Utang pemerintah terus bertambah, hal ini banyak diprotes fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat. Fraksi Partai Nasional Demokrat menyoroti utang pemerintah yang sudah menyentuh hingga Rp 7.000 triliun per tahun 2021.
Sementara itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) menyoroti soal rasio utang pemerintah yang sudah mencapai 40% lebih di tahun 2021.
Di tengah bengkaknya utang pemerintah, subsidi khususnya pada komoditas energi juga ikut membengkak. Lalu, apakah subsidi energi jadi biang kerok kenaikan utang pemerintah dan harus ditahan?
Menurut Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan bisa jadi subsidi energi berkontribusi pada kenaikan utang pemerintah. Pasalnya, kenaikan harga komoditas energi saat ini sedang tinggi-tingginya. Bila penerimaan negara tak cukup membendung subsidi energi, utang jadi solusi satu-satunya.
"Apakah ada kaitannya? Pasti ada korelasi dan hubungannya lah, semakin tinggi subsidi kan beban belanha makin meningkat. Kalau pendapatan negara dari pajak dan dari pendapatan penerimaan lain ya satu satunya solusi mau tak mau terbitkan utang," ungkap Mamit kepada detikcom, Selasa (5/7/2022).
Mamit menilai peningkatan penerimaan pendapatan negara dari pajak dan booming harga komoditas pun tak mampu membendung kenaikan subsidi energi. Maka dari itu utang bisa saja jadi alternatif pembiayaan subsidi.
"Kalau saya lihat penerimaan meningkat ya benar, cuma beban subsidi kan meningkat lebih besar dari penerimaan sektor energi, misalnya dari sektor migas lifting aja terus turun maka pnbp tak akan tinggi. Mungkin bisa ditopang komoditas lain misanya batu bara cuma ya tetap aja nggak signifikan menurut saya," ungkap Mamit.
Melihat fakta-fakta tersebut menurutnya subsidi, khususunya pada sektor energi harus dibuat sangat selektif. Bukan dikurangi jumlahnya, namun harus dikendalikan penerimanya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
(hal/dna)