Jelang pengumuman besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022 yang dilakukan paling lambat 30 November 2021, polemik langganan muncul. Para buruh meminta ada kenaikan upah minimum tahun depan sekitar 7-10%.
Di sisi lain, para pengusaha tetap meminta penetapan UMK 2022 mengikuti aturan yang ada, yakni Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Pemberdayaan Daerah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Adi Mahfudz menilai permintaan para kaum pekerja itu tidak realistis. Apa lagi dunia usaha hampir seluruhnya mengalami dampak negatif dari pandemi COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adapun realistis atau tidak, tentu saja tidak. Karena mengingat kita dalam kondisi pandemi COVID-19. Tentu dari sisi beberapa sektor usaha kita banyak yang terdampak," ucapnya dalam konferensi pers, Selasa (2/11/2021).
Menurut pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) RI itu, butuh waktu 2-3 tahun bagi pengusaha untuk mengembalikan kondisi seperti sebelum pandemi. Pengusaha juga tengah berupaya untuk menjaga agar tidak ada PHK yang menambah jumlah pengangguran.
"Di sisi lain kita juga mempertahankan pengangguran, saya kira juga banyak yang masih cari kerja. Itu penting menurut saya," tegasnya.
Walaupun tidak secara tegas menjelaskan adanya PHK jika upah minimum naik, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani meyakini polemik pengupahan ini mempengaruhi investasi di Indonesia.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Lihat juga Video: Demo Aliansi Buruh-Mahasiswa di Patung Kuda DKI Usai, Massa Bubar Diri