-
Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China akan memberi dampak pada Indonesia. Salah satunya ialah gempuran baja dari China.
Hal tersebut terjadi karena AS menerapkan bea masuk pada impor baja dan alumunium. Sementara, China yang kesulitan menembus AS bakal mencari tempat lain untuk menjual bajanya.
Indonesia menjadi sasaran yang empuk bagi baja-baja tersebut. Sebab, Indonesia memiliki pasar yang besar. Apa lagi, pemerintah juga sedang rajin membangun infrastruktur.
Para pengusaha pun ketar-ketir karena gempuran baja tersebut. Lantaran, China bisa menjual baja dengan harga murah.
Kenapa China bisa jual baja murah? Kenapa Indonesia mesti impor baja? Berikut ulasannya.
Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Hidayat Triseputro mengatakan, gempuran baja murah sebenarnya menjadi kekhawatiran para pengusaha sejak 5 tahun terakhir.
"Sebetulnya baja murah mengancam kita 5 tahun terakhir, kenapa baja kita 5 tahun terakhir bisa dikatakan suffering. Karena memang intens dan masif sekali, itu dengan model-model praktik seperti dumping China itu," kata dia kepada
detikFinance di Jakarta, Selasa (26/3/2018).
Pengusaha sedikit lega di tahun 2017. Sebab, baja China mengalami kenaikan harga dan baja lokal bisa bersaing.
"Tahun 2017 sedikit agak membaik karena China menaikkan harga. Sehingga tahun 2017 sedikit recovery," ungkapnya.
Namun, tak berlangsung lama. Kata dia, AS sendiri dibuat gerah dengan serbuan baja China. Alhasil, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menerapkan bea masuk untuk baja dan aluminium. Sehingga China mencari pasar lain salah satunya ke Indonesia.
Hidayat Triseputro mengatakan, Indonesia bakal menjadi sasaran baja murah China. Sebab, Indonesia memiliki pasar yang besar.
"ASEAN terbesar pasarnya adalah Indonesia. Kekhawatiran kita semua. Termasuk pemerintah yang jelas mengkhawatirkan itu," kata dia.
Dia mengatakan, hal itu ditambah dengan proyek infrastruktur pemerintah yang masif. Hal itu menjadikan Indonesia sasaran empuk penjualan baja China.
"Iya betul, itu salah satunya (kenapa baja China bakal ke Indonesia). Orang di dunia tahulah membangun dengan gencar, membangun infrastruktur yang masif," sambungnya.
Hidayat Triseputro mengatakan, baja China sendiri bisa lebih murah 28% dari harga pasar. Baja murah ini yang membuat baja dalam negeri sulit bersaing.
Dia menjelaskan, baja China bisa murah karena Pemerintah China memberikan insentif berupa potongan pajak (tax rebate) bagi pengusaha yang melakukan ekspor. Ekspor ini ditujukan kepada pengusaha yang mengekspor baja paduan (alloy). Baja paduan sendiri ialah baja khusus yang biasanya digunakan untuk rel kereta api, komponen alat berat, dan lain-lain.
"China melakukan tax rebate untuk baja tertentu. Ini masuk ke kategori kita baja alloy, baja-baja khusus. Baja paduan bahasa Indonesia-nya," kata dia.
Potongan pajaknya pun tak main-main, kata dia hingga 13-15%. Baja paduan juga bebas bea masuk dari Indonesia. Sebab, Indonesia belum bisa memproduksi baja paduan.
Namun begitu, jalur insentif pajak baja paduan ini menjadi celah bagi baja karbon. Baja ini, lanjutnya, digunakan untuk keperluan konstruksi bangunan.
"Dia masuk jalur baja paduan tadi. Padahal baja paduan tadi bea masuk 0% karena Indonesia baja alloy yang benar belum bisa produksi. Melalui jalur itu, baja yang untuk konstruksi, baja karbon itu sudah bebas bea masuk, dapat tax rebate sehingga harganya menjadi unfair ini yang kita perangi," jelasnya.
"Memang pencegahan impor tidak mudah karena melarikan melalui baja alloy tadi. Pengalihan HS number dari baja karbon ke baja alloy. Sehingga, mereka tidak kena bea masuk, kemudian dapat tax rebate. Sehingga potensi banjir susah, harus waspada itu," sambungnya.
Tidak berhenti di situ, pengalihan itu membuat baja karbon terlepas dari pajak karbon. Pemerintah China sendiri menerapkan pajak baja karbon sebesar 15%.
Hidayat bilang, dengan kondisi itu baja China bisa lebih murah hingga 28% dengan hitungan karena adanya insentif pajak dan bebas pajak karbon.
"Dia bisa melarikan diri pajak bajak karbon 15%, itu dipajaki oleh China 15%. Dia sembunyiin lolos sehingga bebas 15%, pajak ekspor tapi malah dapat diskon 13%, total 28% bedanya," ujar dia.
Indonesia membutuhkan baja sebesar sebesar 14 juta ton dalam setahun. Kebutuhan tersebut dipenuhi dari produksi dalam negeri maupun impor.
Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Hidayat Triseputro menerangkan, sebanyak 25-30% berasal dari impor. Baja yang diimpor ini ialah baja paduan (alloy steel) atau baja khusus yang tidak bisa diproduksi di Indonesia. Baja tersebut biasanya digunakan untuk rel kereta maupun komponen alat berat.
"Dari konsumsi tahunan 14 juta ton. Kurang lebih 25-30% kita belum bisa memproduksi itu. Istilahnya non-accessible market. Karena memang tidak fokus ke sana," ujar dia.
Dia menuturkan, sisanya sebanyak 70-75% merupakan baja konstruksi. Baja-baja ini bisa diproduksi di Indonesia.
Namun demikian, dia mengatakan dari 70-75% tersebut hanya 40-45% yang dipenuhi oleh industri dalam negeri. Lagi-lagi, sisanya dipenuhi oleh impor.
"Yang 75% sisanya kesempatan dong dari 14 juta tapi kenyataannya dari 75% itu kita hanya memasok sekitar 40-45%, sisanya impor," ujar dia.
Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) menyatakan, untuk konstruksi berat para kontraktor menggunakan baja impor. Sebab, baja tersebut belum bisa diproduksi di dalam negeri.
Ketua AKI Budi Harto menerangkan, konstruksi berat yang dimaksud seperti jembatan dan rel kereta. Dia menyebut, impor baja tersebut salah satunya dari China.
"Yang konstruksi berat menggunakan baja bisa datang dari China, Korea, Jepang," kata dia kepada detikFinance, di Jakarta, Selasa (26/3/2018).
Pihaknya tak khawatir akan kualitas baja China. Sebab, baja yang digunakan untuk konstruksi mesti melewati pengujian."Kalau kualitas ada standarnya ujinya, semua diuji," ungkapnya.
Dia menambahkan, selain karena belum diproduksi di dalam negeri, penggunaan baja China karena harganya yang relatif murah. Sehingga, menggunakan baja impor tersebut.
"Kalau kaya rel, di samping harga (murah), ketersediaan kita belum ada produksi," sambungnya.
Menurut Budi, penggunaan baja impor China tidak hanya pada proyek swasta. Namun, juga terdapat pada proyek pemerintah.
"Pemerintah banyak, swasta banyak, misalnya kaya rel itu kan China juga," ujar dia.
"Dia produksi besar-besaran ketersediaan lebih mudah," tutup dia.