Alokasi pupuk bersubsidi tahun 2021 telah ditetapkan pemerintah sejak awal Januari 2021. Pupuk bersubsidi itu kemudian disalurkan oleh Pupuk Indonesia Holding Company (Persero) kepada petani.
Namun, PIHC menemui kendala dalam menyalurkan pupuk bersubsidi tersebut. Tak hanya itu, Komisi IV DPR RI menilai ada kendala lain yang menghambat penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, sehingga petani sulit memperolehnya.
Pembahasan terkait penyaluran pupuk bersubsidi itu dilakukan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, PIHC, dan Himpunan Bank-bank Negara (Himbara). Berdasarkan hasil RDP itu, ada 2 kendala dalam penyaluran pupuk bersubsidi ke petani.
1. Pemda Telat Terbitkan SK Pupuk Bersubsidi
Direktur Utama PIHC Ahmad Bakir Pasaman mengatakan, pihaknya menemui kendala dalam menyalurkan pupuk bersubsidi. Kendalanya yakni lambatnya penerbitan Surat Keputusan (SK) alokasi pupuk bersubsidi 2021 di level pemerintah daerah (Pemda), terutama di tingkat kabupaten/kota.
Ia memaparkan, ada 217 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK sampai 15 Januari 2021. Selain itu, masih ada dua provinsi yang belum menerbitkan SK yakni Kalimantan Utara (Kaltara) dan DKI Jakarta.
Ia menegaskan, pihaknya bergantung terhadap SK pemerintah pusat maupun daerah dalam penyaluran pupuk subsidi setiap tahunnya.
"Permentan untuk penyaluran pupuk tentunya kami tergantung pada SK Mentan. Kemudian juga SK Dinas Provinsi, dan SK Dinas Kabupaten. Jadi Permentan 49/2020 tentang HET dan alokasi pupuk bersubsidi itu terbit tanggal 30 Desember 2020, dan kami terima tanggal 1 Januari 2021," ujar dia.
Dengan keterlambatan penerbitan SK di tingkat Pemda, maka Pupuk Indonesia mengalami kendala dalam penyaluran pupuk subsidi.
"Ini yang menyebabkan kami agak terkendala dalam menyalurkan karena belum menerima SK kabupaten," ungkap Bakir.