-
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Direksi PT Bank Muamalat Indonesia telah menjelaskan permasalahan permodalan bank syariah pertama di Indonesia kepada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Penjelasan itu berlangsung dalam rapat kerja (raker) di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta Selatan. Pihak parlemen ingin mengetahui secara langsung mengenai kondisi industri keuangan sektor syariah khususnya mengenai permasalahan yang dihadapi Bank Muamalat.
Turut hadir dalam raket tersebut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Kepala Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia Ahmad K Permana.
Komisi XI DPR meminta penjelasan mengenai permasalahan permodalan terlebih dahulu dilakukan oleh OJK. Pada saat penjelasan pihak Bank Muamalat menunggu di ruang tunggu VIP.
Setelah puas medengar penjelasan dan melakukan pendalaman, pimpinan rapat Komisi XI Hafisz Tohir pun mempersilahkan perwakilan OJK meninggalkan ruang rapat dan memanggil Ahmad K Permana untuk menjelaskan permasalahan Bank Muamalat.
Dalam raker tentang permasalahan permodalan ini hasilnya akan didalami terlebih dahulu oleh Komisi XI DPR, tidak ada kesimpulan yang ditetapkan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menceritakan masalah permodalan yang dihadapi oleh Bank Muamalat Indonesia di Komisi XI DPR.
Menurut Wimboh, kondisi operasional Bank Muamalat sampai saat ini masih berjalan normal dan tidak ada permasalahan terkait dengan likuiditas. Akan tetapi di dalam perjalanannya, bank syariah ini membutuhkan modal tambahan untuk melakukan ekspansi.
"Bank ini adalah basis likuidnya bagus, hanya saja butuh tambahan modal untuk operasi dan berkembang ke depan," jelas dia Wimboh di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta.
Wimboh mengatakan kesulitan yang tengah dihadapi Bank Muamalat adalah belum juga memiliki modal yang cukup untuk melakukan ekspansi binsis. Rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) nya jug tinggi.
Kepala Ekskutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan kebutuhan dana segar untuk menguatkan bisnis Bank Muamalat ke depannya tak bisa direalisasikan oleh pemegang saham.
Pemegang saham mayoritas di bank syariah pertama di Indonesia tak ingin menyalurkan dana segar karena terbentur oleh aturan internalnya masing-masing.
Adapun komposisi pemegang saham Bank Muamalat Indonesia adalah 32,74% dimiliki Islamic Development Bank (IDB) yang menjadi pemegang saham mayoritas Bank Muamalat sejak tahun 1999, 22% Boubyan Bank, 17,91% Atwill Holdings Limited, 8,45% National Bank of Kuwait, 3,48% dimiliki oleh IDF Investment Foundation, 2,84% oleh BMF Holdings Limited, 1,67% milik Reza Rhenaldi Syaiful, 1,67% Dewi Monita, 1,66% Andre Mirza Hartawan, 1,39% Koperasi Perkayuan Apkindo-MPI (KOPKAPINDO) dan 6,19% pemegang saham lainnya.
"Seperti IDB, aturan internal mereka penyertaan maksimal 20%, sehingga tidak bisa menambah modal, jelas dia.
Dengan kondisi seperti itu, kata Heru, maka pengembangan bisnis Bank Muamalat stagnan.
"Perkembangannya stagnan, karena begitu ekspansi membutuhkan modal, ada keterbatasan tidak bisa tambah modal lagi," ujar dia.
Untuk itu, salah satu cara mengembangkan Bank Muamalat dengan mengundang investor baru. Menurut Heru, salah satu yang tertarik belum lama ini adalah PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (Minna Padi). Upaya yang ditempuh pun dengan melakukan rights issue.
Seiring waktu berjalan komitmen untuk menjadi investor baru pun tak kunjung jadi. Bahkan, waktu yang ditentukan untuk melakukan rights issue sudah terlewati.
Meski demikian, Heru mengungkapkan OJK akan terus mendukung bagi investor yang benar-benar ingin menyuntikkan modal kepada Bank Muamalat. Dari catatan OJK, sudah banyak investor yang tertarik namun belum menyampaikan secara resmi kepada OJK.
Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempercepat penyelesaian yang dihadapi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Bank syariah pertama di Indonesia ini memiliki masalah permodalan untuk megembangkan bisnisnya ke depan. Pemegang saham selama empat tahun belakangan tidak bisa menyuntikan dana segar karena terganjal aturan internalnya masing-masing.
Permintaan percepatan penyelesaian dilayangkan oleh Anggota Komisi XI Hendrawan Supraktikno mengatakan jika benar banyak investor yang ingin menyuntikkan modalnya ke Bank Muamalat segera direalisasikan.
"Jadi Pak Heru dan Pak Wimboh jadi mengulur-ngulur waktu is killing us, waktu tidak akan mengobati persoalan bank ini. Saya minta OJK pro aktif memfasilitasi intermediasi," kata Hendrawan di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta.
Anggota Komisi XI Eva Kusuma Sundari juga meminta kepada OJK untuk menyamakan persepsi dengan Bank Muamalat terkait dengan penambahan modal.
Sebab, tujuan penambahan modal ini untuk perkembangan kinerja Bank Muamalat ke depannya.
"Jadi OJK hanya memastikan kebutuhan Bank Muamalat tambahan modal bisa segera dilaksanakan. Ini yang harus ada kesepahaman," kata Eva.
Anggota Komisi XI Muhammad Sarmuji meminta kepada OJK untuk terus mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia. Sebab, sektor syariah ini jauh tertinggal oleh negara tetangga seperti Malaysia.
Selain itu, dia juga meminta OJK untuk memfasilitasi para investor yang benar-benar tertarik dan ingin menyuntikkan modalnya ke Bank Muamalat.
"Di luar itu banyak investor untuk menyuntikkan, alangkah baiknya seluruh investor itu di-approach, supaya Bank Muamalat tidak stagnan," kata Sarmuji.
Kebutuhan modal Bank Muamalat untuk penguatan bisnisnya ke depan dianggap menjadi momentum pemerintah untuk menjadi investor lokal setelah batalnya rencana PT Mina Padi Investama Sekuritas Tbk (Mina Padi) menyuntikan dana sekitar Rp 4,5 triliun.
Direktur Utama Bank Muamalat Ahmad K Permana menilai kesempatan ini hanya sekali datangnya. Sebab, sampai saat ini banyak investor yang telah melayangkan minatnya. Investor itu mulai dari Singapura, Malaysia, hingga Timur Tengah.
Menurut Permana, pihaknya juga sudah menjalin komunikasi dengan perbankan BUMN dan pemegang sahamnya mengenai penyuntikan modalnya. Tidak hanya itu, lembaga pemerintah pun disebut-sebut minat menjadi investornya.
"Karena potensinya besar sekali, ini dulu didirikan oleh pendiri senior ada Presdien Soeharto, dari ICMI, MUI, ini adalah momentum untuk bisa kalau ada lokal investor, apalagi kalau bisa masuk dari pemerintah karena momentunya sudah tepat," kata Permana.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memilih untuk pikir-pikir terlebih dahulu terkait momentum pemerintah mengambilalih Bank Muamalat Indonesia.
Saat ini, Bank Muamalat membutuhkan dana segar sekitar Rp 4,5 triliun untuk memperbaiki non performing finance (NPF) alias rasio pembiayaan bermasalahnya.
"Saya lihat saja dulu deh persoalannya apa," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta.
Sri Mulyani akan menengok dahulu mengenai aturan yang mengikat tentang pengambilalihannya, seperti dari Undang-Undang (UU).
"UU mengatakan seperti apa, kan kita sudah ada UU mengenai perbankan, UU mengenai Jaring pengaman sistem keuangan, jadi kita lihat saja dan kebutuhan Bank Muamalat seperti apa," ungkap dia.
Saat ini Bank Muamalat masih mencari investor yang benar-benar ingin menyuntikkan dananya. Sejauh ini, sudah banyak investor yang berminat kepada bank syariah pertama di Indonesia.
Calon investor juga datang dari luar negeri seperti Singapura, Malaysia, hingga Timur Tengah, dan juga lokal, khusus yang dari dalam negeri, Permana berharap pemerintah bisa menjadi investor.
"Karena IDB tidak terlalu punya bargaining, kalau dimiliki pemerintah ini ada momentum yang hanya ada sekali, dengan harga yang relatif murah, itu kalau saya boleh memilih," kata Dirut Bank Muamalat Ahmad K Permana.