Jakarta -
Merebaknya Corona (Covid-19) membuat omzet pengusaha bus anjlok signifikan. Pandemi tersebut membuat aktivitas masyarakat menurun sehingga order bus pun berkurang.
Apalagi pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak mudik walaupun tujuannya baik, untuk mencegah penyebaran Corona. Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan menjelaskan, per 20 Maret 2020, omzet operator bus anjlok 75% dibandingkan periode yang sama 2019.
"Wah (omzet) terjun bebas. (Omzet) Maret 2020 ini baru 23 persennya dari (omzet) Maret 2019. Berarti penurunannya sekitar 77%, ya 75% lah kurang lebih penurunannya. Gede sekali," kata dia saat dihubungi detikcom, Kamis (26/3/2020).
Bahkan selama Maret ini, operator bus tidak bisa bekerja secara optimal. Secara keseluruhan hanya 10 hari mereka bisa bekerja secara optimal. Jika pemerintah benar-benar akan melarang masyarakat mudik maka perusahaan otobus akan kehilangan omzet lebih besar dari yang terjadi hingga hari ini..
"Kalau melihat keputusan pemerintah (berencana melarang mudik), dari sisi aspek bisnis betul ini akan terjadi lost yang sangat besar. Namun secara overall bulan Maret itu efektif kami hanya 10 hari bekerja yang optimal," terangnya.
Pihaknya pun mulai memangkas jumlah armada yang beroperasi karena sepinya jumlah pengguna bus.
"Itu 1 PO (perusahaan otobus) yang dalam kondisi biasa berangkat 25 bus hari ini yang beroperasi tinggal 7-8 bus. Itu pun isinya tinggal 20-25% per bus. Jadi sudah mulai kita lakukan memangkas jumlah armada yang berangkat," tambahnya.
Bagaimana nasib sopir dan kernet bus?
Pengusaha bus menilai imbauan pemerintah agar masyarakat tidak mudik bakal berimbas negatif terhadap sopir dan kernet bus karena mereka dibayar harian. Jika bus tidak beroperasi imbas adanya larangan mudik otomatis sopir dan kernet tidak mendapatkan penghasilan.
Namun, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan memahami imbauan tidak mudik bertujuan untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19). Tapi setiap kebijakan pasti ada konsekuensinya.
"Itu yang berdampak langsung kepada employee, pengemudi, kru ya kan. Kalau bicara staf kan itu menjadi tanggung jawab manajemen. Tapi kalau pengemudi ini kan mereka sebenarnya penggajiannya harian lepas. Jadi begitu mereka beroperasi dapat upah," kata dia saat dihubungi detikcom, Kamis (26/3/2020).
Perusahaan bus, menurutnya bisa saja tetap menjamin hidup para sopir dan kernet jika bus tidak beroperasi imbas imbauan tidak mudik, tapi tidak semua pengusaha mampu melakukan hal itu.
"Mungkin kebijakan masing-masing operator atau otobus bisa memberikan stimulus kepada krunya, pengemudi maupun kernet yang ada di bus itu ya tapi kan mungkin tidak bisa banyak gitu lho," jelasnya.
Pengusaha bus sendiri juga terpukul dengan masuknya wabah corona pada Februari lalu. Penumpang dan bus yang beroperasi pun berkurang.
"Nah per hari ini itu okupansi kami itu tinggal rata-rata 20-30% saja per unit. Dan yang operasi itu tinggal 40% dari total armada. Nah jadi ini sudah ada penurunan yang signifikan," tambahnya.
Pengusaha bus pariwisata paling babak-belur. Klik baca selengkapnya.
Penyebaran Corona (Covid-19) berimbas negatif pada bisnis bus. Kondisi paling parah dialami oleh pengusaha bus pariwisata.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan menjelaskan pada Februari masih ada bus pariwisata yang beroperasi walaupun turun signifikan. Lalu pada akhir bulan tersebut berhenti total.
"Nah yang menarik lagi bus pariwisata itu mulai tidak beroperasi dari akhir Januari. Februari itu yang beroperasi itu tinggal 30%. Akhir Februari awal Maret itu seluruh Dinas memberikan instruksi untuk tidak melakukan perjalanan, study tour, dan lain-lain, itu habis," kata dia saat dihubungi detikcom, Kamis (26/3/2020).
Perusahaan otobus yang bergerak di sektor pariwisata pun tidak tahu bagaimana nasib mereka ke depannya. Posisi mereka saat ini belum bisa dikatakan bangkrut atau gulung tikar. Mereka pun bertahan dengan kemampuan yang ada saat ini karena tidak ada lagi pemasukan.
"Benar-benar nggak beroperasi. Mereka lebih dulu menangis. Nah ini bukan menunggu ya. Ini mempertanyakan nasib mereka gitu," ujarnya.
Pengusaha bus berharap banyak dari pemerintah untuk menolong nasib mereka di tengah ancaman virus corona terhadap kegiatan usaha.
"Nah ini yang kami mohon pemerintah juga tolong bijak terhadap pelaku usaha transportasi yang khususnya berbasiskan bus ini. Seluruh lah, baik angkutan kota, angkutan kota antar provinsi, angkutan bus pariwisata," tambahnya.