Mau Bersaing? Bank Wajib Genjot Modal

Mau Bersaing? Bank Wajib Genjot Modal

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 05 Mar 2021 08:30 WIB
Pengembalian Uang Korupsi Samadikun

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Toni Spontana (tengah) menyerahkan secara simbolis kepada Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman A. Arianto (ketiga kanan) uang ganti rugi korupsi Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) dengan terpidana Samadikun Hartono di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (17/5/2018). Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Samadikun Hartono terbukti korupsi dana talangan BLBI dan dihukum 4 tahun penjara serta diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 169 miliar secara dicicil. Grandyos Zafna/detikcom

-. Petugas merapihkan tumpukan uang milik terpidana kasus korupsi BLBI Samadikun di Plaza Bank Mandiri.
Ilustrasi/Foto: grandyos zafna
Jakarta -

Dalam menghadapi persaingan dan dinamika di era volatil itu, uncertainty, complexity dan ambiguity perbankan diminta untuk menguatkan permodalan. Karena itu pemilik bank atau pemegang saham pengendali (PSP) juga harus berkomitmen meningkatkan permodalan.

Kepala Eksekutif Perbankan OJK Heru Kristiyana mengungkapkan kondisi ini sudah tak lagi seperti zaman dulu yang bisa mengharapkan bail out.

"Sekarang segala permasalahan yang dihadapi, kemudian kesulitan-kesulitan keuangan harus di-cover oleh pemilik bank," kata Heru, Kamis (4/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut dia pemilik bank bisa menggunakan sejumlah pilihan untuk penguatan modal. Misalnya dengan rights issue untuk pemenuhan aturan modal minimum.

Hal ini selain untuk memenuhi ketentuan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, penambahan modal minimum ini diperlukan untuk melakukan ekspansi usaha, bantalan dalam menyerap kerugian yang tidak terduga, dan menjadi jaring pengaman dalam kondisi krisis.

Kendati demikian pihaknya juga terus mewanti-wanti pihak bank di mana dana publik dari hasil rights issue harus dipertanggungjawabkan. Dana publik harus menjadi nilai tambah dalam mengembangkan bisnis bank agar mampu bersaing.

"Para bankir tolong, bahwa aturan sudah dikeluarkan. Konsolidasi bukan lagi market driven, itu sudah aturan yang dikeluarkan oleh kita sehingga setoran oleh PSP baik fresh money maupun rights issue menjadi penting sebagai suatu jalan," kata Heru.

Terkait konsolidasi perbankan, sebelumnya OJK telah merilis Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Heru mengungkapkan salah satu poin penting dalam peraturan konsolidasi bank adalah penguatan modal bank minimal Rp3 triliun pada 2022 dan dilakukan secara bertahap mulai 2020.

Tahun lalu, bank-bank di Indonesia wajib memiliki modal minimum Rp 1 triliun. Kemudian hasilnya, hingga akhir Januari 2021 bank dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun hanya tersisa satu secara nasional.

"Sekarang saya menyadari bahwa itu harus diubah, konsolidasi harus dilakukan, makanya kita keluarkan aturan modal inti minimum jadi Rp 3 triliun. Sekarang kita lihat gambaran Bank BUKU I tinggal 1 tinggal proses saja itu," jelas Heru.

Dia menegaskan, ke depannya pihaknya akan terus mendorong industri perbankan untuk berkonsolidasi guna memenuhi aturan baru Kategori Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI). Terlebih, dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tersebut tertulis di dalamnya perbankan wajib memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 2 triliun pada 2021.

Sedangkan, ketentuan modal inti minimal menjadi Rp 3 triliun yang wajib dipenuhi oleh perbankan paling lambat 31 Desember 2022.
Saat ini jumlah bank di Indonesia ada 106 bank setelah sebelumnya 3 bank BUMN Syariah melakukan merger menjadi Bank Syariah Indonesia. OJK mencatat pada 2020 hingga Januari 2021, terdapat 7 aksi korporasi konsolidasi perbankan, yakni 5 akuisisi bank, 1 integrasi dari dua bank, dan 1 merger dari tiga bank syariah.


Hide Ads