Berikut skema sharing beban antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam penanganan dampak COVID-19:
Pertama, kategori public goods yang jumlahnya Rp 397,56 triliun beban bunganya ditanggung BI 100%. Mekanismenya pemerintah menerbitkan surat berharga negara (SBN) khusus melalui private placement. Adapun beban bunga yang ditanggung oleh BI sesuai dengan BI7 Days Reverse Repo Rate. Aturan ini hanya berlaku pada tahun 2020 alias one off policy.
"Bapak gubernur dan saya seutuju bahwa untuk belanja kategori public goods akan diterbitkan SBN yang langsung dibeli kepada BI dengan sukbung acuan BI sebesar BI7, dan akan ditanggun BI seluruhnya, sehingga beban bunga pada pemerintah untuk SBN khusus dari private placement, untuk pemerintah 0 untuk BI BI7," ujarnya.
Kedua, kategori non public goods yang jumlahnya Rp 505,8 triliun yang terdiri dari pembiayaan dukungan UMKM sebesar Rp 123,46 triliun, dukungan korporasi non UMKM sebesar Rp 53,37 triliun, dan lainnya sebesar Rp 329,03 triliun. Pemerintah akan menerbitkan SBN melalui mekanisme pasar.
Pada ketegori pembiayaan non public goods ini ada dua sektor yang beban bunganya dibagi antara pemerintah dan Bank Indonesia, yaitu untuk dukungan UMKM dan koprotasi non UMKM yang jumlahnya Rp 177 triliun. Sri Mulyani bilang skema burden sharing yang disepakati pada beban bunga pasar atau kupon dari SBN yang diterbitkan.
Beban yang ditanggung pemerintah adalah sebesar BI Reverse Repo Rate dikurangi 1% dan sisanya ditanggung BI. Misalnya, suku bunga pasar (market rate) sebesar 8%, maka beban pemerintah 3,25%, angka itu berasal dari BI Reverse Repo Rate dikurangi 1% (BI Reverse Repo Rate misalnya 4,25%). Sedangkan yang ditanggung BI adalah 4,75% atau sisanya.
Sementara untuk non public goods sektor lainnya, dikatakan Sri Mulyani seluruh beban bunganya ditanggung oleh pemerintah.
"Maka pemerintah akan menerbitkan SBN melalui mekanisme pasar dan seluruh suku bunga ditanggung pemerintah, dari sisi bunga tidak ada burden sharing," ungkapnya.
(hek/dna)