Jakarta -
Dyota Mahottama Marsudi adalah sosok anak muda yang kini memimpin PT Bank Aladin Syariah Tbk. Namanya mulai terdengar di publik ketika bank syariah berkonsep digital pertama di RI itu mengumumkan pengangkatan dirinya pada April 2021 yang lalu.
Nama Dyota sontak menarik perhatian publik karena dirinya merupakan anak dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Banyak pihak mungkin bertanya-tanya, mengapa Dyota tak mengikuti jejak ibunya sebagai diplomat? Apakah menyandang nama Marsudi memudahkannya dalam meniti karir atau malah sebaliknya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang jelas Dyota menjadi Presdir Bank Aladin Syariah melalui proses fit and proper test oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK pun memberikan restu pada November 2021.
 Presdir Bank Aladin, Dyota Mahottama Marsudi Foto: Danang Sugianto |
detikcom berkesempatan berbincang-bincang dengan Dyota. Dia menegaskan bahwa Sang Ibu tidak pernah turut campur terhadap pencapaian karirnya, baik sebagai bankir maupun sebagai di dunia investasi.
Dyota juga mengungkapkan berbagai hal, mulai informasi-informasi terkini terkait Bank Aladin Syariah hingga perasaan pribadinya sebagai anak seorang menteri yang ternyata menjadi beban tersendiri dalam meniti karir.
Berikut wawancara lengkapnya:
Anda asalnya bukan bankir dan harus melalui Fit and Proper Test dari OJK untuk menjadi Presiden Direktur di Bank Aladin Syariah. Apa cerita menarik dari proses panjang tersebut?
Fit and proper tuh konteksnya confidential ya, jadi saya enggak bisa banyak cerita di situ. Ya cuma yang saya bisa ceritain adalah teman-teman OJK, teman-teman pengawas itu walaupun tugas mereka adalah regulate dan mereka strict, tapi mereka itu forward looking juga loh. Jadi mereka itu melihat ada perkembangan teknologi dan tahu bahwa ini harus di-embrace tapi juga harus di-regulate dengan benar.
Sehingga waktu saya fit and proper test itu lumayan enak gitu diskusinya. Kelihatan dari perilaku mereka. Apalagi interaksi kita sehari-hari dengan dengan OJK maupun BI mereka itu sangat welcome. Tapi mereka tetap melaksanakan tugas mereka sebagai regulator. Tujuan mereka kan jangan sampai nasabahnya yang kena gitu kan. Jadi alhamdulillah waktu itu lumayan cair dan itu menurut saya menjadi bukti bahwa eh regulator kami itu sebenarnya lumayan forward thinking loh. Mereka bisa melihat bahwa prestasi saya yang ada di bidang teknologi dan di luar bank banking itu bisa berguna di industrinya mereka, which is banking gitu.
Kenapa terjun di dunia investasi dan banking? Apakah tidak tertarik untuk mengikuti jejak Ibu Retno Marsudi?
Keluarga saya itu, keluarga yang lumayan memperbolehkan anak-anaknya membuat keputusan sendiri. Tentunya akan di-guide gitu ya. Jadi jangan hal yang bodoh gitu. Tapi dari dulu keluarga kami memang sudah beda-beda gitu. Jadi ibu saya kan sekolahnya HI jadi diplomat, bapak saya arsitek, saya akuntan secara sekolah gitu, adik saya dokter. Tidak ada yang sama.
Dari segi karir juga ya kasarnya terserah gitu. Yang penting memegang teguh prinsip. Dalam artian kita sih prinsipnya, gimana ya, we will treat people the way you want people treat it. Jadi ya pokoknya hal-hal jelek yang dilarang agama. Itu yang harus dipegang teguh. Tapi kerjaannya apa, ya terserah. Kalau misalkan lihat saya sama adik saya kan sudah jauh beda banget.
Dari dulu consulting, bikin bisnis sendiri, jadi investor itu keputusan saya terus. Tapi tentunya minta masukan sama orang tua, minta blessing sama orang tua. Boleh nggak ke sini? Ya tentunya orang tua ada nasihat-nasihat, ya kita dengerin. Tapi tetap keputusannya saya juga.
Khususnya kenapa dari investment ke banking, dari yang awalnya tinggal di Singapura balik ke Indonesia, jawabannya ada dua nih, jawabannya yang sedikit lebih personal, ada yang logis. Yang logis adalah secara logic ini merupakan industri yang sangat besar, yang sangat yang sangat under serve. Demand-nya ada, supply-nya nggak ada. Jadi itu ada opportunity. Kalau misalnya saya masuk di bank apalagi dengan support shareholder, dengan supporting yang luar biasa kuat. Itu we can actually make a difference. Kita bisa deliver suatu hal yang diinginkan sama customer tapi belum ada gitu. Ini kita industry building. Industrinya awalnya nggak ada, jadi ada.
Jadi logically kalau misalnya kita sebagai manusia diberi kesempatan untuk berkontribusi untuk membangun industri, untuk memberikan value ke sesama manusia kita, ya kita harus ambil. Kita kan dikasih kapasitas sama Tuhan kan nggak boleh tidur-tiduran ya. Itu, itu jawaban logisnya.
Jawaban personalnya, saya tuh ingin banget bikin keluarga saya bangga. Jadi se-simple itu. Saya ingin orangtua saya bangga, saya ingin istri saya bangga, saya ingin anak saya bangga, oh ayah saya itu dulu bangun bank gitu, very stupid tapi for me ngena gitu.
Dengan alasan ingin membuat bangga orang tua, tapi Anda membawa nama orang tua, apakah itu menjadi beban untuk karir Anda?
Ya semua hidup ya jadi bebanlah. Kita jadi kepala keluarga, jadi beban, kita jadi suami, atau istri jadi beban. Seluruh aspek hidup kita itu adalah beban kan. Kita jadi anak dulu juga beban. Kan maksudnya orang tua ingin kita untuk baik untuk rajin, untuk bisa jadi juara kelas.
Jadi kalau misalnya beban, ya pasti beban. Tapi harus kita lihat ini bebannya bagus atau enggak. Kasarnya ada stres bagus, ada stres jelek ya. Jadi kan ada riset di mana kalau misalnya stres jelek itu mematikan, tapi kalau stresnya bagus kita bisa manage stres kita dan kita melihat bahwa opportunity untuk kita untuk terus bertumbuh. Itu menjadi hal yang sangat baik.
Jadi kalau ditanya bebannya gede nggak? Ya gedelah. Lihat saja deh waktu saya diangkat, anak Menlu, anak Menlu, anak Menlu. Ya memang benar saya anak Menlu, fakta. Saya anak ibu saya gitu. Tapi kan saya dapat kerjaan ini kan ibu saya enggak ikut campur. At least I hope mereka ngelihat pencapaian saya sebagai individu. Tapi ya apakah saya marah, apakah ngambek ya nggak bisa juga. Memang kenyataannya kayak gitu. Headline memang harus apa menjual. Apakah saya suka ya nggak juga.
Jadi kalau beban adalah bagaimana kita mengubah beban tersebut menjadi motivasi. Itu yang pertama. Lalu yang kedua karena hubungannya nama keluarga, saya enggak mungkin melakukan suatu hal yang saya nggak berani taruh di newspaper halaman depan. Jadi saya selalu mikir oke ya kita kerjain ini kalau misalnya tiba-tiba ada wartawan tahu terus dia taruh di halaman depan majalah atau taruh di sosial media gede-gedean kita jadi malu enggak? Atau kita merasa bersalah enggak? Kalau misalnya jawabannya iya, jangan deh. Jangan dilakukan.
Karena kan sangat gampang orang nggak mau satu hal kalau misalnya nggak ketahuan. Tapi kalau ketahuan orang jadi berubah gitu. 'Oh saya khilaf', you know. Biasalah jawabannya. Nah jadi prinsip saya selalu oke kalau misalnya sampai orang tahu kita ngelakuin hal ini, kita malu nggak, kita merasa bersalah nggak? Kalau jawabannya iya, ya jangan dilakuin. tapi kalau jawabannya enggak, ya hajar.
Lihat juga Video: Anwar Abbas Khawatir Bank Syariah Indonesia Cuma Layani Perusahaan Besar
[Gambas:Video 20detik]
Seperti apa visi dari Bank Aladin ke depan? Apa saja harapan Anda dari keberadaan Bank Aladin sebagai bank digital syariah pertama di Indonesia?
Visinya sesuai tagline kita. Kalau misalkan sudah lihat di Alfamart tuh kan kita isinya itu bank syariah masa depannya. Indonesia kan populasinya mayoritas muslim ya, jadi 88% dari orang-orang kita agamanya Islam. Dan kalau misalnya kita lihat dari apa industri-industri lainnya misalnya misalnya F&B, fashion, kosmetik itu barang halal itu menjadi barang yang paling laku. Jadi market size mereka tuh besar-besar semua. Nah pertanyaannya adalah kenapa financial services nggak seperti itu.
Jadi sebenarnya visinya Aladin ini berjalan secara paralel lah. Jadi kan saya juga baru join di Aladin kan April 2021. Sedangkan research yang sebetulnya dilakukan oleh share holder sudah jalan sebelum itu. Nah ini kita ketemu nih tesisnya sama dan take away-nya sama. Jadi kalau misalnya kita lihat financial services di Indonesia, kenapa kurang perform. Dalam artinya 88% populasi Indonesia muslim tapi hanya 6-7% memakai bank syariah. Kita riset alasannya kenapa? Alasannya simpel, yakni layanan dan produknya itu kurang kompetitif.
Kita tanya target segmen kita, yakni UMKM, sama underbank dan unbank ya, mereka populasi yang saat ini kurang dilayani oleh sistem perbankan. Nah mereka itu menjawab kalau melihat bank ada 3 hal, pertama, bisa dipercaya apa enggak, ya normal lah ya namanya juga bank gitu. Kedua itu syariah compliance, itu very surprising ya. Yang ketiga itu baru produk dan fitur.
Jadi pas kita lihat sebenarnya orang tuh pengin comply gitu, tapi sayangnya belum ada pilihan yang bagus. Nah makanya saya selalu memposisikan Bank Aladin itu pertama kan bank syariah masa depan, tapi itu artinya apa? Kita itu benar-benar customer focus, mereka itu butuhnya apa, masalahnya apa, keinginannya apa, kita membuat produk yang menyesuaikan terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Kita benar-benar ingin menjadi bank syariah yang menjadi pilihan, nggak cuma masyarakat muslim saja sih sebenarnya, jadi masyarakat pada umumnya. Karena kalau misalnya secara produk dan services-nya setara atau bahkan lebih baik daripada bank konvensional kenapa sih non muslim nggak mau ikutan sama kita juga.
Apa yang menjadi kekuatan Bank Aladin Syariah dibanding bank digital lain yang ada saat ini?
Sebenarnya ujung-ujungnya kan apa sih yang membuat sebuah perusahaan atau sebuah barang menjadi laku. Itu bagaimana kita bisa fulfill keinginan customer kita gitu. Atau apakah kita bisa memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi. Jadi menurut saya masalah konvensional atau syariah itu masalah bisnis tesis. Ini target segmennya itu apa, mereka itu menginginkan apa.
Kalau kita very clear. Jadi dalam artian ya muslim mayoritas mau comply kok untuk hal-hal lain gitu. Atau untuk makanan gitu, mayoritas nggak mau makan makanan yang haram. Tapi kenapa kok misalnya financial service ya sudahlah enggak apa-apa deh, telan saja deh. Ya menurut kami ya karena ada gap di produk dan servis. Nah itu tesis kami. Tapi key-nya apa? Key-nya bukan agamanya. Karena agamanya akan selalu ada. Key-nya adalah bagaimana kita menawarkan produk dan servis yang unggul. Bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah-masalah mereka. Nah jadi ujung-ujungnya apa? Kita harus fokus ke customer.
Nah, customer kan itu kata yang luas ya. Profile mereka juga berbeda-beda loh. Ada yang mungkin sudah berkeluarga, ada yang mungkin masih jomblo, ada yang mungkin sudah ada KPR, ada yang belum, ada yang sudah haji, ada yang belum. Ya kasarnya ada orang kaya, ada middle class, ada orang yang kurang mampu, gitu kan. Nah, sebagai sebuah perusahaan, apalagi perusahaan rintisan ya, kita harus fokus. Kita enggak bisa bilang, oh iya saya akan ada premier banking kayak BCA, saya akan ada private banking kayak DBS, saya juga ingin punya cabang banyak kayak BRI. Nggak bisa, Caranya gimana?
Saya enggak pernah mau bandingin kita dengan bank-bank lain, karena menurut saya fokusnya saja sudah beda. Kalau misalnya kita lihat dari segi strategi, kita lihat dari segi cara marketing, lihat dari segi aplikasinya mereka, itu kelihatan, mereka target segmennya siapa. Yang saya lihat bank digital yang lain, target segmennya adalah orang yang sudah tahu bagaimana cara memakai sistem perbankan. Buktinya kita lihat partnership-nya, partnership-nya itu dengan Grab, GoTo, dengan bunga yang tinggi.
Bunga yang tinggi itu akan terasa kalau punya duit banyak. Kalau misalnya punya Rp 10 miliar bunga 9% ya lumayan, tidur-tiduran di rumah setahun bisa dapat Rp 900 juta. Tapi kalau punyanya Rp 1 juta, dikasih 10% pun cuma Rp 100 ribu. Jadi sudah clear banget di otak saya, oh bank-bank ini tuh fokusnya bukan customer segment saya. Makanya kami selalu fokus jalanin. Ya sudah kita kerja bareng-bareng Alfamart, di mana kita bisa melayani customer segment kami yaitu UMKM, underbank, sama unbank. Caranya gimana? Ya kita ngobrol dengan mereka, mereka kebutuhannya apa, sehingga produk Roadmap dan strategi kita itu sesuai dengan keinginan mereka.
Sebenarnya sudah banyak upaya untuk mendorong ekonomi syariah di tanah air. Nah Bank Aladin ini sebagai bank syariah yang hadir secara digital. Seberapa besar peran digital ini bisa mendorong industri syariah di Indonesia?
Tadi saya bilang pelayanannya tuh kurang bagus dari bank-bank syariahnya. Tapi itu bukan salahnya mereka loh. Kita kan research banyak ya. Kalau misalkan kita compare bank syariah dan bank konven tapi sama BUKU-nya. Jadi BUKU 1 lawan BUKU 1. Nah itu sebenarnya bank syariah itu perform. Jadi 6-7% orang itu sebenarnya dari segi metrik yang investor lihat itu bagus. Jadi bukannya mereka nggak sehat, ya mungkin ada beberapa yang nggak sehat. Tapi kebanyakan oke kok.
Nah tapi yang kedua, kenapa sih performa nggak terlalu oke? Karena gini, kebanyakan dari bank-bank syariah itu adalah unit, di bawah bank konvensional. Kalaupun mereka berdiri sendirian ya mereka masih bank kecil. Nah kalau dulu ya kita mau servis pelanggan itu lewat mana? Ya lewat cabang. Jadi kalau misalnya cabangnya sedikit, investasinya sedikit, uangnya dikit, nggak mungkin pelayanannya bagus. Kalau saya nasabah, saya tinggal di daerah Kebayoran Baru tapi cabang bank syariahnya di Jakarta Timur, ogah banget kan?
Jadi sebenarnya isunya adalah pertama financial capital nya nggak ada. Tidak di-support oleh uang. Artinya kita untuk membangun bisnis butuh investment kan? Nah itu dukungannya kurang. Yang kedua, lebih ke arah orang, nah orang-orang itu karena unit bisnis ya, kan kasarnya di bawah dari banknya gitu, jadi orang pilih yang paling bagus, ya otomatis ke atasnya gitu kan, ke bank konvensionalnya, bukan ke unit banknya.
Banyak orang comply kok perihal makanan, banyak orang comply kok perihal pakaian, banyak orang comply kok perihal kosmetik, tapi kalau misalnya financial services kenapa kok nggak comply semua ya. Nah itu, kita servisnya kurang bagus. Oke gimana caranya kita bisa ngasih servis lebih bagus.
Selain itu uang gitu kan. Nah uangnya itu investment untuk membangun perusahaan. Nah apakah kita akan membangun cabang seperti bank-bank dulu? Ya otomatis jawabannya tidak lah ya. Tapi apakah perlu? Ya masih perlu. Karena ingat segmen kita UMKM, underbank, sama unbank, mereka butuh masih ketemu orang gitu. Ya jadi kita identify siapa sih partner yang sangat strong di sini. Jawabannya kan Alfamart tuh, Alfamart punya hampir 18 ribu toko kok.
Nah teknologi itu mempermudah pelayanan tersebut gitu. Jadi kalau misalnya mau coba apply Bank Aladin ya, nggak harus ke kantor kita, nggak harus ke Alfamart. Tinggal bukan Apple Store atau Google Play Store saja. Lima menit kelar.
Jadi menurut saya tandingnya pas banget. Pemerintah support, teknologi sudah ada, orang sudah terbiasa terus kita juga punya tim yang memang sedikit beda, yang fokus bagaimana menyelesaikan masalah.
Data menjadi faktor penting dalam perkembangan teknologi. Seberapa signifikan data ini dalam pengembangan bank berbasis teknologi seperti Bank Aladin?
Oh iya data is very significant, cuma data signifikan as long as you know how to use it. Jadi kalau misalkan dikasih data terus kita enggak tahu mau diapain datanya ya enggak guna juga gitu kan. Kalau misalkan di Aladin data sangat penting, makanya strategi kita kan kemitraan ya. Strategi kita adalah kita kita partner sama Alfamart, sama BPKH. Nanti berapa minggu lagi kita akan nambah terus kemitraan kita.
Kenapa kemitraan itu menjadi penting? Karena mereka itu memiliki informasi yang lebih daripada orang lain mengenai ekosistem mereka. Informasi dalam hal ini adalah data. Mereka paham behavior-nya mereka seperti apa. Mereka tahu kebiasaannya seperti apa. Interaksi di platform mereka jam berapa, sesering apa atau transaksi apa, lalu jumlahnya berapa, stabil atau enggak, tipe orang yang transaksi setiap hari. Itu mereka semua punya. Jadi kita kerja bareng sama partner kita. Kalian punya customer data punya, kita bisa ekstrak ke financial data. Kalau misalnya kita gabungin itu menjadi sangat powerful.
Tentunya kita akan melakukannya dengan benar ya. Dalam artian eh kita enggak akan share data dengan semena-mena. Kita pasti ada perjanjian in place, datanya juga enggak mungkin data raw, datanya adalah data yang benar-benar usefull. Karena kita harus hati-hati ya. Nah, cuman data itu penting eh data itu kalau misalkan kita bisa pakai. Karena banyak juga data kotor. Banyak juga data yang nggak bisa dipakai.
Bagaimana kinerja perusahaan hingga 2021?
Nah itu harus tunggu report keluarlah. As you know kita itu 2021 belum live. Nanti kalau komisinya sudah lihat laporannya, itu pada dasarnya tahap investment dan pembangunan. Jadi kita tuh kerja keras untuk bangun bank dari nol gitu. Sehingga bisa launching tahun ini.
Untuk pengguna kita belum ada 2021, kita baru diizinkan launching oleh BI itu baru minggu terakhir Desember. Jadi akhir tahun ini tuh dikit banget kita yang libur gitu, kita kayak benar-benar kayak ngejar. Kayak oh kita, kita telepon teman-teman kita yang ada di bank lain, atau yang ada di agregator. Jadi di saat orang lain liburan, kami kerja. Sampai akhirnya bisa launch tahun ini.
Berapa target nasabah Bank Aladin tahun ini?
Tinggi banget, jutaan orang, kalau kalau angka persisnya aku enggak bisa ngomong. Kami yakin karena kita baru kita baru launch dua minggu setengah saja kita punya KYC unique individual account itu sudah 120 ribu. Ini bukan download, ini bukan wallet. Jadi pede banget dong jutaan di akhir tahun nanti.
Berat enggak? Ya pasti berat. Kita harus terus bangun partnership. Kita harus terus bangun produk, berat, berat enggak? Berat banget. Tapi harus PD dong. Kalau nggak PD gimana kita bisa achieve.
Bagaimana strategi Bank Aladin Syariah untuk memenuhi ketentuan regulator terkait modal minimal Rp 3 triliun di 2022?
Tidak ada cara lain selain fundraising. Tapi fundraising-nya dalam bentuk apa, dalam dalam bentuk right issue kah, private placement kah, atau instrumen-instrumen lainnya kita belum bisa bahas. Tapi yang pasti kita akan fundraising. Jadi kita lihat instrumen apa yang paling cocok dengan sikon saat itu.
Akan seberapa banyak fundraising-nya?
Sebanyak-banyaknya. Maaf kalau angka gitu aku susah ngomongnya. Tapi intinya kita nggak hanya harus comply ke OJK tapi kita juga harus ada modal untuk kita bisa pakai untuk investasi. Perusahaan rintisan itu ada pilihan, mau langsung profitable tapi growth-nya kecil atau kita puasa dulu deh profitnya nanti tapi kita growth-nya bisa lebih lebih cepat gitu kan.
Nah kita ini lagi puasa nih. Jadi otomatis kita butuh modal yang sedikit lebih besar daripada ketentuan OJK. Makanya saya jawab ya sebesar-besarnya. Karena kan kita enggak langsung untung.
Dari sisi strategi sebenarnya sektor apa yang disasar Bank Aladin?
Kita ada seperti sektor prioritas, ada negative list jadi ada sektor-sektor yang bahkan kita enggak akan sentuh. Karena satu, itu bertentangan dengan syariah, yang kedua kita kan juga ada ESG standar. Kita intinya enggak cuman menjadi responsible citizen dalam definisi agama, tapi juga dari sisi definisi dunia. Jadi ada beberapa industri yang walaupun mungkin secara syar'i boleh, kita juga nggak ngambil. Karena secara environmental atau social nggak masuk.
Nah tapi dari segi size ya fokus terus-menerus ke mikro, small, sama medium enterprise dan retail.
Tahun lalu saat saham teknologi sedang booming saham Bank Aladin termasuk yang terbang tinggi. Apakah saham turut menjadi fokus manajemen perusahaan?
Bahwa saham itu related dengan banyak hal seperti kondisi pasar US dan market lainnya, tapi Bank Aladin selalu membangun trust dengan para investornya.