Kinerja fundamental emiten batu bara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), terkoreksi di tiga bulan pertama tahun 2025. Koreksi ini terjadi seiring melemahnya harga batu bara dunia. Di sisi lain, negara tujuan ekspor batu bara Indonesia juga mulai membatasi pembelian lantaran oversupply.
Mengutip laporan keuangan di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), PTBA membukukan laba bersih Rp 391,4 miliar. Angka tersebut mengalami penyusutan bahkan lebih dari setengah laba bersih periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp 790,9 miliar.
PTBA juga membukukan kenaikan beban pokok pendapatan, dari Rp 7,99 triliun menjadi Rp 8,91 triliun di kuartal I 2025. Dengan kenaikan pendapatan sebesar 5,8% menjadi Rp 9 95 triliun, laba bruto PTBA tetap tergerus beban pokok pendapatan, yakni menjadi Rp 1,04 triliun dari Rp 1,41 triliun di kuartal I 2024.
Lesunya kinerja fundamental PTBA juga berdampak pada pergerakan saham perseroan. Secara jangka panjang, RTI Business mencatat pergerakan harga sama PTBA memerah 10,91% sepanjang tahun 2025. Sementara pada pembukaan perdagangan hari ini, Selasa (29/7), PTBA bergerak di zona merah atau melemah 0,41% ke harga Rp 2.450 per lembar saham.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arsal Ismail buka-bukaan soal penyebab rontoknya laba bersih perseroan secara tahunan. Ia menyebut, penurunan laba terjadi akibat fluktuasi harga komoditas dunia yang terjadi seiring meningkatnya eskalasi perang dagang beberapa periode lalu.
"Oh, (laba turun) kan (akibat) internasional harga jualnya yang turun, persentasenya naik. Kalau harga internasional kan kita nggak bisa intervensi. Iya global, jadi uncontrollable lah itu," kata Arsal kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
(ara/ara)