Bicara tentang berlomba dengan waktu, Indonesia saat ini juga berlomba dengan waktu. Untuk bisa mencapai target ekonomi tinggi tersebut, untuk bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah, juga mencapai tujuan Indonesia maju di 2045. Termasuk bagaimana kita punya bonus demografi yang waktunya juga tidak banyak lagi. Apa dorongan atau mungkin kontribusi yang disiapkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, upaya sumber daya manusia (SDM) kita bisa siap untuk bisa masuk ke dunia kerja, ke industri yang disiapkan untuk tumbuh lebih besar lagi, mencapai target ekonomi yang diinginkan?
Ini menarik sebenarnya. Selain pemerintah punya target 8%, sebenarnya Pak Presiden Prabowo juga sudah menetapkan prioritas program. Yang pertama, itu terkait dengan kemandirian pangan, ada hilirisasi, dan kemandirian energi. Kami melihat tiga program ini adalah program strategis. Kemnaker harus siap men-support itu.
Jadi, kita concern terkait dengan penyiapan tenaga kerja yang memiliki skill yang dibutuhkan untuk tiga ini. Misalnya, kemandirian pangan, kita akan berbicara misalnya soal operator mesin pertanian. Kami sudah diskusi dengan Kementerian Pertanian, berapa sih kira-kira yang dibutuhkan? Oke, 25 ribu operator, maka kami akan siapkan itu. Kita akan rancang kurikulum pendidikan vokasinya sampai kepada sertifikasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alhamdulillah, sebenarnya dengan Kementerian Pertanian seperti itu sudah kita sepakati. Kita juga nanti lihat dengan hilirisasi seperti apa, kemandirian energi seperti apa. Jadi balik lagi tadi, angka pertumbuhan ekonomi yang besar itu ketika kita lihat program-program prioritas Pak Presiden, nanti dari Kementerian Ketenagakerjaan siap ke sana.
Bahkan, sebenarnya visi besar saya adalah ingin ada sebuah transformasi besar. Yang pertama itu adalah transformasi, kementerian ini bukanlah Ministry of Labour tetapi adalah Ministry of Manpower. Jadi manpower itu kita mengelola manpower, bukan labour. Labour itu mungkin asosiasinya dengan blue collar. Kalau manpower kita sudah berbicara terkait produktivitas, kita sudah berbicara kontribusi dia untuk industri dan seterusnya.
Nah, ini kami menginginkan dengan kita melihat tenaga kerja itu sebagai manpower, bahkan saya ingin dalam beberapa kesempatan seminar itu saya sampaikan, beyond dari people centric, jadi purpose centric. Jadi, bagaimana kita mengarah kepada human potential. Apalagi, sekarang kita berbicara tenaga kerja digital masa depan, itu harus ada shifting, kita melihat mereka sebagai human potential. Di situlah kami melihat kita juga harus mulai masuk ke sana, jadi usaha kita tidak habis dengan upah minimum, kemudian terkait tentang isu-isu yang masih berkutat.
Kita juga ingin bagaimana tadi goals besar kita itu terjadi peningkatan produktivitas, tenaga kerja kita itu juga dipandang sebagai medium to high skill. Sehingga luar negeri juga tertarik dengan talent digital Indonesia, kami yakin peluang itu ada.
Ada target angka berapa penciptaan lapangan kerja atau penyerapan tenaga kerja?
Jadi gini, terkait tentang target pengangguran itu sudah ada di rencana jangka panjang lima tahunan. RPJMN sudah ada. Kalau lapangan kerja itu artinya lintas kementerian, kalau kami sendiri baru tiga mingguan. Saya sudah gaungkan kepada teman-teman, saya mau cerita terkait tentang challenge utama selama ini kami di Kementerian Ketenagakerjaan dalam melakukan pelatihan vokasi.
Jadi, permasalahan pelatihan vokasi kita yang pertama itu adalah miss match. Kalau di bawah pemerintah itu BPVP, Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas. Di Balai Latihan Kerja (BLK) itu dikelola oleh dinas-dinas. Jadi, permasalahan kita miss match. Jadi, miss match itu apa yang ditawarkan, kita fokus di pelatihan dengan kurang perhatian kepada melihat kebutuhannya.
Saya sudah sampaikan, kita akan berangkat dari demand-nya dulu. Petakan demand, baru dari situ kita rancang kurikulumnya dan sertifikasinya. Kalau proses mulai dari pelaksanaan sampai sertifikasi, saya lihat sebagai seorang akademisi, sebenarnya kami sudah punya sistem yang sudah sangat baik. Jadi, lebih kepada miss match.
Yang kedua, tantangan kami itu adalah dari segi akses. Siapa yang selama ini sudah mendapatkan informasi bahwa kami itu punya misalnya platform siap kerja, kami punya paket mungkin 250 ribu pelatihan dalam satu hari. Kita ingin reach out-nya lebih besar, nanti mungkin teman-teman media juga bisa bantu. Berarti, masih banyak masyarakat yang belum tahu, padahal kita menginginkan kesempatan yang sama.
Tantangan kita yang ketiga adalah terkait dengan numbers. Selama ini angka kami itu masih 200 ribu dalam satu tahun, saya sudah bilang tahun depan 2025 kita ingin 1 juta orang latihan. 1 juta orang yang dilatih dalam balai vokasi kami, balai latihan kerja. Kita juga punya BLK Komunitas. Ini angka yang sangat ambisius, target kita seperti itu.
Apakah itu mungkin? Insya Allah mungkin. Kita juga harus bisa melihat nanti, karena yang dilatih itu nanti ada yang pelatihan yang tiga bulan, ada yang satu bulan. Nah, ini yang nanti kita harus lihat, mana sih sebenarnya yang dibutuhkan.
Kalau dulunya 200 ribu, lalu tahun depannya langsung ke 1 juta, terobosan apa yang dilakukan sehingga bisa dilakukan?
Tadi kita berangkat dari demand-nya dulu. Dari demand. Bisa jadi satu hal yang menarik sebenarnya, ketika kalau kita screening inputnya itu lebih baik. Misalnya kita melakukan sinkronisasi dengan SMK.
Selama ini saya lihat ini belum begitu smooth, jadi kita fokus misalnya lulusan SMK, kemudian kita kasih finishing 1 bulan, kemudian kita sertifikasi, selesai. Kalau sekarang asumsinya itu inputnya nol, jadi pelatihan itu mulai dari awal. Di miss match ke hilir dan miss match ke inputnya, itu yang kita coba.
Soal UMP yang tadi sudah sempat disebut. Setiap tahun sih sebenarnya UMP ini jadi fokus. Bagaimana buruh juga tuntutannya selalu di atas dari rumus yang sudah ditetapkan sama pemerintah dan juga pengusaha. Saat ini, sudah bagaimana formula yang ditetapkan?
Memang penetapan UMP itu secara regulasinya harus melewati proses, istilahnya partisipasi aktif dari lembaga yang disebut dengan LKS atau Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional. Di dalamnya ada unsur dari pemerintah, pemerintah itu ada Kementerian Ketenagakerjaan, Kemenko Perekonomian, dari Bappenas itu ada di dalamnya.
Kemudian, ada unsur dari Serikat Pekerja dan ada unsur dari para pengusaha. Ini sampai tadi siang kita masih diskusi untuk keluar dengan satu rumusan. Kami sadar tentu teman-teman dari pekerja mereka punya point of view. Kemudian teman-teman dari point of view-nya, tentu mereka memperjuangkan kesejahteraan dari buruh. Kita sangat sadar itu.
Teman-teman dari pengusaha juga tentu ingin mengawal jangan sampai upahnya kebablasan, sehingga sesudah ditetapkan upah minimum malah membebankan perusahaan. Di sinilah tugas pemerintah sebenarnya, mencari titik temu. Kita punya target, harusnya dalam minggu-minggu ini kita akan keluar dengan peraturan menteri. Penetapan UMP. Tetapi memang tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena adanya putusan MK kemarin. Jadi putusan MK, judicial review, dan termasuk terkait dengan formula.
Atas dasar itulah kami sampaikan, ini kondisinya agak berbeda. Ayo, kita spend effort lebih banyak untuk keluar dengan kesepakatan. Kami berharap, semoga minggu depan kita bisa mengerucut kepada kesepakatan tadi. Di LKS Tripartit Nasional, teman-teman pekerja dengan teman-teman perusahaan.
Berarti formulanya fix berubah ya?
Iya, pasti.
Termasuk alfanya juga, rentang alfa yang diminta?
Pasti berubah. Pasti berubah, karena itu termasuk yang dituntut, dan itu memang yang harus kita ubah.
Sudah disepakati berapa perubahannya?
Masih dalam proses.
Tapi jadi rentang 1-2% itu?
Belum, saya belum bisa sampaikan sekarang.
Atau Prof Yassierli bisa cerita deadlock-nya di mana sejauh ini?
Saya tidak sebutkan deadlock ya. Jadi sampai sekarang kita masih menangkap, oke, teman-teman dari pekerja sekian, teman-teman dari buruh mengawalnya sekian, baru ke situ prosesnya. Kita coba yakinkan, kami optimis titik temunya ada, tapi ini yang nanti kita semoga bisa dekat.
Tapi permintaan 8-10% itu mungkin nggak sih? 8% peningkatan UMP-nya?
Jadi begini, kami sampaikan kepada teman-teman di pekerja ya, kami pemerintah sangat sadar bahwa sudah beberapa tahun kenaikan upah buruh itu kecil. Mereka berharap sekarang momentum untuk naik. Tapi kalau kita langsung angkanya 8-10% misalnya, karena ini namanya nanti upah minimum. Jadi perusahaan apapun, dia tidak boleh lebih kecil dari 8%.
Apakah seperti itu? Itu yang sedang kami challenge mereka. Bagaimana dengan perusahaan yang kemudian mereka sedang punya masalah? Mereka tidak boleh di bawah itu.
Berarti sama dengan waktu kondisi pandemi atau pasca pandemi kemarin? Jadi ada beberapa industri atau perusahaan yang diperbolehkan di luar dari aturan UMP yang sudah diterapkan?
Itu salah satu opsi, walaupun dalam kajian hukum yang namanya upah minimum, ya satu dong. Ini masih bisa jadi solusinya range-nya yang kita perlebar. Karena nanti dari pemerintah hanya keluar dengan range. Nanti gubernur bersama dengan Dewan Pengupahan Provinsi yang kemudian nanti melihat kondisi masing-masing provinsi, kota, kabupaten kan berbeda.
Jadi dari dan sampainya akan lebih luas?
Harapan kita atau bahasanya mungkin sepertinya akan seperti itu.
Sejauh ini diskusinya di berapa?
Kayaknya belum deh, nanti saya menganggap mendahului.
Tapi sampai nggak di 8%?
Belum bisa, saya mohon maaf. Karena nanti dianggap saya mendahului, karena itu nanti hasil kesepakatan kita bersama di LKS.
Kapan itu targetnya akan ditetapkan?
Saya berharap sebelum akhir bulan, sebelum akhir November ini. Kemudian kita keluar, kemudian ada peraturan menteri, kemudian gubernur menggunakan itu sebagai patokan, kemudian nanti kan ada UMP Provinsi, kemudian ada kota kabupaten sebelum nanti untuk diberlakukan di 1 Januari 2025.
Sedikit soal Undang-Undang Tenaga Kerjaan yang direvisi oleh MK. Ada beberapa substansi atau norma yang dikabulkan oleh MK. Dan ini cukup strategis. Ada 7 isu besar, di antaranya ada tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu, tenaga alih daya atau outsourcing, upah dan minimum upah, cuti, PHK, sampai uang pesangon dan uang penggantian hak upah. Bagaimana Kementerian Ketenagakerjaan merespons sejauh ini putusannya?
Yang jelas kan putusan MK itu harus kita taati. Kami melihatnya tadi, dari sekian banyak pasal-pasal yang kemudian terkait, ada isu jangka pendeknya. Jangka pendek itu adalah UMP dan outsourcing sebenarnya. Kemudian ada isu yang kemudian menengah. Bisa jadi kita responsnya itu nanti dengan peraturan menteri ada yang kita akan usulkan. Revisi terkait dengan PP, bahkan sampai big goals-nya itu beberapa diskusi yang bisa jadi adalah ujungnya terkait tentang Undang-Undang Tenaga Kerjaan yang
baru. Tapi ini masih panjang.
Dua tahun, ya?
Itu bukan amar putusan sebenarnya. Jadi, dua tahun itu lebih kepada pertimbangan, gambarannya seperti itu. Mohon doanya, ini journey yang masih panjang.
Dan banyak sekali tugas ya Prof, di awal ini langsung banyak bikin aturan?
Kalau bahasa anak muda, gaspol.
Termasuk juga dengan isu K3 tadi?
Nah, ini kita juga punya tantangan besar. Jadi, salah satu tugas dari kementerian ini adalah membutuhkan pengawasan, termasuk juga aspek keselamatan kerja dan kesehatan kerja. Ini bidang yang saya geluti juga hampir juga 20 tahun saya membantu melakukan survei, melakukan audit.
Kita perlu penguatan di situ, termasuk undang-undang. Jadi sekarang sudah ada undang-undang revisi, rencana sudah masuk kepada rencana untuk revisi Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang K3. Kita juga ada isu terkait pengawas ketenagakerjaan yang secara jumlah itu juga masih terbatas.
Kemudian lebih banyak saat ini itu habis mengelola terkait hubungan industrial, padahal K3 masalahnya kita juga punya isu terkait tentang data kecelakaan kerja di Indonesia, edukasi terkait pentingnya K3. Kalau belanja masalahnya banyak, tapi masalah adalah tantangan. Kami yakin dengan kerjasama, dan
dukungan dari presiden dengan kementerian lain kita bisa tuntaskan.
(eds/eds)