Komisi VII DPR RI berencana memanggil Pemerintah, dalam hal ini Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Pandjaitan mengenai perpanjangan izin ekspor konsentrat. Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan pihaknya menginginkan penjelasan dari Pemerintah terkait perpanjangan izin tersebut.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dalam Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Minerba sudah jelas dikatakan, bahwa semua perusahaan tambang harus terlebih dahulu mengolah produknya sebelum diekspor. Karena itu, dia akan mempertanyakan alasan Kementerian ESDM melonggarkan peraturan ini untuk Freeport.
"Kita lihat apa persyaratan sudah dipenuhi, misalnya kan ada UU Minerba nomor 4 tahun 2009, yang tetap mewajibkan semua perusahaan tambang untuk mengolah dulu produknya menjadi end product di dalam negeri. Tidak boleh lagi mengekspor dalam bahan mentah atau bahan setengah jadi. Maksudnya agar manfaat kekayaan tambang minerba ini, bisa maksimal untuk kebaikan bangsa dan negara," terangnya.
"Cuma satu yang saya revisi, dengan aturan yang sekarang ini tidak secara tegas menyebutkan proses pemurnian (smelter) mestinya dibangun di wilayah daerah penghasil tambang. Maksudnya untuk memperkecil gap pembangunan antara kawasan penghasil tambang yang umumnya di kawasan timur dengan Indonesia bagian barat. Kita dengar bagaimana penjelasan pemerintah nanti di DPR," tegasnya.
![]() |
Hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi VII Satya Yudha ketika dihubungi oleh detikFinance, Minggu (21/8/2016). Komisi VII akan segera melakukan rapat kerja dengan Menteri ESDM. Namun untuk pemanggilan Plt Menteri ESDM, pengganti Arcandra Tahar, Satya mengaku Komisi VII DPR RI masih akan melakukan rapat internal terlebih dahulu.
"Tentunya dalam rapat kerja nanti akan kita tanyakan saat dengan Menteri ESDM," katanya.
"Panggilan pak Arcandra belum diagendakan. Menunggu rapat internal komisi VII dulu," pungkasnya.
Sebelumnya, Dirjen Minerba, Bambang Gatot Ariyono, saat dikonfirmasi membenarkan soal penerbitan surat rekomendasi tersebut. Namun, dia meminta agar penerbitan surat rekomendasi ekspor itu tak dijadikan polemik. Sebab, izin ekspor konsentrat Freeport telah dikeluarkan beberapa kali oleh pemerintah, dengan memegang komitmen Freeport membangun smelter di dalam negeri.
Bila izin ekspor tidak dikeluarkan, maka hasil produksi Freeport akan menumpuk dan ujungnya akan ada penghentian produksi. Pegawai pasti akan berhenti bekerja dan ini akan memiliki dampak secara ekonomi. Freeport juga harus membayar bea keluar dengan ekspor yang dilakukan.
Tak hanya Freeport, PT Newmont Nusa Tenggara juga mendapatkan perpanjangan izin ekspor dari Kementerian ESDM.
"Tidak ada yang salah. Memang tidak perlu dipolemikkan," kata Bambang kepada detikFinance, saat ditanya soal polemik izin ekspor Freeport.
![]() |
Bambang mengatakan, rekomendasi izin ekspor Freeport memang ditandatangani oleh dirinya. Surat rekomendasi tersebut ditembuskan kepada Menteri ESDM yang menjabat saat itu, yaitu Arcandra Tahar. Selain Menteri ESDM, surat rekomendasi juga ditembuskan ke Sekjen Kementerian ESDM, dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.
"Tembusannya kami menyebut Menteri ESDM yang definitif siapa. Tidak tahu Pak Sudirman, tidak tahu Pak Arcandra. Bisa dicek itu menterinya siapa. Itu kan tembusannya kepada menteri," jelas Bambang. (feb/feb)