Petani Tembakau Tuntut Kenaikan Cukai Rokok Hanya 15%

Petani Tembakau Tuntut Kenaikan Cukai Rokok Hanya 15%

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 05 Nov 2019 06:03 WIB
Petani Tembakau Tuntut Kenaikan Cukai Rokok Hanya 15%
Foto: Demo Petani Tembakau di Depan Kementerian Keuangan, (Vadhia Lidyana/detikFinance)

Sekitar 400 petani yang tergabung dalam APTI Jabar menggeruduk kantor Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemarin. Selain kenaikan cukai rokok, ada dua hal lain yang diprotes APTI Jabar

Pertama, terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang diatur dalam PMK nomor 222 tahun 2017. Dalam aturan tersebut, Didi mengatakan, petani meminta agar DBH CHT yang diperuntukkan untuk petani dan juga untuk program kesehatan di Pemerintah Daerah (Pemda) dibagi rata, yakni 50% dan 50%. Didi mengungkapkan, dalam regulasi tersebut diatur DBH CHT untuk kesehatan minimal 50%. Dalam implementasinya, DBH CHT untuk kesehatan dapat tembus hingga 90%, dan untuk petaninya hanya 10%.

"DBH CHT kan dibagi dua, untuk kesehatan dan untuk petani. Pembagian PMK yang sekarang itu kan paling sedikit 50% untuk kesehatan. Jadikan 50-50% lah, jadi ada untuk petani. Tapi kalau paling sedikit itu petani kan hanya 10%. Makanya kami minta pembatasannya jangan minimal, tapi maksimal," terang Didi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, terkait volume impor tembakau di industri. APTI meminta agar pemerintah membatasi impor tembakau agar tembakau petani dalam negeri bisa terserap lebih banyak dan harga tak anjlok.

"Impor tembakau yang besar-besaran masuk ke kita, makanya harga tembakau kita turun karena dilanda impor. Itu kebanyakan di Jawa Tengah (Jateng), di pabrik-pabrik rokok. Kalau impor terlalu banyak otomatis harga tembakau lokal akan turun," papar Didi.

Mengenai tuntutan APTI soal serapan tembakau petani, Heru mengatakan bahwa pemerintah akan berupaya meningkatkan serapan hasil tembakau petani rakyat. Dalam hal ini, serbuan impor hasil tembakau juga akan dikendalikan pemerintah, sehingga serapan hasil tembakau petani meningkat.

"APTI ini concern dengan serapan. Dan pemerintah sebenarnya sudah merespon dari rapat-rapat teknis yang insyaallah dari 1-2 pertemuan ini akan selesai. Dan pemerintah sesuai arahah Presiden akan memperhatikan petani melalui serapan produksi. Yang kedua tentunya ini bisa dikaitkan dengan volume impor. Kita akan mengatur volume impor dan memastikan produksi petani bisa diserap," ungkap Heru di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (4/11/2019).

Dalam mengatur volume impor tembakau ini, Heru mengatakan pihaknya perlu berkoordinasi dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait.

"Ini akan kita atur melalui formula yang terintegrasi antara K/L. Karena ada kepentingan petani, industri, dan juga perdagangan," ujar dia.

Selanjutnya, mengenai DBH CHT yang diatur dalam PMK 222 tahun 2017, Heru mengungkapkan pihaknya akan merilis PMK baru, yaitu PMK 139 tahun 2020. Dalam PMK 139 tersebut, formulasi DBH CHT akan berbeda dan Pemerintah Pusat akan mengawasi Pemerintah Daerah (Pemda) dalam mengatur DBH CHT.

"Yang kedua terkait dengan aspirasi untuk mendapatkan porsi yang proporsional dari dana bagi hasil cukai tembakau maka sebenarnya pemerintah melalui PMK 139 yang berlaku tahun depan itu sudah memodifikasi formulanya. Dan yang sebelumnya menyerahkan sepenuhnya kepada Pemda, jadi nanti akan mulai ada penilaian-penilaian dari kementerian terkait tentang peruntukkan DBH itu," jelas Heru.


(ang/ang)
Hide Ads