Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) hari ini kembali mengalami penurunan. Sudah kedua kalinya saham BUKA turun hingga menyentuh level auto reject bawah (ARB) atau batas terendah penurunan nilai saham dalam sehari -7%
Mengutip data RTI, Kamis (12/8/2021), saham BUKA berkurang 70 poin atau turun 6,76% ke level Rp 965. Saham BUKA pun tak bisa turun lebih jauh lagi.
Di hari pertama IPO, saham BUKA naik sampai menyentuh level auto reject atas (ARA). Bahkan di hari kedua saham BUKA sudah sempat naik hingga Rp 1.325, sedangkan harga penawarannya di level Rp 850.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Perjalanan Saham Bukalapak |
Lalu apa sebenarnya yang membuat pelaku pasar banyak kepincut saham BUKA? Sementara jika dilihat dari fundamentalnya perusahaan masih mengalami kerugian. Jika dilihat di industri e-commerce, Bukalapak juga dinilai masih memiliki pesaing yang lebih besar.
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai para pelaku pasar yang membeli saham BUKA cenderung karena berburu cuan sesaat saja. Mereka tidak memperdulikan potensi dari perusahaan itu sendiri.
"Sebenarnya bukan potensi, tapi untuk mengambil keuntungan di jangka pendek. Kenaikannya kan cuma beberapa hari, jadi mereka antre beli, terus naik ya ambil untung," ucapnya saat dihubungi detikcom.
Menurut Hans saham BUKA memang tidak cocok sebagai tempat investasi jangka panjang. Beberapa hal menjadi pertimbangannya, termasuk dari sisi fundamental perusahaan.
Sementara Analis CSA Research Institute Reza Priyambada memandang para pelaku pasar banyak yang terhipnotis dengan euforia rencana IPO Bukalapak sebelumnya. Gembar-gembor IPO perusahaan teknologi ini begitu nyaring hingga membuat banyak pelaku pasar kepincut.
"Sebelum IPO Bukalapak ini kan euforianya begitu heboh, pemberitaannya juga terus menerus, sehingga menarik banyak perhatian investor. Kehebohan IPO Bukalapak juga sampai ada yang membuat prediksi nilai saham wajar Bukalapak. Ada juga yang bilang ini e-commerce pionir di pasar modal pertama dan lain-lain. Nah buat investor pemula ini menjadi menarik," ucapnya.
Reza menilai ada juga pelaku pasar yang membeli saham BUKA tidak dengan melalui perhitungan yang dilakukannya sendiri. Mereka cenderung membeli karena aksi korporasi ini ramai diperbincangkan.
Beredar isu investor eksisting 'kabur' lewat IPO. Cek halaman berikutnya.
Isu beredar di pasar pergerakan saham BUKA belakangan ini merupakan bagian dari strategi investor eksisting untuk keluar melalui IPO. Isu itu didasari karena rentetan aksi jual investor asing di saham BUKA.
Sebelumnya juga ada informasi bahwa GIC Private Ltd. melakukan penambahan kepemilikan saham Bukalapak sebanyak 1,6 miliar dengan nilai Rp 1,36 triliun. Menariknya transaksi itu dilakukan pada 5 Agustus 2021. Artinya CIG menambah kepemilikannya sebelum BUKA mencatatkan sahamnya di pasar modal.
GIC merupakan perusahaan yang mewakili pemerintah Singapura (Government of Singapore/GOS) dan Monetary Authority of Singapore (MAS).
Reza menilai apa yang terjadi di saham BUKA saat ini merupakan momentum aksi ambil untung atau profit taking para investor, termasuk pihak asing.
"Kalau bicara exit strategy kita harus lihat dulu datanya, pemegang saham lamanya siapa dan kemudian sudah berkurang berapa. Kita kan belum tahu ini asing yang keluar apakah ini asing yang eksisting atau yang masuk pada saat bookbuilding," tuturnya.
Menurut Reza wajar jika para pemegang saham BUKA saat ini melakukan aksi ambil untung. Sebab saham BUKA sudah sempat naik hingga Rp 1.325 di hari kedua setelah IPO, sedangkan harga penawarannya di level Rp 850.
Lalu ketika melihat para investor asing melakukan aksi jual, investor lokal pun ikut-ikutan ambil untung. Alhasil saham BUKA sekarang terjun ke level Rp 970.
"Mungkin dari sisi pelaku pasar mungkin sedang menunggu bottom-nya untuk mereka masuk lagi," ucapnya.
Sedangkan Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas meyakini bahwa yang terjadi di saham BUKA saat ini memang tengah dilakukan aksi jual oleh pemegang saham eksisting. Bahkan menurutnya mereka memanfaatkan euforia investor ritel.
"Iya asing terus jual sebagai bagian dari exit strategy dalam memanfaatkan minat investor ritel," ucapnya.
(das/ara)