2 Kendala Penyaluran Pupuk Subsidi, Apa Saja?

2 Kendala Penyaluran Pupuk Subsidi, Apa Saja?

Vadhia Lidyana - detikFinance
Selasa, 19 Jan 2021 20:30 WIB
Memasuki musim tanam awal tahun 2021, PT Pupuk Indonesia (Persero) menyiapkan stok pupuk subsidi dan non subsidi untuk petani.
Ilustrasi/Foto: Dok. Pupuk Indonesia
Jakarta -

Alokasi pupuk bersubsidi tahun 2021 telah ditetapkan pemerintah sejak awal Januari 2021. Pupuk bersubsidi itu kemudian disalurkan oleh Pupuk Indonesia Holding Company (Persero) kepada petani.

Namun, PIHC menemui kendala dalam menyalurkan pupuk bersubsidi tersebut. Tak hanya itu, Komisi IV DPR RI menilai ada kendala lain yang menghambat penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, sehingga petani sulit memperolehnya.

Pembahasan terkait penyaluran pupuk bersubsidi itu dilakukan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, PIHC, dan Himpunan Bank-bank Negara (Himbara). Berdasarkan hasil RDP itu, ada 2 kendala dalam penyaluran pupuk bersubsidi ke petani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Pemda Telat Terbitkan SK Pupuk Bersubsidi

Direktur Utama PIHC Ahmad Bakir Pasaman mengatakan, pihaknya menemui kendala dalam menyalurkan pupuk bersubsidi. Kendalanya yakni lambatnya penerbitan Surat Keputusan (SK) alokasi pupuk bersubsidi 2021 di level pemerintah daerah (Pemda), terutama di tingkat kabupaten/kota.

ADVERTISEMENT

Ia memaparkan, ada 217 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK sampai 15 Januari 2021. Selain itu, masih ada dua provinsi yang belum menerbitkan SK yakni Kalimantan Utara (Kaltara) dan DKI Jakarta.

Ia menegaskan, pihaknya bergantung terhadap SK pemerintah pusat maupun daerah dalam penyaluran pupuk subsidi setiap tahunnya.

"Permentan untuk penyaluran pupuk tentunya kami tergantung pada SK Mentan. Kemudian juga SK Dinas Provinsi, dan SK Dinas Kabupaten. Jadi Permentan 49/2020 tentang HET dan alokasi pupuk bersubsidi itu terbit tanggal 30 Desember 2020, dan kami terima tanggal 1 Januari 2021," ujar dia.

Dengan keterlambatan penerbitan SK di tingkat Pemda, maka Pupuk Indonesia mengalami kendala dalam penyaluran pupuk subsidi.

"Ini yang menyebabkan kami agak terkendala dalam menyalurkan karena belum menerima SK kabupaten," ungkap Bakir.

2. Kartu Tani

Kartu Tani adalah program pemerintah yang salah satu kegunaannya untuk menyalurkan pupuk bersubsidi ke petani. Untuk bertransaksi menggunakan Kartu Tani itu, diperlukan mesin EDC dan jaringan internet.

Pemerintah sendiri menargetkan Kartu Tani bisa diimplementasikan secara bertahap di seluruh wilayah Indonesia pada 2021 ini. Namun, Anggota Komisi IV DPR dari fraksi PAN Haerudin meminta implementasi Kartu Tani ditunda sampai semua sarana dan prasarana penunjangnya siap.

Ia meminta agar pemerintah tak terus-menerus melakukan uji coba Kartu Tani, karena menyulitkan petani yang membutuhkan penyaluran pupuk bersubsidi.

"Kalau ditanya hari ini Kartu Tani, pasti kita menjawab gagal, distribusi apakah lancar, pasti tidak lancar. Kalau ditanya hari ini petani langka pupuk, pasti jawabannya

langka pupuk, itu faktanya. Sementara sederet apa yang disampaikan semua sempurna. Seolah-olah petani kita sudah mendapatkan pupuk. Lebih bijaksana kalau saya sampaikan e-Kartu Tani itu ditunda sementara sampai sarana dan prasarana siap," kata Haerudin.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi dari fraksi Golkar mengatakan, Kartu Tani juga tak bisa didapatkan para petani yang hanya menyewa lahan. Sementara, mereka sangat membutuhkan pupuk bersubsidi.

"Di Jawa Barat sawah terbentang luas dari arah Bekasi sampai Cirebon. Itu pemilik lahannya memang rata-rata 5 Ha ke atas. Tapi rata-rata mereka tidak garap sawah. Disewakan, dengan uang sewa 1 Ha 2 ton dibayarnya. Pertanyaannya adalah apakah yang sewa itu punya Kartu Tani? Tidak akan punya, karena dia bukan pemilik lahan," tutur Dedi.

Faktanya, berdasarkan data Himbara selaku pihak yang mengelola program Kartu Tani, baru segelintir petani yang menggunakan kartu tersebut. Selama tahun 2020 Himbara mencetak 12,46 juta Kartu Tani. Namun, yang sudah dibagikan baru 59% atau 7,28 juta, dan penggunaannya baru mencapai 25% atau 1,84 juta kartu.

Lalu, Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Perekonomian Ismarini mengatakan, penggunaan Kartu Tani masih ada kendala, terutama terkait kurangnya bimbingan Pemda terhadap petani.

"Di 2020 itu, target implementasi di Jawa dan Madura 65% untuk Kartu Tani. Kenyataannya memang kita tidak bisa mencapai ini. Dari target 65%, hanya 12% yang bisa menggunakan Kartu Tani. Beberapa kendala, pada saat menganalisis kami melihat ada kurangnya pemerintah daerah terhadap implementasi Kartu Tani," jelas Ismarini.


Hide Ads