Sebab ada pergeseran dari jenis realisasi investasi. Dari tadinya Indonesia lebih banyak investasi padat karya yang menyerap banyak lapangan pekerjaan menjadi hanya pada modal.
"Dapat kami sampaikan, kalau kita melihat tahun-tahun sebelumnya di 2010 pada saat investasi PMA dan PMDN itu adalah kira-kira Rp 203-204 triliun, rasio per Rp 1 triliun bisa menyerap 5.014 tenaga kerja. Di 2019 pada saat kita mencapai sekitar Rp 806 triliun, penyerapannya tinggal 1.220 kurang lebih," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa artinya, ya ini data loh ya, saya nggak ngarang, artinya yang masuk lebih banyak padat modal. Padat karyanya hilang, itu yang sudah terjadi. Jadi memang ada korelasi bahwa UMP-nya naik maka padat karya yang harusnya jadi bantalan penyerapan tenaga kerja malah menyusut, yang masih bertahan adalah yang padat modal," tambahnya.
Baca juga: Buruh Wanti-wanti UMK Tahun Depan Naik 10% |
Hariyadi menambahkan, pihaknya sejak 2004 atau satu tahun setelah UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disahkan sudah sering mengajukan formula penghitungan upah minimum. Sebab menurutnya aturan itu keluar dia yakin akan berpengaruh kepada realisasi investasi.
"Kami melihat bahwa aturan mengenai masalah pengupahan di UU 13 itu pasti akan membuat penyusutan di penyerapan tenaga kerja," tuturnya.
(das/ara)