Namun Erick mengatakan, tidak menutup kemungkinan pihak swasta bisa melakukan impor vaksin COVID-19 di beberapa tahun mendatang. Sebab kebijakan itu merupakan aturan pengadaan vaksin COVID-19 tahap pertama.
"Nanti ada kebijakan sendiri mungkin di 2022 atau 2023 ketika mayoritas penduduk Indonesia sudah divaksin. Bukan tidak mungkin keterlibatan swasta bisa dilebihkan, yaitu misalnya bisa mengimpor vaksin sendiri dengan berbagai merek. Tetapi tentu pada tahap awal untuk mengurangi kebingungan atau program satu data ini bisa kita jaga," ucapnya.
Meski begitu Erick menegaskan, sejak awal pihaknya akan terus menggandeng swasta dalam proses vaksinasi COVID-19. Mulai dari produksi, distribusi hingga vaksinasi dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erick menjelaskan, Indonesia selain memproduksi vaksin COVID-19 melalui pengembangan Vaksin Merah Putih, juga diminta untuk melakukan produksi vaksin untuk beberapa merek dari luar negeri.
"Jadi kita akan dijadikan hub untuk produksi vaksin. Sementara tahun 2022 kurang lebih ada 100 juta order yang harus kita produksi. di akhir 2021 kurang lebih ada 40 juta dosis. Sedangkan kalau kita lihat seperti vaksin Sinovac itukan bahan baku yang harus kita produksi. Jadi inilah kerjasama swasta kita akan libatkan di produksi vaksin," ucapnya.
Begitu juga dengan distribusi vaksin COVID-19. Erick mengakui BUMN tak bisa sendiri melakukan distribusi vaksin COVID-19 yang harus dijaga dalam suhu 2-8 derajat celcius.
(das/fdl)