama, tetapi istilahnya berbeda. Kedua mirip juga seperti Big Mac sama sama Big Mac di Indonesia, Macau, London, Makkah. Di Indonesia Jakarta sama Makkah ada cap halalnya di Macau dan London nggak ada cap halalnya karena isinya beda-beda, kalau di Macau bisa babi, kalau di kita kan nggak ada. Walaupun sama sama sapi nggak ada cap halalnya karena proses pemotongan kan nggak ikutan syariah.
Seperti reksa dana namanya sama sama reksa dana, dari reksa dana pasar uang, ekuitas, pendapatan tetap, kalau syariah itu nggak boleh saham yang dianggap haram, seperti saham-saham perusahaan minuman keras dan saham non syariah.
Apakah tren bisnis syariah itu khas Indonesia atau memang sudah memang global, kita di awal-awal reformasi banyak bermunculan aturan-aturan di daerah daerah pengin berdasarkan syariah, semangatnya sama dengan di politik aturannya dan di bisnis pun mengikuti. Benar nggak ada kaitannya ke arah sana?
Jadi fenomena atau tren itu sesungguhnya nggak cuma di Indonesia, tetapi terjadi juga secara global. Muncul ada beberapa tren kenapa bisnis syariah ekonomi dan keuangan syariah itu meningkat? Nomor satu ada peningkatan jumlah kelas menengah muslim seluruh dunia diiringi dengan demand yang sangat besar. kedua, adanya kesadaran bahwa value syariah itu diterapkan dalam kehidupan sehari-sehari termasuk konsumsi maupun investasi.
Ketiga faktor tak terhindarkan konektivitas karena digitalisasi ini dan angka-angkanya menunjukkan tren-tren tersebut jadi peningkatannya luar biasa, CAGR bisnis di seluruh dunia itu luas biasa. Apakah kaitannya dengan Indonesia? Apakah kita dengan penduduk Indonesia dengan pendudukan terbesar di kolong langit ini, pusat islam itu di Indonesia bukan Arab Saudi. Kalau lihatnya jumah penduduk pusat islam itu di RI, maka potensi sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah itu sangat besar. Lalu pilihannya, apakah kita sekedar mau menjadi sekedar pasar atau menjadi produsen?
Mungkin kalau mengingat, contoh sederhana Wapres pernah nulis arah baru ekonomi syariah dan salah satu ilustrasi yang ditulis di situ adalah betapa mengejutkan ketika produsen untuk makanan halal untuk daging terutama daging dan ayam unggas terbesar itu justru dari Brasil. Kenapa terus kemudian nggak Indonesia? Jadi kalau yang pernah ke haji umrah pernah biasanya orang Indonesia pernah memakan Al Baik itu KFC-nya Arab yang memang berbeda. Pangsa dan harganya juga lebih murah dari KFC. Ternyata impor ayam dari Brasil dan itu menjadikan Brasil produsen atau eksportir makan-makanan halal untuk unggas terbesar di dunia. Untuk daging sapi itu ke New Zealand dan Australia.
Indonesia karena penduduk besar tadi kan juga bisa jadi tadi pangsa pasar tersendiri tapi juga seharusnya bisa meningkatkan nggak hanya target pasar tapi juga sebagai produsen yang bisa memproduksi ekspor dan lain-lain. Termasuk keuangan syariahnya yang punya peran untuk menunjang ekosistem syariah di Indonesia. Jadi ini keniscayaan sesuatu yang seharusnya mengarah ke sana. Saya nggak melihat sisi politisnya bahwa kemudian ada yang melihat peluang ketika misal sertifikasi halal dan lain-lain ini.
Ini yang coba dilakukan MES contoh aja nih, misal ketika ada sertifikasi itu menambah biaya dengan UMKM. Belum lama ini MES bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UMKM untuk melakukan pelatihan dan sertifikasi UMKM secara gratis kepada para pelaku dari tadi kita juga untuk menghilangkan stigma bikin lebih mahal dikit beban di uang UMKM-nya.
Sebenarnya image yang ada bertahun-tahun berjalan begitu ya bahwa untuk mendapatkan sertifikasi hal yang memberatkan padahal semuanya mayoritas muslim, kenapa ada biaya tambahan ya.
Betul setuju. Nah itu juga bagian yang kemudian edukasi lalu manfaat yang harus kemudian kita rasakan dan sebetulnya saya yang tadi kan bisa dibuat pola kemitraan tertentu sehingga UMKM nggak harus jadi berat dan kalaupun katakan di pastro itu jadi kemudian ke konsumen secara umum ketika konsumen juga menikmati itu jadi nggak masalah.
Saya jadi inget ya kebetulan saya pernah jalan-jalan ke Jepang. Kemudian sama nih karena kesadaran kita kan kita nyarinya yang halal itu mencari Wagyu yang halal itu tapi jauh lebih mahal ketimbang yang nggak pakai sertifikasi halal. Kita sampai ditunjukkan 'Ini Pak dagingnya itu sertifikatnya nomor sekian nomor sekian,' Sampai dikasih tahu karena prosesnya dan itu ketika di-packing dengan satu cara tertentu malah bikin wisatawan-wisatawan itu nyarinya itu, nggak peduli itu lebih mahal. Memang mungkin di masyarakat kita karena masih baru tumbuh nih kelas menengah yang masih di konsen. Tetapi nanti itu kan udah nggak dipikirin lagi karena itu sesuatu yang harus melekat di kita.
Nih kalau kita ada kulkas di label halal dan kita juga nggak habis pikir awal-awal, mohon maaf nih. Saya memposisikan sebagai orang awam apa dan saya protes ke kawan-kawan saya di MUI yang melakukan sertifikasi apa perlunya kulkas itu dikasih label halal jangan berlebihan kemudian dilabeli. Tapi luar biasanya dan membuka mata saya ketika diterangkan produsen kulkas itu menjelaskan 'Pak bahwa untuk bikin komponen di dalam itu sebagian besar menggunakan komponen dari babi.' Di situ nanti dianggap kalau terus di laci-lacinya memakai komponen yang terkait sama babi dikhawatirkan bisa kemudian terkontaminasi karena kan poinnya,
Kalau terkontaminasi kan prinsip di makanan, sekecil apapun komponen haram itu ada akan menjadi haram. Misal bikin ikan satu ember gede tapi ditetesin minyak babi jadi haram.
Ketika saya dapat penjelasan itu 'Oh iya juga ya'. Lipstik juga nggak dimakan itu tapi terus kemudian jadi haram. Sempat diledekin juga di kalangan kita gitu ya bahwa. Ini cerita aja nih sampai gambarannya begini ada perempuan itu memanggil teman laki-lakinya 'Mas sini cium' katanya laki-lakinya kan soleh nih nggak mau kalau belum sah gitu kan 'kan belum muhrim belum boleh', 'tapi saya lipstiknya ada cap halalnya boleh berarti' katanya gitu. Tetapi itu kan bentuk-bentuk itu kita sih santai aja bagian dari dialektika bagian dari dinamika sepanjang komunikasi itu dilakukan dengan baik.
Kalau prospeknya sendiri, melihat Mas Iggi yang menekuni dari awal terkait ekonomi syariah seperti apa? Halal itukan sebagai dari syariah kan ya?
Angka dari State of Islamic Economy Report. Ini Global nih jadi tahun 2019 konsumsi muslim global itu berbagai sektor industri halal itu sampai US$ 2 triliun itu meningkat 3,2%. Lalu pada saat yang sama tadi keuangan syariah nya juga tumbuh pada tahun yang sama sudah mencapai US$ 2,8 triliun angkanya itu peningkatannya 14% dari tahun sebelumnya. Ke depannya gara-gara COVID-19 tetap di diperkirakan apa namanya tumbuh walaupun sekitar 2%.
Jadi angka-angka statistik itu menunjukkan peluang, menunjukkan perkembangan yang luar biasa tinggal tadi punya keyakinan nggak gitu kan bahwa ini kemudian bisa bermanfaat dengan baik. Coba deh lihat lihat YouTube deh orang destinasi halal tadi dicari untuk memperoleh sesuatu yang halal friendly itu disediakan di sana nanti sekaligus.
Saya kasih tahu juga saya informasikan belum lama ini juga MES di Korea Selatan terbentuk jadi masalah ekonomi syariah tuh punya perwakilan perwakilan di luar negeri termasuk di Korea Selatan. Memang sekarang lagi pandemi sehingga mungkin menurun tetapi mereka mengantisipasi bahwa turis-turis dari Indonesia dari Malaysia negara muslim itu meningkat ke Korea yang sekarang yang membantu komunitas Korea untuk tadi menyediakan katakan pusat makanan yang halal lalu kemudian tadi Hotel akomodasi yang muslim friendly dan seterusnya mereka berinisiatif membentuk di Korea Selatan untuk membantu memfasilitasi itu.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Sementara ketika mau memasuki wilayah bali malah dicurigai, wah ini mau ngapain mau bikin islamisasi ya, jadi curiganya ke arah sana.
Menurut saya mungkin itu salah strategi kali awalnya gitu kan. Jadi wisata halal itu bukan kemudian melakukan Islamisasi atas tempatnya kan nggak ada. Nah ini kan menyediakan tadi muslim friendly, halal friendly begitu. Nggak perlu ada kekhawatiran tadi lah Islamisasi dan lain-lain gitu ini karena ini agak khawatir aja lah terlalu serius itu kadang kita tidak begitu begitu nggak termasuk urusan Jusuf Hamka juga karena kita terlalu terlalu serius.
Posisi Indonesia sendiri di tengah laju apa bisnis syariah secara global yang tadi angkanya lumayan fantastis yang disebut di sini, kalau posisi Indonesia sendiri di mana?
Jadi tadi ya ada pemeringkatan jadi ada pemeringkatan global atas negara-negara yang menjalankan ekonomi dan keuangan syariah yang tadi saya sebut dari Islamic Economy Report itu itu posisi kita masih nomor 4 walaupun sudah meningkat nih satu tingkat dari tahun sebelumnya. Malaysia masih nomor satu padahal saya skala atau luasannya Malaysia nggak sebesar itu. Orang kan selalu 'Kenapa gitu ya?'. Kalau kita selalu membandingkan Malaysia, 'Indonesia agak lama ya kalau buatnya'. Ya udah nggak apa-apa kita bersyukur aja karena perbedaan dari awal.
Dari awal Malaysia itu Top Down, jadi pemerintahnya yang membuat supaya dicari itu dikembangkan dan berbagai insentif dikasih. Sementara di Indonesia itu berangkatnya itu justru dari inisiatif dan voluntary dari masyarakat itu sendiri. Jadi biasanya akan lebih kuat cuma lebih lambat itu aja. Contoh aja undang-undang bank syariah itu apa namanya kemudian belakangan setelah sudah ada inisiatif perlunya misalnya yang Bank Muamalat itu terus kalau kita ingat lagi sebelum ada undang-undang maka peraturannya dari banyak inisiatif-inisiatif itu dari kita gagasan jalan dari publik.
Belakangan ini kan pemerintah juga mulai menyadari bahwa ekonomi dan keuangan syariah itu salah satu motor pertumbuhan ekonomi saat ini salah satu sarana juga untuk pemerataan menjadi sebagai contoh di tahun 2020 kemarin lembaga keuangan syariah tumbuh positif walaupun lagi pandemi, dibandingkan dengan yang konvensional misalnya. Jadi ini kan pemerintah juga perlu cari alternatif source untuk mendorong pertumbuhan bisa tetap berjalan dengan baik.
Saya pernah nulis kok di detik salah satu artikel karena menjawab artikel yang lain soal ekonomi syariahnya Jokowi Ma'ruf Amin, kenapa pemerintah melakukan kebijakan kebijakan untuk men-support tadi proses bottom up tadi. Jadi ini bisa lebih cepat lagi.
Muncul seorang Jusuf Hamka mengajukan keluhan. Kita kan kalau menyelesaikan kredit lebih cepat dari yang diperjanjikan itu biasanya kena penalti. Nah mungkin kalau di tengah pandemi semacam ini ketika semua orang susah apa nggak ada keringanan-keringanan nih kan pendekatannya syariah yang lain. Kata pak Jusuf Hamka kalau untung fifty-fifty, kalau rugi misalnya nggak fifty-fifty ada tenggang rasanya. Ini sebagai perwakilan dari MES yang sudah berbincang dari hati ke hati dengan Jusuf Hamka, seperti apa menanggapi isu ini?
Itu tadi lah karena pada terlalu serius aja itu ya Pak Jusuf Hamka nya maupun terus kemudian belakangan yang nanggepin kan kayak gitu. Ya jadi saya memahami juga kekecewaannya Pak Jusuf Hamka tapi ya bukan terus kemudian mau menyalahkan kan harus dilihat lagi tadi akadnya tuh apa. Ini juga sampai dicoba sindikasi bank syariah itu apakah murabahah, itu jual beli ini sebagai salah satu contoh ya supaya jadi jadi ilustrasi yang lain ternyata produk jual belinya bank syariah untuk perumahan itu justru sangat dinikmati oleh banyak orang.
Karena apa karena dengan harga dengan jual beli itu harganya sudah fix karenanya udah fix sampai tenor tertentu jadi nggak akan ada resiko fluktuasi suku bunga tuh nah ternyata yang kredit kredit-kredit rumah itu atau pembiayaan rumah itu mungkin perlu kepastian belinya sama kaya perempuan kali ya, sehingga mengharapkannya kan kepastian. Bank syariah itu menawarkan kepastian itu jadi selama misal 10 tahun 15 tahun itu cicilannya itu fix nggak berubah.
Nggak kayak konvensional nih konvensional yang terus kalau bunganya naik dia bisa naik itu sebetulnya nggak ada kepastian itu salah kalau salah satu itu yang udah menikmati produk Syariah di antaranya Raffi Ahmad tuh ditanya jatuh happy nggak nggak pake bank syariah itu kan beli rumah lagi dibantu lagi sama bank syariah
Sementara yang ilustrasi kalau kemudian lagi untung bayarnya juga bisa lebih banyak tapi pada saat turun sama-sama berempati dong Nah itu salah satu sebetulnya yang membedakan Syariah sama konvensional yang lain tapi itu akad nya adalah mudharabah bagi hasil saya punya pengalaman nih untuk urusan bagi hasil ini biar jadi ilustrasi di mana posisinya lembaga keuangan karya yang biasanya sering kejepit.
Contohnya, tabungan atau deposito bank syariah itu prinsipnya bagi hasil. Jadi ketika bagi hasil itu ketika terus kemudian bank syariah mendapatkan katakan revenue yang lebih tinggi maka bisa memberikan return yang lebih tinggi kepada nasabah, masa nasabah penyimpan dana itu. Sekarang apakah di sisi pembiayaannya sisi kredit kalau konvensional itu juga menggunakan bagi hasil nggak banyak yang pakai bagi hasil.
Waktu di pasar modal pertama kali 2002 saya mengenalkan sukuk bagi hasil waktu itu Indosat itu dulu waktu itu direktur keuangan nya punya pemahaman syariah yang baik, Pak Junino Yahya tuh. Kita pakai bagi hasil, apa konsekuensinya? Katakan udah perkiraan kira-kira akan memberikan hasil pada waktu itu ya 15%. Tetapi kalau pendapatannya Indosat meningkat sampai dua kali lipat maka bayarnya bisa aja 30%, waktu itu Pak Junino ngerti itu dan katanya 100% pun naiknya di saya bayar Lah katanya. Walaupun dia koreksi ya jangan 100% lah.
Setelah bukan Pak Juni dilakukan ketika terus kemudian ada peningkatan bagi hasil. Waktu itu ada pertanyaan 'Ini kok mahal banget ya mahal banget?'. Dia akan membandingkan dengan konvensional. Kenapa saya nggak pakai konvensional karena itu, ada periode ketika pendapatannya turun ketika pendapatannya turun ini mintanya yang mengeluarkan sukuk ya turun, senang.
Sama aja kan cost-nya jadi turun yang protes siapa ini nih investor yang membeli sukuk kok turun? Katanya 'nggak ini nih nggak berpihak kepada kita nih yang yang lagi mencoba memberikan yang tinggi' terus saya tanya 'Itu yang waktu kemarin tinggi itu nggak protes ya gitu eh ketinggian nih balikin dong gitu misalnya nggak jadi'.
Di pasar keuangan itu selalu ada dua sisi ada investor dan ada juga peminjam sekarang posisinya Pak Jusuf Hamka Tuh kan ini si peminjam kalau terus hasilnya tinggi dia bisa berikan pendapatan yang lebih tinggi ke bank yang akhirnya kepada nasabah penabung yang juga lebih tinggi kalau rendah bisa disesuaikan sehingga hasilnya pun rendah. Yang protes dari si penabung tapi akad yang dipakai itu bukan itu, akad yang dipakai murabaha sudah diatur tenornya tahun misalnya udah jual-beli udah fix
Sekarang ketika di tengah mau prepayment mau melunasi terjadilah negosiasi ada ruang negosiasi karena harga jual beli yang sudah ditetapkan harus dikompromikan. Saya mau jual nih dari komponen harga komponen harga jual itu kan ada margin dan ada juga pokoknya gitu. Saya bisa minta namanya keringanan atas yang saya nggak alamin tadi.
Praktiknya sebetulnya sama seperti konvensional pasti juga misal ada kalau di konvensional penalti sifatnya penalti cicilan berapa kali cicilan misalnya, disuruh hitung-hitungannya istilahnya diskon marginnya. Ini yang belum ketemu kalau menurut saya lalu proses-proses negosiasi hasil proses ngobrol antar pihaknya itu kayaknya belum ok. Jadi yang satu merasa kecewa kan kayak gitu sementara di bank di para peserta sindikasi yang sebagian besar itu adalah BPD juga nggak gampang memberikan penurunan gitu aja mereka bisa diperiksa BPK kerugian negara nanti kan jadi seperti itu.
Jadi tadi ya jauh banget sih nih jauh dari kejam sih. Makanya ngobrol sama beliau mungkin apa karena lagi jarang ke gym pandemi ini jadi ngomong kejam begitu bisa aja. Setelah ngobrol tadi akhirnya kan ya saya bilang Pak itu menyinggung banyak orang "saya nggak bermaksud untuk bank syariahnya," makanya kan bilang minta maaf.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Kalau pernyataan beliau yang merasa akan diproses Rp 20 miliar itu maksudnya apa itu termasuk penalti tadi?
Iya kan tadi ada kesepakatan hitung-itungan yang belum ketemu antara dua pihak sehingga buat Pak Jusuf Hamka itu jadi kayak diperas, buat bank syariah dia bisa jadi kerugian yang dihitung yang di harus bertanggung jawabkan. Ini mah ngobrol lagi dikit selesai itu makanya menurut saya persoalannya sudah selesai. Percaya buat saya ketika Pak Yusuf Hamka minta maaf udah selesai lah gitu Ya udah minta maaf itu kan. Tinggal ngobrol sedikit dan urusan dan itu urusan hukumnya diselesaikan lah.
Dalam statement itu sudah melaporkan ke kepolisian. Dari Masyarakat Ekonomi Syariah, Mas Iggi dan teman-teman sejauh mana memediasi dua kepentingan yang berbeda untuk proses awal ini?
Penilaian dia bahwa bank syariah kejam, zalim dan seperti lintah darat. Nah itu kan sudah ditarik sama pak Jusuf Hamka jadi paling nggak apa namanya statement itu udah kita anggap nggak ada itu. Untuk terus persoalan hukumnya karena waktu beliau ngomong itu itu sudah dilaporkan ke polisi sebetulnya dia tinggal diselesaikan kami dari MES itu bersedia memediasi itu.
Kan karena di MES ini orang hebat-hebat, orangnya itu Bu Pan aja sekarang bagian dari Dewan Pembina, lalu Pak Mahfud MD juga ada sebagai Ketua Dewan Penggerak. Ini berbagai macam berbagai macam apa namanya profesi berbagai macam latar belakang ada di MES nih dan untuk tadi mediasi, rekonsiliasi dan lain-lain itu, tadi tapi intinya mungkin kita tuh karena terlalu serius semua kali itu.
Permintaan maaf itu, berdasarkan apa diskusi adanya pemahaman ya bukan karena dia merasa tertekan atau ditekan?
Mana berani saya tekan maksudnya sama pak Jusuf Hamka kan ini kan karena sebelum beliau nyampein itu kebetulan saya udah pernah ketemu beliau sebelumnya di OJK gitu ya di kantor OJK kita diskusi hal lain gitu ya. Oh berarti mungkin karena udah pernah kenal jadi jalan saya nih untuk terus kemudian kontak bareng juga gitu loh.
Ya lalu diskusi kita berangkat dari diskusi aja jadi nggak ya Insya Allah nggak ada tekanan nggak karena terpaksa. Saya kan ini saya juga nggak ketemu fisik langsung. Ini kan via Zoom kayak begini dan saya nggak bawa golok kok kayak gimana gitu sambil pegang-pegang golok. Bukan MES yang begitu gitu. Jadi ngobrol santai
Terbukti juga begini hari Sabtu saya bicara mau beliau minta maaf kan gitu yang lalu kan masih bergulir bahwa "masa minta maafnya sama-sama mas Iggi gitu kan," beberapa komentar kayak gitu. 'Ada hubungan apa nih masih sama Pak Hamka,' Lalu kita diskusi lagi, 'pak kalau bapak yang minta maaf langsung gimana,'. 'Ya oke' katanya akhirnya akan dikirim tuh seperti.
Saya justru melihat sekarang nih karena kasus hukum yang masih bergulir itu potensi saling menekan itu masih ada kalau lihat pemerintahan ya makanya karena tadi itu karena apa namanya pada terlalu serius itu.
Dari kasus pak Jusuf Hamka ada konsep syariah atau pahaman belum padu antara pengelola, industri dan masyarakat umum ini menjadi PR MES untuk sosialisasi seperti apa ekonomi syariah yang benar-benar syariah itu
Saya bilang kadang terlalu serius karena pada lupa kadang pada lupa bahwa dulu zaman Rasulullah pun ada sahabat namanya Nu'aiman itu iseng luar biasa itu loh tetapi terus kemudian dihukum atau terus kemudian menjadi sesuatu yang berat tapi respon memang respon publik nya sama pada waktu itu saya saya cerita latar belakang supaya saya kira relevan.
Juga dulu itu Nu'aiman itu sudah tertangkap mabuk-mabukan lalu dihukum sama Rasulullah Kamu udah selesai obat begitu Selesai beberapa saat kemudian menurut riwayat mabuk lagi nih dicambuk lagi yang lain marah atau sudah dicambuk tapi masih melakukan hal yang sama ramai-ramai ini saat beberapa sahabat bilang itu terus Laknat Allah kepadamu Nu'aiman. Terus Rasulullah yang marah Nggak boleh begitu karena dia mencintai Allah dan rasulnya. Atas kejadian tersebut disikapi biasa tapi memang orang Nu'aiman ini jahil luar biasa
Pernah juga Nabi dan beberapa lagi ngumpul dia bawa makanan buat makan besar tuh, udah habis baru dibisikin ke Rasulullah 'Ya Rasulullah entar itu penjualnya tolong bayarin ya,' Rasulullah aja dikerjain kan gitu tapi terus kemudian orang ini bahkan menurut riwayat Rasulullah bilang Nu'aiman akan masuk surga sambil tertawa karena sering bikin ketawa Nabi.
Kalau penyikapannya itu santai ya seperti nabi bisa meng-handle Nu'aiman. Ini kan orang populer buat saya orang-orang kaya Jusuf Hamka kita dari dulu kalau orang orang seperti dia pasti populer zaman dulu ada yang bagi-bagi makanan juga sehingga ketika ngomong kayak begini keluar lah jadi respons publik seperti itu sih. Agak lebih santai aja.
Kedua, saya juga merasakan bahwa kadang lembaga keuangan syariah itu selalu dihukum dengan opini tertentu gitu ya jadi kasus yang kayak ini contoh doang kasus kaya-kaya Jusuf. Tapi ada kasus yang lain misalnya ada orang mengajukan kredit ditolak di bank syariah dibilang nih 'Nggak berpihak kepada usaha yang lemah' tapi kalau dia ke bank konvensional berani komen kayak gitu? Enggak. Komennya adalah 'bank udah dengan disiplin menerapkan seluruh prosedurnya,' karena memang nggak layak.
Tetapi kalau misal punya deposito di bank konvensional ketika kita mau break di tengah-tengah enggak ada bunga yang dibayarin malah bisa jadi kalau jumlahnya tertentu kita kena penalti. Kalau di bank syariah ketika melakukan itu bisa di-bully lagi ngomongnya nanti ambil uang sendiri aja mau dipersulit, gitu loh. Itu kan kejadian kita juga harus fair.
Satu lagi kejadian yang saya juga kadang ketawa ya. Ada kawan yang mengasih ilustrasi seperti itu, di bank syariah sehingga kok kayaknya pas banget. Kalau kita mengantri di konvensional nih bangun tanggapannya apa nih diminati produknya menarik sehingga orang tuh antri berbondong-bondong antre. Tetapi kalau ngantri di bank syariah komentarnya Apa? Itu pegawainya lambat dan nggak cekatan dan seterusnya ini kan sesuatu yang memang terjadi dan saya rasa juga harus bayar dalam beberapa kasus banyak nasabah-nasabah juga kurang ajar itu sebetulnya.
Jadi ini PR kita bersama pemahaman dua sisi itu kita perbaiki ke depan. Kalau bisa di-elaborate MES sebagai lokomotif dalam ekonomi syariah, kalau Deddy Corbuzier sudah mengerti, Anya Geraldine ikutan, Rafi Ahmad lebih mendapatkan hal menyenangkan manfaat lebih baik, lebih santai tabbayun lah yang saya harapkan.