Jakarta -
Beberapa BUMN akan mendapat dana talangan dari pemerintah. Dana talangan ini diberikan agar perusahaan pelat merah dapat bertahan di tengah pandemi virus Corona.
Dana talangan sendiri merupakan dana pemerintah yang dipinjamkan ke BUMN. Karena dipinjamkan, perusahaan akan mengganti dana tersebut.
Hingga saat ini, belum ada keputusan final mekanisme penyaluran dana tersebut. Namun, beberapa BUMN telah mengusulkan mekanisme dana talangan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, kondisi BUMN sendiri tertekan dengan adanya Corona. PT KAI (Persero) misalnya, perusahaan yang bergerak di layanan angkutan kereta api memperkirakan kas perusahaan negatif alias minus Rp 3,448 triliun hingga akhir tahun. Anjloknya kinerja perusahaan karena dampak virus Corona yang membuat mobilitas masyarakat terbatas.
Berikut rincian penggunaan dana talangan pemerintah:
1. PT KAI (Persero)
PT KAI (Persero) membutuhkan dana talangan Rp 3,5 triliun. Anggaran dibutuhkan agar kas KAI menjadi positif.
"Rencana penggunaan dana Rp 3,5 triliun akan kami gunakan biaya operasional agar kas positif," kata Direktur Utama KAI DIdiek Hartantyo saat rapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Didiek merinci, dana itu digunakan untuk perawatan sarana perkeretaapian Rp 680 miliar, perawatan prasarana termasuk bangunan Rp 740 miliar, biaya pegawai Rp 1,25 triliun, bahan bakar Rp 550 miliar, dan pendukung operasional lainnya Rp 280 miliar.
"KAI beserta grup itu memiliki pegawai 46 ribu, induk 30 ribu, anak perusahaan ada 6 perusahaan 16 ribu," katanya.
"Ini lah kami tidak akan mengambil kebijakan PHK dan pemotongan gaji maka kami memerlukan likuiditas," tambahnya.
Didiek mengharapkan dana talangan sebesar Rp 3,5 triliun berbentuk pinjaman lunak (soft loan) dengan bunga sekitar 2-3%. Kemudian tenornya selama 7 tahun. Dalam soft loan ini diharapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjuk lembaga di bawahnya.
"Nilainya Rp 3,5 triliun jatuh temponya kami harapkan 7 tahun, instrumennya soft loan kemudian interestnya 2-3%," ungkapnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
2. PT Krakatau Steel (Persero)
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk akan mendapat dana talangan sebesar Rp 3 triliun. Dana talangan itu akan digunakan untuk memberikan relaksasi pembayaran pada konsumen.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menjelaskan, dana tersebut untuk mendukung industri hilir dan pengguna baja. Dia mengatakan, Krakatau Steel saat ini memproduksi baja sampai cold rolled steel (CRC). Sementara, produk baja turunan diolah industri hilir yang kemudian menjadi baja ringan, atap, dan lain-lain.
Saat ini industri hilir dalam kondisi kesulitan karena bisnisnya tergerus. Di saat yang sama, untuk memesan baja ke Krakatau Steel mesti menggunakan bank garansi.
"Di lain pihak Krakatau Steel untuk memesan barang atau mengorder barang harus kepada Krakatau Steel harus persiapkan sejumlah bank garansi atau LC karena memang proses saat ini, proses yang dilakukan untuk memesan barang ke Krakatau Steel harus seperti itu," katanya.
Oleh karena itu, dia mengusulkan dana talangan ini berupa penempatan dana pemerintah pada giro akun special purpose vehicle (SPV). Selanjutnya, Krakatau Steel menjadikan itu sebagai fasilitas dagang (trade facility) yang digunakan untuk membeli bahan baku. Dengan demikian, Krakatau Steel bisa memberikan relaksasi pembayaran.
"Kemudian menjadikan itu trade facility yang kita Krakatau Steel beli bahan baku melalui trade facility yang ada. Kemudian kita memberikan kepada pelanggan kita relaksasi pembayaran. Kita berhitung bisa sampai 90 hari kepada mereka agar mereka bisa putar dan order dari yang mereka butuhkan kami bisa supply," terangnya.
Dia bilang, jika tidak menggunakan LC, Krakatau Steel tidak bisa memesan bahan baku. Oleh karenanya, pihaknya membutuhkan dana talangan untuk memperoleh bahan baku.
"Kalau sekarang mereka pesan tidak pakai LC, kita sendiri tidak bisa mendapatkan bahan baku sehingga kait-mengait, sehingga yang kita butuhkan dana untuk memperoleh bahan baku yang kami akan supply kepada pelanggan kita utamanya industri hilir dan pengguna baja," jelasnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
3. Holding Perkebunan PTPN III
Holding Perkebunan Nusantara PTPN III bakal mendapat dana talangan pemerintah sebanyak Rp 4 triliun. Dana itu akan digunakan untuk peremajaan tanaman (replanting) hingga untuk pemupukan.
Direktur Utama PTPN III Muhammad Abdul Ghani merinci, pihaknya akan meremajakan tanaman sawit dengan biaya per hektare (ha) Rp 92 juta di lahan seluas 4.484 ha. Untuk peremajaan ini total investasi yang dibutuhkan Rp 413 miliar. Kemudian, untuk penyelesaian pemupukan untuk tahun ini. Kebutuhan investasi yang diperlukan sebesar Rp 965 miliar.
"Perlu kami sampaikan salah satu hal yang menyebabkan kinerja PTPN selama katakan 5 tahun terakhir belum bangkit memang tidak melaksanakan pemupukan 100%, rata-rata 60-70%," katanya.
Dana talangan juga akan digunakan untuk perbaikan infrastruktur jalan kebun. Adapun biayanya Rp 100 juta per kilometer (km) dengan total panjang jalan 6.520 km. Untuk perbaikan jalan ini, kebutuhan investasi mencapai Rp 652 miliar.
"Kelapa sawit itu mensyaratkan jalan yang kuat untuk tekanan gardar 7-8 ton. Persoalannya bersamaan panen raya hujan jalan kami masih banyak diperbaiki Rp 652 miliar untuk perbaikan jalan, pengerasan sebenarnya," terangnya.
Selanjutnya, untuk pembelian tanda buah segar (TBS) dengan nilai Rp 208 miliar dan tebu rakyat Rp 607 miliar. Lalu, untuk modernisasi pabrik kelapa sawit Rp 1,1 triliun. "Jadi total Rp 4 triliun," katanya.
Ia mengatakan, skema penyalurannya diserahkan ke pemerintah. Meski begitu, pihaknya akan mengembalikan dana talangan mulai 2028.
"Tentu apa yang kita peroleh dari pinjaman kita harus kembalikan. Dalam simulasi skema kembali ke pemerintah kami merencanakan bahwa pinjaman Rp 4 triliun ini kami kembalikan pokoknya mulai 2028 artinya 2028 kami kembalikan, jalan 3 tahun selesai. Bunganya kami minta pemerintah 2%," tutupnya.
Simak Video "Video Tanggapan Pimpinan MPR Soal UU BUMN Baru: Bukan Berarti Kebal Hukum"
[Gambas:Video 20detik]