"Dengan masih adanya gonjang-ganjing di luar, maka pemerintah harus menangani defisit transaski berjalan," ujarnya.
Sri Mulyani menerangkan, pada 2016 dan 2017 defisit transaksi berjalan terhadap PDB masih terkendali hanya sebesar 1,82% dan 1,71%. Hal itu lantaran kondisi global yang masih kondusif. Defisit transaksi berjalan masih bisa ditutupi dengan surplusnya transaksi modal dan finansial.
Namun kondisi tahun ini berubah seiring dengan terjadinya gejolak perekonomian global. Pada kuartal I tahun ini saja defisit transaksi berjalan sebesar 2,21% dan kuartal II naik jadi 3,04%.
Penyebabnya, menurunnya surplus pada transaksi modal dan finansial, lantaran anjloknya investasi modal asing di pasar modal dan pasar keuangan. Sementara juga masih terjadi defisit pada transaksi berjalan.
"Untuk semester I tahun ini defisit transaksi berjalan sudah mencapai US$ 13,7 miliar dan hingga akhir tahun diperkirakan mencapai US$ 25 miliar," tambahnya.
Untuk menyiasati hal itu pemerintah meyakini kebijakan menaikan PPH pasal 22 merupakan keputusan yang paling tepat dan memiliki dampak yang cepat. Sri Mulyani memperkirakan impor diakhir tahun akan turun sebanyak 2%.
"Untuk studinya kenaikan 2-4% tarif bea masuk itu impor akan turun 1%. Kalua ini kurang lebih zama dengan bea masuk, maka kita harapkan akan ada penurunan impor sekitar 2%. Karena ada kenaikan 5%-7%," terangnya. (eds/eds)