BI Tantang Inovator-Pengusaha Cari Resep Manjur Kebut Uang Digital

BI Tantang Inovator-Pengusaha Cari Resep Manjur Kebut Uang Digital

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 25 Apr 2022 18:45 WIB
different currencies, money exchange concept, finance and trading
Foto: Getty Images/iStockphoto/anyaberkut
Jakarta -

Bank Indonesia (BI) dan Bank for International Settlements (BIS) resmi meluncurkan G20 Techsprint Initiative 2022. Bagian agenda Presidensi G20 itu adalah perlombaan untuk memecahkan masalah dan tantangan pengembangan mata uang digital bank sentral atau central bank digital currencies (CBDCs).

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan dalam ajang tersebut, pihaknya mengajak komunitas internasional, inovator, pengusaha, pakar, hingga ilmuwan untuk membuat inovasi dalam memecahkan tantangan dalam pengembangan CNBCs.

"Kami mengundang komunitas internasional inovator,pengusaha, pengembang, ilmuwan data, perancang, pemasaran digital dan pakar komunikasi startup untuk menyelidiki dan mengembangkan solusi terbaik untuk beberapa masalah di bidang CBDCs grosir dan eceran," katanya dalam peluncuran G20 Techsprint Initiative 2022 di YouTube BI, Senin (25/4/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perry menjelaskan CBDCs menjadi penting karena saat ini aset digital seperti kripto telah berkembang pesat. Namun, menurutnya untuk kripto masih mengkhawatirkan karena banyak risiko untuk stabilitas keuangan, moneter, keuangan global dan berisiko seperti pencucian uang.

"Jadi, ada kekhawatiran yang berkembang tentang peningkatan dan percepatan perdagangan aset digital di bawah Dewan Pengawas Keuangan," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Saat ini, bank sentral semakin didorong untuk mengembangkan CBDCs. Perry mengatakan telah banyak negara yang mencoba untuk membuat mata uang digital bank sentral itu.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, General Manager of the Bank for International Settlements (BIS), Agustín Carstens, ada tiga tantangan dalam menggarap CBDCs. Pertama, membangun sarana yang efektif dan kuat dalam menerbitkan, mendistribusikan dan mentransfer CBDCs.

"Dibutuhkan kemampuan baru seperti kemampuan program uang yang dapat menghasilkan layanan baru yang inovatif bagi pelanggan. Juga perlu ada peningkatan yang sesuai dalam kebutuhan akan pengawasan untuk memastikan bahwa keselamatan dan keamanan pelanggan tidak terganggu," katanya.

Kedua, mendukung inklusi keuangan yakni kebutuhan akses atau keterjangkauan bank. Menurutnya, hal ini sangat relevan bagi Indonesia yang masih penuh tantangan karena masih ada orang yang minim akses keuangan.

"Kurangnya akses ini tidak hanya memberikan kemiskinan, tetapi juga untuk pertimbangan logistik seperti biaya, jarak perjalanan dan dokumen serta proses yang terlibat dalam pembukaan rekening. Hal ini juga karena kurangnya kepercayaan pada bank dan lembaga keuangan lainnya," jelasnya.

Ketiga, interoperabilitas CBDC. Agustín mengatakan hal itu adalah lemen kunci dalam meningkatkan pembayaran lintas batas seperti CBDCs.

Menurutnya, bank sentral dapat memainkan peran katalis penting dalam mendukung interoperabilitas, yakni membantu meningkatkan dan mengaktifkan koneksi serta keterkaitan dalam sistem pembayaran, meningkatkan konektivitas

"Bagi saya interoperabilitas antara berbagai jenis sistem pembayaran dan lintas batas dapat menyebabkan lebih banyak persaingan, layanan yang lebih baik, dan biaya yang lebih rendah," tuturnya.

Senada dengan Perry, Agustin juga meminta para peneliti teknologi hingga inovator dari seluruh dunia untuk memecahkan berbagai masalah dan tantangan bank sentral dalam menembangkan CBDCs.

"Kami membutuhkan semua bantuan yang dapat Anda berikan. Kami memiliki bank, Indonesia dan para VIP ingin terlibat dengan Anda dan menggunakan inisiatif global ini untuk memanfaatkan solusi inovatif untuk masalah ini," tutupnya.


Hide Ads