Jakarta -
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku telah mengingatkan pemerintah mengerem pembangunan infrastruktur. Ternyata pendapat itu pun kini dilakukan oleh pemerintah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun berencana menunda pekerjaan sebagian proyek besar. Tujuannya untuk mengurangi impor dan menyeimbangkan neraca dagang sehingga Rupiah terselamatkan.
SBY pun kembali berujar. Melalui cuitannya dia menegaskan telah mengingatkan pemerintahan Jokowi akan hal itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mendukung keputusan pemerintah menahan proyek infrastruktur besar. Meskipun saat ini dia berseberangan dalam urusan politik.
Respon SBY tentang rencana pemerintah tahan pembangunan infrastruktur diserukan melalui akun Twitternya. Menurutnya langkah Jokowi itu sudah sempat dia sarankan sebelumnya.
"Saya dengar pemerintah akan tunda sebagian proyek infrastruktur, guna selamatkan ekonomi kita. Hal ini sudah lama saya sarankan," cuit SBY, Rabu (1/8/2018).
Di cuitan setelahnya, SBY mengaku ikut mendukung keputusan itu. Sebab menurutnya melalui kebijakan itu pemerintah menunjukkan keberpihakannya terhadap rakyat.
"Keputusan & kebijakan pemerintah tsb (kalau benar) TEPAT. Saya ikut mendukung. Karena berarti negara UTAMAKAN RAKYAT," tambahnya.
Dukungannya itu menurut SBY sekaligus membuktikan bahwa dirinya tetap akan mendukung kebijakan pemerintah jika benar menurutnya meskipun sudah memasuki tahun politik.
"Biasanya dlm musim pemilu, kalau berbeda posisi langsung DIHAJAR. Saya bukan tipe manusia seperti itu. Kalau benar harus saya dukung," tegasnya.
Menurut catatan detikFinance, SBY memang pernah menyatakan hal itu saat menemui audiensi kelompok masyarakat di Pati, Jawa Tengah pada 16 Maret 2016.
Awalnya SBY berbicara tentang singkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Lalu dia mulai menyinggung pemerintah Jokowi-JK yang sangat aktif membangun proyek infrastruktur.
SBY juga menyebut bahwa jangan sampai kebijakan pemerintah dalam membangun infrastruktur dapat berdampak pada program-program yang langsung menyentuh masyarakat. Seperti soal pemberian subsidi.
"Saya tidak setuju subsidi dihilangkan semua untuk membangun infrastruktur semata-mata. Infrastruktur sangat penting, di era saya juga begitu, kita bangun besar-besaran. Jangan sampai APBN diserap habis, atau terlalu banyak yang dibawa ke infrastruktur lantas untuk membantu rakyat kecil jadi tidak ada," kata SBY.
"Bapak ingin ada subsidi pestisida setelah subsidi pupuk, silakan disampaikan ke Menkeu, Mentan, menteri terkait. Saya tidak bisa menjawab sekarang karena saya bukan lagi presiden, tapi nanti kami teruskan. Nanti biar para menterinya mikir, presiden mikir dan itu harus karena untuk rakyat," tambah SBY.
Pada dasarnya Partai Demokrat mendukung program pembangunan besar-besaran yang tengah dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi. Hanya saja SBY menyebut jangan sampai hajat besar tersebut melupakan persoalan-persoalan kecil lainya.
"Saya mengerti, bahwa kita butuh membangun infrastruktur. Dermaga, jalan, saya juga setuju. Tapi kalau pengeluaran sebanyak-banyaknya dari mana? Ya dari pajak sebanyak-banyaknya. Padahal ekonomi sedang lesu," imbuh dia.
SBY punya saran sebagai mantan presiden yang pernah memimpin Indonesia selama 10 tahun. Yakni dengan mengurangi pengeluaran dari pemerintah. Ia menyatakan pembangunan besar tidak semuanya harus selesai dalam waktu dekat.
"Kalau ekonomi sedang lesu, dikurangi saja pengeluarannya. Bisa kita tunda tahun depannya lagi, nggak ada keharusan harus selesai tahun ini. Indonesia ada selamanya. Sehingga jika ekonomi lesu, tidak lagi bertambah kesulitannya. Itu politik ekonomi," ujarnya.
Dalam kicauannya SBY juga kembali angkat bicara tentang jumlah orang yang masuk dalam kategori miskin di Indonesia. Dia menanggapi pernyataan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti yang membanyah pernyataannya tentang 40% penduduk Indonesia dalam ketegori miskin.
Kali ini dia memberikan pernyataan melalui akun twitternya. Dia merasa perlu memberikan klarifikasi atas pernyataannya sebelumnya.
"Banyak yang salah mengerti arti the bottom 40%, kemudian langsung berikan sanggahan, Tak benar jumlah penduduk miskin 100 juta orang," cuit SBY.
SBY menjelaskan, pernyataannya iyu berasal dari data World Bank tentang The Bottom 40%. Dia mengartikan bahaa ada 40% penduduk golongan bawah di masing-masing negara.
Data itu, terang SBY merupakan dari negara berkembang yang pendapatan perkapitannya masih rendah. 40% yang disebutkannya masuk dalam kaum sangat miskin, miskin dan hampir miskin.
"Dengan melemahnya ekonomi, the bottom 40% alami persoalan. Ini saya ketahui dari hasil survey dan dialog saya dengan ribuan rakyat di puluhan kab/kota," tambahnya.
Menurut SBY hal itu tentu harus menjadi perhatian khusus bagi pemeintah saat ini dan yang akan datang.
"Saya juga percaya bahwa angka kemiskinan sekarang sekitar 26 juta orang, atau 9,82%. Saya juga tahu tak mudah turunkan angka kemiskinan," ujarnya.
SBY juga membanding-bandingkan kinerja pemerintah saat ini dengan eranya dalam hal menurunkan angka kemiskinan.
SBY memaparkan bahwa saat dia menjabat sebagai Presiden RI angka kemiskinan turun hingga 6%. Capaiannya itu dia dapat selama 10 tahun menjabat.
"Pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono (10 tahun) berhasil turunkan kemiskinan sebesar 6%. Ini kami capai dengan program pro-rakyat yang masif," cuitnya.
Kemudian dia membandingkan dengan capaian pemerintah saat ini. Menurutnya pemerimtahan Jokowi-JK selama 3 tahun hanya mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 1%.
"Pemerintah sekarang dalam waktu 3 tahun berhasil turunkan kemiskinan sebesar 1%. Mudah-mudahan hingga akhir 2019 bisa mencapai 3%," tambahnya.
Dia pun mengakui percaya bahwa jumlah kemiskinan saat ini sekitar 26 juta penduduk seperti yang disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti. Namun menurutnya angka itu sangat sulit untuk diturunkan.
Halaman Selanjutnya
Halaman