Komisi VII DPR menerima laporan adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan PT Freeport Indonesia (PTFI). Tak main-main, kerusakan yang ditimbulkan nilainya mencapai Rp 185 triliun.
"Minggu lalu Komisi VII rapat konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana ada temuan dan perlu diperhatikan kita semua. Bahwa ada temuan BPK mereka membahasakan ekosistem yang terkorbankan dari usaha penambangan PTFI ada kerusakan sebesar kalau kemudian direhabilitasi Rp 185 triliun," kata Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu, di DPR Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Menanggapi itu, Direktur Eksekutif PTFI Tony Wenas menjelaskan, angka Rp 185 triliun bukanlah temuan dari BPK. Melainkan, kata dia, hitungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai dasar BPK melakukan audit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menuturkan, BPK memang melakukan audit. Dari audit itu ada 8 rekomendasi yang disampaikan ke PTFI.
"Jadi bisa tanyakan ke IPB. Jadi itu bukan temuan audit, dan tidak direkomendasikan kepada kita. Di situ pun disebutkan bahwa angka ini Rp 185 triliun masih harus dikonsultasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dilihat di laporannya aja," ujarnya.
Tony menuturkan, dari 8 rekomendasi, 6 di antaranya sudah dijalankan oleh PTFI. Dua rekomendasi yang masih dalam proses ialah mengenai Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DLEH) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Mestinya, lanjut Tony, rekomendasi itu bisa cepat diselesaikan.
"Rekomendasi BPK sudah 6 sudah selesai dilaksanakan. Ada 2 hal yaitu soal DLEH dokumen evaluasi lingkungan hidup yang mustinya sudah siap diterbitkan oleh KLHK. Satunya lagi soal IPPKH izin pinjam pakai kawasan hutan yang udah 4 tahun lalu sudah kita masukin. Kita sudah pernah punya izin prinsip memang disuruh diubah ditambah luasannya. Sehingga, kita masukan kembali pada tahun lalu bulan September tahun 2017. Mestinya sudah tidak ada masalah," tutupnya.