Sleman -
Proyek strategis nasional yaitu pembangunan tol Yogyakarta-Bawen berdampak pada bangunan cagar budaya. Di Kecamatan Mlati ada Ndalem Monumen Mijosastran. Bangunan berupa limasan itu telah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan menyimpan banyak cerita sejarah. Seperti apa ceritanya?
Widagdo Marjoyo (66) nampak sedikit gemetar saat menceritakan sejarah cagar budaya rumah tradisional Ndalem Monumen Mijosastran yang terletak di Dusun Pundong II, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman. Dia nampak tidak percaya rumah yang merupakan peninggalan kakeknya bakal terkena proyek tol Yogya-Bawen.
"Eyang Mangun Dimejo yang membangun rumah ini. Dulunya ini merupakan runah tinggal dan saat itu Beliau menjabat sebagai perabot atau lurah di Kelurahan Pundong Lama," ujar Widagdo, Selasa (11/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, bangunan itu telah resmi mendapatkan status bangunan cagar budaya dan tertuang dalam SK Bupati Sleman No: 14.7/Kep.KDH/A/2017. Surat Keputusan Bupati Sleman ini tertanggal 6 Februari 2017. Tak hanya itu, pada 1 Desember 2015, ahli waris mendapatkan piagam penghargaan dari Gubernur DIY No. 136/PG/2015 sebagai pelestari warisan budaya.
"Ini cagar budaya yang sudah resmi ditetapkan dengan SK Bupati Sleman dan dilindungi undang-undang. Sebanarnya kami ingin melestarikan cagar budaya ini," bebernya.
"Sebetulnya saya sangat keberatan, karena dalam undang-undang jelas, pemerintah wajib menghentikan proyek apabila mengenai cagar budaya," tambahnya.
Tulisan itu pun ditempel oleh Widagdo dalam bentuk spanduk berwarna hijau yang dipasang di depan rumah. Rumah berbentuk limasan itu masih kokoh berdiri kendati usianya sudah puluhan tahun.
"Rumah ini sudah ada sejak zaman Belanda. Ya kira-kira sejak tahun 1940 an," terangnya.
Langsung klik halaman selanjutnya.
Widagdo menceritakan, rumah ini sempat digunakan sebagai markas tentara Indonesia sekaligus gudang logistik. Mata-mata Belanda yang mengetahui hal itu kemudian membakar rumah tersebut.
"Pada zaman Belanda, rumah itu dibakar oleh tentara Belanda karena diketahui oleh mata-mata Belanda rumah ini digunakan sebagai markas tentara dan gudang logistik," terangnya.
Rumah itu pun hangus terbakar. Seperangkat gamelan, logistik semua hangus terbakar dan hanya menyisakan sebagian kecil rumah.
"Ya semua terbakar. Hanya menyisakan sebagian rumah di bagian belakang saja. Logistik, limasan ini, dan seperangkat gamelan habis," kenangnya.
Kendati demikian, ayahnya yaitu Mijosastro mulai membangun kembali rumah itu. Tepatnya, pada 22 Oktober 1959. Kini rumah itu sudah dikelola oleh generasi ketiga.
"Saya sudah generasi ketiga yang meneruskan dan melestarikan cagar budaya ini," terangnya.
Mijosastro, kata dia, sempat menjadi anggota Tentara Indonesia pada masa perjuangan. Dia juga pernah ditangkap oleh pasukan Belanda dan dipenjara.
"Bapak pernah ditangkap Belanda dan di penjara di Kota sana sekitar tiga bulan. Terdaftar juga sebagai anggota Veteran Republik Indonesia" urainya.
Langsung klik halaman selanjutnya.
Widagdo menjelaskan, bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya ini berbentuk Limasan dengan empat sirah. Bagian bamgunan terdiri dari rumah pokok, gandhok, pringgitan serta dapur, sumur dan kamar mandi.
"Ini berdiri di atas tanah dengan lebar 31 meter, panjang 64 meter. Bangunan sendiri lebarnya 26 meter dan panjang 34 meter," urainya.
"Yang kena jalan tol itu dari halaman hingga limasan sirah kedua," ungkapnya.
Ingatan Widagdo pun menerawang jauh ke belakang. Dia ingat pesan orang tuanya agar melestarikan cagar budaya ini.
"Ya sama orang tua dulu disuruh melestarikan cagar budaya ini," ucapnya lirih.
Kendati demikian, dia sudah berkirim surat kepada pimpinan daerah hingga Gubernur. Namun, tetap saja proyek tol tidak bisa bergeser. Dia pun akhirnya mengalah.
Akan tetapi, Widagdo tetap punya keinginan agar bangunan ini tetap ada. Akhirnya dia tidak keberatan jika pada akhirnya bangunan ini digeser.
"Kami ya menyayangkan ini kena tol. Akhirnya kami berembug dengan keluarga, memang berat, tapi akhirnya ya sudah karena untuk proyek strategis nasional tapinsaya punya permintaan agar bangunan ini tetap dilestarikan. Mau nanti digeser atau seperti apa yang penting dilestarikan," tutupnya.