Cerita Sopir Truk soal Untung Rugi Lewat Tol Trans Jawa

Cerita Sopir Truk soal Untung Rugi Lewat Tol Trans Jawa

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 11 Feb 2019 09:41 WIB
Cerita Sopir Truk soal Untung Rugi Lewat Tol Trans Jawa
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta - Sejak diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Tol Trans Jawa cukup diminati masyarakat. Khusus untuk momen tertentu seperti musim mudik dan libur panjang, tol ini cukup bermanfaat.

Namun kehadiran Tol Trans Jawa tidak sepenuhnya disambut baik. Sopir truk misalnya, mereka mengeluhkan tarif yang mahal.

Meskipun tidak semua sopir truk enggan melewati Tol Trans Jawa. Jika perusahaannya menyanggupi ongkos tol, ada juga sopir truk yang memilih bablas di jalan tol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut selengkapnya yang dirangkum detikFinance, Senin (11/2/2019).
Tim detikFinance beberapa hari lalu menemui beberapa pengguna Tol Trans Jawa. Sebagian pengguna merasa terbantukan dengan adanya Tol Trans Jawa termasuk sopir truk yang belakangan diisukan ogah masuk tol.

Seperti misalnya Ahmad Ridwan. sopir truk colt diesel yang biasa membawa duku dari Jambi ke Surabaya itu mengaku sangat terbantukan dengan adanya tol Trans Jawa.

"Saya biasanya memang lewat tol dari Jambi mau ke Surabaya, langsung tol dari Merak," ujarnya kepada detikFinance.

Menurut Ridwan salah satu manfaat adanya Tol Trans Jawa baginya adalah bisa menghemat waktu perjalanannya. Menurut perhitungannya waktu tempuh Jambi menuju Surabaya melalui tol bisa dihemat 3-4 jam dibanding melalui jalur pantura.

"Lebih enak, badan enggak capek. Kalau pantura, macet, capek lampu merah. Belum lagi banyak sepeda motor," terangnya.

Dengan hematnya waktu perjalanan, dia juga mengaku bisa menghemat bahan bakar. Menurut perhitungan Ridwan setidaknya dia bisa hemat sekitar 80 liter solar.

"Dengan jarak tempuh selisih 3 jam bisa hemat solar 1 tangki, itu isinya sekitaran 80 liter. Bisa dihitung harga per liter berapa," terangnya.

Memang menurutnya, bagi sebagian sopir truk pengangkut barang tarif Tol Trans Jawa terasa mahal. Namun jika pemilik barang memberikan biaya alokasi khusus untuk tol, mereka akan lebih memilih jalur tol.

"Memang kalau dibilang mahal ya mahal. Tapi tergantung sama sopirnya sendiri dan pemilik barangnya. Kalau pedagang ini yang penting tepat waktu," tuturnya.

Meski begitu menurut Ridwan, kualitas dari Tol Trans Jawa masih perlu peningkatan. Dia mengeluhkan masih minimnya SPBU khususnya di ruas-ruas tol yang baru.

"Kondisi jalannya juga ya 75% bagus, tapi harus diperbaharui, masih banyak yang berlubang. Di Bekasi itu banyak lubangnya," ucapnya.

Matahari mulai bergerak menuju ufuk barat, Mansur bersama tiga temannya tengah bersantai di sebuah warung makan di rest area km 166 Tol Cipali. Mereka tengah memutar otak apakah dalam pengiriman kali ini dia bisa mengantongi uang sisa ongkos yang diberikan oleh perusahaan.

"Ya kita kalau dikasih perusahaan mereka enggak mau tau, harus cukup," ujarnya kepada detikFinance.

Mansur bercerita, kali ini dia dengan tiga orang temannya membawa dua truk dari Lampung menuju Surabaya. Dalam perjalanan per 1 truk mereka diberikan ongkos Rp 2,65 juta.

Uang itu yang justru membuat mereka pusing. Dia menjabarkan untuk membeli solar menghabiskan uang sekitar Rp 1,6 juta. Lalu uang makan untuk supir dan kenek Rp 400 ribu, dikurangi lagi uang bongkar muat sekitar Rp 100 ribu. Jika dihitung sisanya hanya Rp 500 ribu.

Sementara total tarif tol dari Jakarta hingga Surabaya untuk golongan kendaraan V mencapai Rp 1,38 juta. Alhasil mereka putar otak untuk mencari jalur yang terbaik.

Jalur terbaik itu bukan Pantura. Sebeb mereka juga sebenarnya gerah melintasi jalur yang sudah ada sejak zaman Belanda itu. Kondisi jalan yang rusak, macet, belum lagi ada potensi kejahatan dan pungli.

Mansur putar otak untuk memilih ruas Tol Trans Jawa mana yang akan dilalui, dan bagian Pantura mana yang akan dilintasi. Sekarang mereka lebih memilih untuk keluar masuk tol. Bukan untuk menghindari Tol Trans Jawa atau Pantura, tapi untuk mencari tambahan uang.

"Ya kalau disuruh milih, saya si lebih suka lewat tol. Lebih enak, cepat, nggak capek," kata Mansur.

Menurut pemantauan Tim detikcom pada 6 Februari 2019 kemarin, intensitas kendaraan besar termasuk truk masih banyak terlihat terutama di ruas tol Jakarta-Cikampek. Memasuki Tol Cipali kendaraan truk masih sering terlihat. Namun selepas Kanci, jumlah truk yang melintas relatif menurun.

Kebanyakan dari sopir truk yang menuju arah timur Pulau Jawa lebih memilih untuk keluar di Kanci, kemudian melanjutkan melalui jalur Pantura.

Namun tidak semua sopir truk keluar masuk tol. Ahmad Ridwan misalnya, sopir truk pengangkut duku dari Jambi itu memilih untuk melintasi Tol Trans Jawa sepenuhnya dari Merak hingga Surabaya.

"Lebih enak nggak capek. Kalau lewat Pantura macet, banyak lampu merah. Belum lagi banyak sepeda motor, bahaya," ujarnya.

Tapi sebenarnya nasib Ridwan lebih beruntung. Si pedagang duku tidak pelit memberikannya ongkos untuk biaya tol. Dia diberikan uang khusus untuk tol Rp 1,3 juta, itu di luar biaya makan, bensin dan ongkos pribadinya.

"Tapi memang lewat lebih hemat juga, waktu bisa lebih cepat 3-4 jam. Solar bisa hemat 1 tangki, itu isinya 80 liter," tambahnya.

Saat Tim detikcom menelusuri Jalur Pantura dari Semarang hingga Jakarta, benar saja, mayoritas kendaraan yang melintas adalah truk besar. Sangat jarang ditemui kendaraan pribadi.

Sesampainya di Kendal, terlihat truk besar berbaris berjejer di pinggir jalan samping persawahan. Sebagian dari mereka istirahat di warung kopi, sebagian juga tidur di truk.

Edi yang tengah duduk di samping truknya juga mengutarakan hal yang sama. Dia diberikan ongkos jalan pas-pasan oleh perusahaannya, tidak ada alokasi khusus untuk tol.

"Saya ini dari Surabaya mau ke Tangerang, dikasih Rp 2,5 juta. Buat solar Rp 1,4 juta, bongkar muat Rp 200 ribu, makan dua orang Rp 400.000. Sisa Rp 500.000, kalau lewat tol nanti yang di rumah (istri) ngambek, kita enggak bisa bawa duit," tuturnya.

Uang sisa Rp 500.000 itulah yang bisa Edi kantongi, itupun harus dibagi lagi dengan keneknya. Uang itu juga masih bisa berkurang jika diperjalanan ada kendala, seperti ban bocor hingga 'menyogok petugas'.

Maklum barang yang dia angkut melebihi batas ketentuan. Jika tidak igin barangnya diturunkan ataupun ditilang, dia terpaksa melancarkan rayuan ke petugas.

"Truk saya harusnya angkut 11 ton, tapi ini angkut 24 ton. Isinya kertas. Kalau ekspedisi pasti kelebihan muatan," akunya.

Oleh karena itu, sebenarnya Edi lebih suka untuk melalui jalur tol. Selain tidak harus melalui jembatan timbang, dia juga bisa menghemat waktu perjalanan, sehingga bisa lebih cepat pulang bertemu keluarganya

Dari hasil pengakuan para supir truk itu, memang mereka merasa tarif Tol Trans Jawa terlalu mahal. Namun jika dia mendapatkan ongkos dari perusahaan lebih besar, mereka tetap memilih jalur tol.

Hide Ads