Di awal tahun 2018 pemerintah memutuskan untuk mengimpor beras dengan izin impor sebanyak 500 ribu ton. Keputusan itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan perhitungan.
Tak berselang lama, pemerintah menambah lagi kuota izin impor sebanyak 500 ribu ton. Alhasil, total impor saat itu ada sebanyak 1 juta ton.
Namun, di bulan Maret pemerintah menambah lagi izin impor sebanyak 1 juta ton. Sehingga total izin impor yang telah dikeluarkan sebanyak 2 juta ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga waktu itu kita menganggap ini masalah, karena konsumsi kita sebulan bergerak 2,3-2,4 juta ton nasional. Bulog kita jaga stoknya bergerak di sekitar 2 juta ton, kalau di bawah 1 juta kita anggap ini masalah," terang Darmin.
"Kenapa? Karena berarti tidak cukup beras dibeli oleh Bulog dari masyarakat, namun tetap pada waktu itu masih ada keyakinan dari kementerian yang bersangkutan bahwa enggak, ini Januari-Februari-Maret produksi beras akan 13,7 juta ton," ujar Darmin.
Alhasil pada rakor tersebut diputuskan impor beras 500.000 ton. Kebijakan ini diambil agar stok beras di gudang Bulog di atas 1 juta ton.
Di sisi lain pemerintah juga menunggu hasil puncak panen raya padi di Maret 2018.
"Maret puncaknya karena akan panen raya, oke. Karena sudah di bawah 1 juta ton stoknya kita putuskan impor pada waktu itu, pada 15 Januari, impornya 500 ribu ton, dengan catatan Maret kita cek lagi pada waktu panen raya. Diputuskan 500 ribu ton, itu pasti gak cukup, tapi katanya produksi Maret bagus, kita tunggu sampai Maret," papar Darmin.
Singkat cerita pada 19 Maret 2018 diadakan rakor lagi dan informasi dari Bulog saat itu persediaan beras di gudang tinggal 590.000 ton, jauh dari batas aman stok beras nasional yaitu 2 juta ton. Menurut Darmin kondisi tersebut artinya Bulog tidak mampu menyerap dari petani dan pasokan ke masyarakat akan terganggu.
Pemerintah sempat memberi solusi mengatasi masalah penyerapan beras oleh Bulog dengan menaikkan harga pembelian gabah maupun beras, namun tetap saja stok beras tidak memadai.
"Maret kita rapat pada tanggal 19, kita cek berapa stok Bulog, tinggal 590 ribu ton, sehingga kita anggap ini barang mulai merah. Bulog tidak mampu membeli artinya tidak tersedia cukup beras di seluruh daerah untuk dibeli. Bahkan waktu itu kita naikkan harga pembelian gabah maupun beras, dengan kenaikan yang biasanya 10 persen fleksibilitasnya, kita naikkan 20 persen supaya bisa beli. Tetap saja stock 590 ribu ton," terang Darmin.
Mengacu pada kondisi itu akhirnya pada rakor 19 Maret diputuskan tambahan impor beras lagi 500.000 ton untuk mendongkrak stok Bulog. Langkah ini diambil karena masa puncak panen raya akan berakhir.
"Di 19 Maret juga kesepakatannya 500 ribu ton lagi, jangan lebih tapi itu keputusan sama-sama. Dengan catatan, masing-masing instansi mengecek, ada beras enggak karena stoknya terlalu kecil. Satgas pangan cek, perdagangan cek, pertanian cek, Bulog cek," jelas Darmin.
Cuma sempat ada masalah pengiriman beras impor hasil keputusan rakor 15 Januari 2018. Beras yang harusnya masuk di Februari justru baru masuk Maret. Ini karena di beberapa negara produsen beras baru masuk masa panen di Maret, dan pembelian melalui proses tender.
Setelah beras impor masuk stok beras Bulog yang tadinya 590.000 ton naik menjadi 649.000 ton. Jumlah ini, menurut Darmin, sudah termasuk dengan pasokan beras dalam negeri.
Karena stok beras Bulog naiknya tak signifikan, maka dalam rakor 28 Maret 2018 diputuskan tambahan impor beras 1 juta ton, sehingga totalnya 2 juta ton beras. Dengan angka 2 juta ton itu artinya stok beras di gudang Bulog aman.
"Waktu itu sepakat oke kalau begitu kita nggak mau ngambil risiko, apalagi informasi ada musim kemarau agak kering, maka diputuskan 28 Maret impor tambahan 1 juta ton. Jadi total 2 juta ton (dari sebelumnya 500 ribu dua kali). Itu harus masuk akhir Juli 2018," tutur Darmin.
Faktanya, kata Darmin, dari 2 juta ton tersebut, sebanyak 200 ribu ton beras impor dari India nggak berhasil disepakati. Alhasil, total impor beras 1,8 juta ton, dan 1,4 juta ton sudah masuk.