Nasib Produksi Pangan RI di Tengah Ganasnya Corona

Nasib Produksi Pangan RI di Tengah Ganasnya Corona

Vadhia Lidyana - detikFinance
Sabtu, 17 Okt 2020 09:30 WIB
Petani melakukan panen di Desa Rancaseneng, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten, Selasa (28/7/2020). Sebanyak 400 hektar sawah panen dengan baik.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Hari Pangan Sedunia 2020 berlangsung di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Produksi pangan jadi tumpuan hidup suatu bangsa, terutama dalam menghadapi ganasnya pandemi Corona.

Khususnya untuk produksi beras, Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan di tahun 2020 ini sebesar 31,63 juta ton. Angka ini naik tipis dari total produksi di tahun sebelumnya yang mencapai 31,31 juta ton. Sementara, total konsumsi beras nasional diperkirakan mencapai 29,37 juta ton pada tahun 2020. Dengan begitu ada surplus sekitar 2,26 juta ton di tahun ini.

Untuk komoditas lainnya, seperti bawang merah, berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan), hingga akhir Agustus 2020 stoknya mencapai 75.896 ton, dengan perkiraan produksi September-Desember 2020 sebesar 286.020 ton. Maka, persediaan ketersediaan bawang merah di periode September-Desember 2020 sebesar 361.915 ton, dan kebutuhannya 327.528 ton. Di akhir Desember 2020, Kementan memperkirakan ada sisa stok bawang merah sebanyak 34.387 ton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari data tersebut, Kementan mencatat tak ada rencana impor untuk komoditas bawang merah di periode September-Desember 2020 ini.

Untuk bawang putih, Kementan mencatat stok hingga akhir Agustus 2020 ialah 99.567 ton. Perkiraan produksi di periode September-Desember 2020 hanyalah sebesar 17.452 ton, namun seluruhnya digunakan untuk benih, bukan konsumsi masyarakat.

ADVERTISEMENT

Untuk itu, Kementan mencatat rencana impor bawang putih September-Desember 2020 ialah sebesar 235.197 ton. Maka, perkiraan ketersediaan bawang putih September-Desember 2020 sebanyak 334.764 ton. Lalu, perkiraan kebutuhan pada periode tersebut ialah 185.221 ton. Maka, sisa stok bawang putih di akhir Desember 2020 diperkirakan sebesar 149.543 ton.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, realisasi impor bawang putih per 15 September 2020 mencapai 370.331 ton, atau 62,76% dari total perkiraan impor 2020 yakni 589.984 ton.

Sementara itu, data BPS menunjukkan, impor bawang putih Januari-September 2020 mencapai 377.366 ton. Angka itu meningkat 29% dari realisasi impor bawang putih Januari-September 2019 yang hanya sebesar 292.423 ton.
Lalu, untuk stok gula hingga Agustus 2020 tercatat sebanyak 1,55 juta ton. Adapun perkiraan redistribusi/realokasi gula pasir di periode September-Desember 2020 sebanyak 842.165 ton. Untuk kebutuhannya di periode tersebut diperkirakan mencapai 921.915 ton. Maka, di akhir Desember 2020 Kementan memperkirakan ada sisa stok hingga 1,47 juta ton.

Dari data tersebut, Kementan mencatat tak ada rencana impor untuk komoditas gula pasir di periode September-Desember 2020 ini.

Namun, selama periode Januari-September 2020, data BPS menunjukkan impor gula mencapai 4,87 juta ton. Angka tersebut menunjukkan kenaikan 57% dari total impor gula pada Januari-September 2019 yang hanya sebesar 3,08 juta ton.

Impor gula pada periode Januari-September 2020 itu sebagian besar berasal Thailand yakni sebesar 1,97 juta ton, lalu dari Brasil 1,15 juta ton, Australia 1,02 juta ton, India 585.801 ton, Afrika Selatan 79.500 ton, dan lainnya 50.412 ton.

Volume impor gula di bulan September 2020 mencapai 490.197 ton, atau meningkat 27% dari volume impor di Agustus 2020 yang hanya sebesar 385.441 ton.

Catatan FAO soal dampak ngeri Corona terhadap ketahanan pangan. Langsung klik halaman selanjutnya

Food and Agriculture Organization (FAO) atau Organisasi Pangan Dunia memprediksi adanya 132 juta orang yang menderita kelaparan di sela peringatan Hari Pangan Sedunia 2020 yang masih di tengah pusaran pandemi virus Corona (COVID-19).

Menurut data FAO, sebelum pandemi menyerang, lebih dari dua miliar orang tidak memiliki akses yang tetap untuk makanan yang aman dan bergizi. Hampir 700 juta orang berangkat tidur dalam keadaan lapar. Sistem pangan dan pertanian global pun tidak berjalan seimbang.

Perwakilan FAO Indonesia Victor Mol mengatakan, sampai hari ini kelaparan masih terjadi, angka kegemukan cukup tinggi, lingkungan rusak, pemborosan makanan cukup marak, serta kurangnya proteksi pekerja sepanjang rantai pangan. Hal itu menjadi ironi di tengah kemampuan memproduksi pangan yang cukup.

Namun, menurutnya pandemi tak jadi halangan untuk kembali membangun sistem pangan dan pertanian global yang baik, yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang menghantui itu.

"Lebih dari sebelumnya, kita membutuhkan inovasi dan kemitraan yang kuat. Setiap orang memiliki peran untuk dilakukan mulai dari pemerintah, swasta hingga individu untuk memastikan makanan sehat dan bergizi tersedia untuk semua ," ungkap Victor dalam keterangan resmi FAO, Jumat (16/10/2020).

Pemerintah pun meluncurkan proyek Lumbung Pangan Nasional atau Food Estate. Langsung klik halaman selanjutnya.

Di tengah pandemi Corona ini, Presiden Jokowi telah memerintahkan sejumlah menterinya untuk membangun lumbung pangan nasional (food estate) di Kalimantan Tengah (Kalteng). Proyek tersebut juga ditujukan pemerintah untuk menghindari ancaman krisis pangan yang pernah dilontarkan Organisasi Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) pada April 2020 lalu.

Lumbung pangan itu akan dibangun seluas 164.598 hektare (Ha) di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas di Kalteng.

Tahap pertama dalam proyek lumbung pangan itu adalah menggarap lahan intensifikasi atau yang sudah memiliki saluran irigasi sekitar 28.315 Ha, yang akan ditanami tahun ini. Tahap itu akan dilakukan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Sementara, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto akan mulai menanam singkong di atas lahan 60.000 Ha.

Syahrul berharap, tak hanya padi dan jagung yang akan ditanam di lumbung pangan ini. Tapi jeruk, kelapa, lalu juga ada ternak itik, budidaya ikan, dan lainnya dipersiapkan.

Selain itu, beberapa waktu lalu Syahrul juga mengatakan proyek lumbung pangan ini akan memberdayakan petani lokal.

Nantinya akan ada kelompok tani yang menggarap lahan seluas 100 hektare. Lalu untuk lahan per 1.000 Ha akan digarap oleh gabungan kelompok tani yang dikorporasikan menjadi lebih besar lagi hingga 10.000 Ha.

"Diharapkan nantinya petani tidak lagi menjual gabah secara murah. Artinya semua harus hilirisasi dan industrinya harus dirancang dengan baik," katanya dilansir dari keterangan tertulis Kementan, Selasa (13/10/2020).


Hide Ads