Tarik Ulur Aturan Label BPA, Isu Kesehatan Vs Bisnis Triliunan Rupiah

Tarik Ulur Aturan Label BPA, Isu Kesehatan Vs Bisnis Triliunan Rupiah

Yudistira Imandiar - detikFinance
Selasa, 04 Okt 2022 17:46 WIB
Proses isi ulang air mineral di pabrik mungkin membuat sebagian orang penasaran. Hal ini menjadi penting untuk memastikan proses produksi secara higienis dan terjaga.
Foto: Dok. Danone Indonesia
Jakarta -

Polemik pelabelan BPA di galon air minum guna ulang masih bergulir. Sejumlah studi menunjukkan potensi bahaya migrasi senyawa BPA dari galon guna ulang yang membahayakan kesehatan masyarakat.

Ada sekitar 130 studi yang melaporkan efek berbahaya dari BPA, antara lain menyebabkan kanker payudara, pubertas dini, penyakit jantung, infertilitas, katalisator penyakit saraf, dan obesitas. Hal itu membuat sejumlah negara melarang penggunaan plastic BPA.

"Jepang sudah meninggalkan plastik BPA dan beralih 100% ke plastik PET untuk kebutuhan kemasan di negeri itu," kata pengajar dan peneliti Fakultas Teknik Universitas Indonesia Prof. Mochamad Chalid seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Selasa (4/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Chalid menambahkan industri air minum di Jepang menggunakan plastik berbahan Polyethylene Terephthalate (PET). Plastik jenis itu dinilai relatif aman untuk kemasan makanan dan botol minuman.

"Tidak ditemukan pelepasan senyawa antimon berbahaya dalam kemasan plastik PET. Di sisi lain, juga belum ditemukan adanya indikasi munculnya endokrin disruptor (senyawa yang bisa mengganggu sistem hormon tubuh, seperti yang terkandung dalam plastik BPA) dalam penggunaan plastik PET," papar Chalid.

ADVERTISEMENT

Terkait migrasi senyawa BPA dari galon guna ulang, sepanjang tahun 2021-2022 survei lapangan BPOM menemukan migrasi BPA pada AMDK galon guna ulang di enam daerah seperti Jakarta, Bandung, Manado, Banda Aceh, Aceh Tenggara dan Medan. Migrasi BPA ditemukan pada tingkat berbahaya untuk dikonsumsi terus menerus, karena sudah melampaui ambang batas 0,60 bpj.

"Pada uji sampel post-market yang dilakukan pada 2021-2022 dengan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan," sebut Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang.

Rita menerangkan survei lapangan BPOM dilakukan di sarana produksi maupun peredaran air minum dalam kemasan (AMDK) galon BPA. Hasil survei lapangan itu menemukan 3,4% sampel di sarana peredaran tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA, yakni 0,6 bpj.

Kemudian ada 46,97% sampel di sarana peredaran dan 30,91% sampel di sarana produksi yang dikategorikan 'mengkhawatirkan', atau migrasi BPA-nya berada di kisaran 0,05 bpj sampai 0,6 bpj. Ditemukan pula 5 persen di sarana produksi (galon baru) dan 8,67 persen di sarana peredaran yang dikategorikan 'berisiko terhadap kesehatan' karena migrasi BPA-nya berada di atas 0,01 bpj.

Bersambung ke halaman selanjutnya. Langsung klik

Rita mengatakan BPOM telah melakukan kajian paparan BPA dengan hasil bahwa kelompok rentan pada bayi usia 6-11 bulan berisiko 2,4 kali, sementara anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok usia dewasa 30-64 tahun.

"Kesehatan bayi dan anak merupakan modal paling dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing yang merupakan salah satu tujuan RPJMN 2020-2024," cetus Rita.

BPOM juga melakukan kajian kerugian ekonomi dari dampak masalah kesehatan akibat BPA yang bermigrasi dari galon ke dalam air kemasan. Pada sistem reproduksi pria dan wanita, BPA merupakan endokrin disruptor, yaitu zat kimia pengganggu fungsi hormon normal, seperti infertilitas atau gangguan kesuburan.

Mengutip hasil studi Cohort di Korea Selatan pada 2021, ada korelasi peningkatan infertilitas pada kelompok tinggi paparan BPA dengan odds ratio atau rasio paparan penyakit hingga 4,25 kali.

"Diperkirakan beban biaya infertilitas pada konsumen air minum dalam kemasan yang terpapar BPA berkisar Rp16 triliun-30,6 triliun dalam periode satu siklus in-vitro fertilization (IVF)," urai Rita.

Di lain sisi, regulasi pelabelan BPA dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja bisnis air galon dalam kemasan. Berdasarkan data pada 2021, total pendapatan pasar air minum dalam kemasan di Indonesia mencapai 10,51 miliar dolar AS atau ekuivalen dengan Rp 149,9 triliun.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat mengklaim selama puluhan tahun galon guna ulang BPA tidak menimbulkan masalah kesehatan di Indonesia dan juga di dunia.

"Jangan lupa, galon polikarbonat digunakan juga di negara- negara lain di dunia," ujar Rachmat.


Hide Ads