Ekonomi RI Masih Tahan Dihantam Lonjakan COVID-19 dan PPKM Darurat?

Ekonomi RI Masih Tahan Dihantam Lonjakan COVID-19 dan PPKM Darurat?

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 13 Jul 2021 19:45 WIB
Pemulihan ekonomi nasional di tahun 2021 masih memiliki tantangan besar. COVID-19 masih menjadi faktor ketidakpastian alias hantu pemulihan ekonomi.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Indonesia sedang dihantam oleh lonjakan kasus virus Corona (COVID-19) hingga pemerintah melakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat. Namun perekonomian Indonesia diyakini masih berada di jalurnya meskipun virus Corona mengganas.

"Hal ini terlihat dari meningkatnya indikator konsumsi, manufaktur, dan aktivitas perdagangan internasional. Perbaikan tersebut tergambar dalam pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2021 diprediksi mencapai 3,1-3,3% atau lebih baik dari periode sebelumnya," kata Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI Muhidin M. Said melalui keterangan tertulis, Selasa (13/7/2021).

Begitu pula dengan perekonomian dunia yang disebutnya berangsur pulih seiring peningkatan perdagangan dan manufaktur global serta tren kenaikan harga komoditas dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi Indonesia tidak boleh lengah. Sebab, masih tingginya penyebaran COVID-19 dan kebijakan PPKM Darurat menurut dia akan memberikan dampak terhadap ketidakpastian bagi perekonomian dan pelaksanaan APBN pada paruh kedua tahun 2021.

"Selain itu, kita juga perlu terus mewaspadai dinamika kondisi moneter di Amerika Serikat (AS), yaitu kebijakan tapering off dan kenaikan suku bunga acuan The Fed yang berpotensi menimbulkan dampak ikutan bagi perekonomian nasional, khususnya terhadap nilai tukar rupiah dan suku bunga SBN," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Pada semester I-2021, dia menyatakan nilai tukar rupiah stabil pada angka Rp 14.299 per dolar AS Oleh sebab itu, Bank Indonesia (BI) dirasa perlu terus mengantisipasi kebijakan The Fed dengan cepat dan tepat untuk melindungi nilai tukar rupiah dan stabilitas moneter dalam negeri.

Lebih lanjut, realisasi APBN semester I-2021 dinilainya bisa memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian nasional dan pencapaian APBN hingga akhir 2021.

Membaiknya konsumsi dalam negeri serta peningkatan aktivitas perdagangan internasional diharapkan akan mendorong pertumbuhan penerimaan perpajakan, baik yang bersumber dari pajak maupun kepabeanan dan cukai.

"Begitu pula realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) semester I tahun 2021 mencapai Rp206,9 triliun atau tumbuh 11,4 persen dibandingkan realisasi semester I tahun 2020 yang mencapai Rp 185,7 triliun. Hal ini didukung oleh peningkatan PNBP SDA nonmigas dan pendapatan BLU. sehingga mendorong peningkatan pendapatan negara," papar Said.

Realisasi pendapatan negara semester I-2021, lanjut dia mencapai Rp 886,9 triliun atau 50,9% dari targetnya dalam APBN 2021 atau meningkat 9,1% dibandingkan realisasi semester I-2020. Diharapkan tren positif pendapatan negara akan terus berlanjut pada semester II-2021.

"Begitu pula dari sisi belanja negara, kami melihat terjadi akselerasi belanja negara dalam mendukung penanganan Covid-19 dan mempercepat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Realisasi belanja negara dalam semester I tahun 2021 mencapai Rp 1.170,1 triliun atau 42,5% dari APBN tahun 2021," tuturnya.

Menurut Said, capaian tersebut meningkat jika dibandingkan realisasi semester l-2020 yang mencapai Rp 1.069,7 triliun. Dia berpendapat kinerja belanja pemerintah masih perlu ditingkatkan untuk mendukung berbagai program, terutama penanganan kesehatan dampak pandemi, pelaksanaan vaksinasi, bantuan usaha mikro, dan bantuan sosial.

Mengenai kinerja belanja pemerintah pusat pada semester II-2021, menurutnya sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pelaksanaan program ekonomi nasional dan kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur.

"Strategi fiskal yang bersifat ekspansif konsolidatif dalam menjalankan kebijakan countercyclical dalam APBN 2021 membuat realisasi pertumbuhan belanja negara lebih tinggi dibandingkan pendapatan negara, sehingga menyebabkan realisasi defisit pada Semester I tahun 2021 meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020," papar Said.

Kata dia, defisit anggaran semester I-2021 berada pada kisaran 1,72% terhadap PDB, lebih tinggi dibandingkan defisit dalam semester l-2020 sebesar 1,67% terhadap PDB.

"Strategi ini harus didukung dengan kebijakan pembiayaan anggaran yang fleksibel, prudent, dan efisien untuk menjaga kesinambungan makro fiskal dan komposisi portofolio utang secara optimal," lanjutnya.

"Pemerintah perlu mengoptimalkan sumber pembiayaan yang efisien dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan defisit dan investasi Pemerintah termasuk pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk mengurangi penerbitan utang baru di tahun 2021," sambung Said.

Lebih lanjut, pencapaian dan realisasi program PEN dia anggap sudah berjalan baik, realisasi PEN semester I-2021 sudah menunjukkan kinerja yang cepat yaitu Rp 252,3 triliun atau 36,1% dari pagunya sebesar Rp 699,4 triliun.

Namun ada beberapa klaster yang perlu didorong agar lebih optimal, yakni klaster kesehatan yang baru mencapai serapan sebesar Rp 47,7 triliun (24,6%) dan klaster dukungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan korporasi dengan serapan sebesar Rp 51,3 triliun (29,8%).

"Dengan kinerja lebih baik, pencapaian PEN hingga akhir tahun 2021 akan bisa lebih optimal dibandingkan dengan tahun sebelumnya," tuturnya.

Pemulihan kehidupan masyarakat, menurutnya akan sangat tergantung dari disiplin dan konsistensi seluruh komponen bangsa. Kemudian, akselerasi pemulihan ekonomi nasional akan sangat tergantung dari keberhasilan kebijakan antisipatif penanganan pandemi COVID-19 dalam menjaga momentum pemulihan.

"Langkah-langkah tersebut antara lain adalah, optimalisasi pelaksanaan vaksinasi yang lebih masif dan mencapai terget yang sudah ditentukan, implementasi kebijakan PPKM Darurat yang efektif dalam menghambat penyebaran Virus, penguatan tes, lacak dan isolasi serta peningkatan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol Kesehatan 5M," terang Said.

Selain itu, tambah dia, untuk mengantisipasi lonjakan pasien sedang-berat, pemerintah harus memastikan ketersediaan tempat tidur di ruang perawatan (bed occupancy rate) terpenuhi dan juga tabung oksigen.


Hide Ads