Kebutuhan kedelai di Indonesia sangat tinggi. Mengingat negara ini memiliki makanan favorit tahu tempe yang bahan baku utamanya kedelai.
Kebutuhan kedelai dalam negeri setiap tahunnya adalah 3 juta ton. Sementara budi daya dan suplai kedelai dalam negeri hanya mampu 500 hingga 750 ton per tahunnya. Untuk mencukupi kebutuhan nasional, pemerintah kemudian melakukan impor.
Bahkan, selama tiga tahun terakhir, impor kedelai pun terus meningkat. Di tahun 2018 impor kedelai mencapai 2,58 juta ton, kemudian jumlahnya naik di tahun 2019 menjadi 2,67 juta ton.
Januari-Oktober 2020, impor kedelai dari AS ke Indonesia. Jumlahnya mencapai 1,92 juta ton dengan nilai transaksi sebesar US$ 762 juta atau sekitar Rp 10,6 triliun.
Sejak kapan impor ini dilakukan?
Dalam catatan detikcom, sebelum menjadi pengimpor, Indonesia sempat swasembada kedelai pada zaman orde baru. Indonesia mulai membuka impor kedelai sejak 1998. Itu berkaitan dengan kesepakatan yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI) dengan IMF.
Kesepakatan itu menetapkan peran Bulog sebagai pengelola persediaan dan harga beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya harus dilepaskan. Hanya beras yang masih bisa dikontrol oleh Bulog.
"Tahun 1998 akhirnya diberikan perdagangan bebas, Bulog tidak lagi menangani dan dilimpahkan ke importir," kata Ketua Umum Gabungan Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin, 5 September 2013.
Selain itu, ada masalah utama yang menyebabkan pemerintah terpaks melakukan impor beras terhadap impor. Produksi kedelai di tanah air terus menurun.
Penurunan dibuktikan salah satunya pada tahun 2015. Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifudin kala itu mengatakan, produksi kedelai pada 1990-1992 yakni mencapai 1,6-1,8 juta ton per tahun.
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "Zulhas Sebut Bulog Mau Impor 350 Ribu Ton untuk Tekan Harga Kedelai"
(zlf/zlf)