Exxon Mobil mengatakan akan cabut dari Rusia, meninggalkan aset minyak dan gas bernilai lebih dari US$ 4 miliar, setara Rp 57,2 triliun (asumsi kurs: Rp 14.300) dan menghentikan investasi baru sebagai akibat dari invasi Rusia ke Ukraina.
Keputusan itu akan membuat Exxon menarik diri dari pengelolaan fasilitas produksi minyak dan gas besar di Pulau Sakhalin di Timur Jauh Rusia, dan membuat nasib fasilitas gas alam cair (LNG) multi-miliar dolar yang diusulkan di sana dalam ketidakjelasan.
"Kami menyesalkan tindakan militer Rusia yang melanggar integritas wilayah Ukraina dan membahayakan rakyatnya," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan yang kritis terhadap serangan militer yang semakin intensif, disadur detikcom dari Reuters, Rabu (2/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana keluarnya Exxon mengikuti lusinan perusahaan Barat lainnya, mulai dari Apple dan Boeing hingga BP PLC, Shell, dan Equinor ASA Norwegia yang telah menghentikan bisnis atau mengumumkan rencana untuk meninggalkan kegiatannya di Rusia.
Sebelumnya, Exxon mulai mengeluarkan karyawan AS dari Rusia, menurut keterangan dua orang yang mengetahui hal tersebut. Jumlah staf yang dievakuasi tidak jelas. Kata salah satu orang yang mengetahui, perusahaan mengirim pesawat ke Pulau Sakhalin untuk menjemput stafnya.
Exxon mengoperasikan tiga ladang minyak dan gas lepas pantai besar yang beroperasi di Pulau Sakhalin atas nama konsorsium perusahaan Jepang, India, dan Rusia yang mencakup Rosneft Rusia. Kelompok tersebut telah memajukan rencana untuk menambah terminal ekspor LNG di lokasi tersebut.
"Bisnis Exxon di Rusia relatif kecil dalam konteks perusahaannya yang lebih luas, sehingga tidak memiliki signifikansi yang sama seperti yang dimiliki BP atau TotalEnergies, jika ingin meninggalkan aset Rusianya," kata Anish Kapadia, direktur energi dan peneliti pertambangan Pallissy Advisors.
Bersambung ke halaman selanjutnya.