Potensi keuntungan perdagangan komoditas kratom ingin dimaksimalkan pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin melakukan rapat internal yang memutuskan pemerintah bakal mengatur perdagangan kratom.
Selama ini tanaman tersebut diekspor secara bebas tanpa diatur pemerintah, bahkan karena tidak adanya standardisasi yang baik, komoditas ini sedang anjlok harganya di pasar.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang mengkoordinir pengaturan tata niaga kratom, menyatakan perdagangan tanaman ini, khususnya yang diekspor ke luar negeri, telah menjadi mata pencaharian bagi 18 ribu keluarga di Kalimantan Barat. Karena potensi ekonominya besar, maka dari itu tata niaganya akan diatur agar potensi keuntungan itu bisa dimaksimalkan.
"Kratom satu sisi potensi ini ada 18 ribu keluarga lebih di Kalbar itu hidupnya bergantung dari kratom. Kemudian pertumbuhan pohon kratom bisa menjadi kekuatan menjaga kelestarian lingkungan, berbeda dengan ganja, kalau dia kan dicabut, kratom ini pohon besar," beber Moeldoko usai rapat internal di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024).
Kratom disebut menjadi komoditas paling menguntungkan daripada karet dan sawit. Hal ini diungkap oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Perkrindo) Yosef.
Dalam catatan detikcom, Yosef pernah menjelaskan dengan modal yang lebih sedikit kratom bisa menghasilkan lebih banyak uang. Dari hitungannya, karet menghasilkan sekitar Rp 1,5 juta per bulan dengan asumsi 1.000 pohon per hektare, dan asumsi kerja 15 hari per bulan. Sementara sawit bisa menghasilkan sekitar Rp 4,5 juta per bulan per satu hektare.
Asumsinya, jumlah panen dalam satu hektare kebun sawit mencapai 2-3 ton dan dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) di kisaran Rp 1.300-1.500 per kilogram. Sementara kratom disebut bisa menghasilkan Rp 25 juta per bulan dengan asumsi 2.500 pohon.
Ada tiga hal yang mau diatur pemerintah. Cek halaman berikutnya.
(ara/ara)