Hary Tanoesoedibjo Diam-diam ke Kantor Sri Mulyani Luruskan soal Utang BLBI

Hary Tanoesoedibjo Diam-diam ke Kantor Sri Mulyani Luruskan soal Utang BLBI

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 23 Mei 2022 14:37 WIB
Hary Tanoesoedibjo atau Hary Tanoe adalah seorang pengusaha dan tokoh politik asal Indonesia. Hary adalah pemilik dari MNC Group. Di bidang politik, dia merupakan pendiri dan Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Partai Perindo). Reno/detikcom.
Hary Tanoesoedibjo/Foto: Reno Hastukrisnapati Widarto
Jakarta -

Hary Tanoesoedibjo hari ini mendatangi kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hary Tanoe meninggalkan gedung itu sekitar pukul 11.00 WIB.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban mengatakan kedatangan Hary Tanoesoedibjo merupakan hal biasa. Dia tak mau menjelaskan lebih lanjut maksud kedatangan pengusaha itu.

"No comment. Mengenai proses aku nggak akan komen karena segala sesuatu kalau orang bertamu segala macam itu hal yang biasa," kata Rionald di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Direktur Hukum dan Humas DJKN, Tri Wahyuningsih Retno Mulyani mengatakan kedatangan Hary Tanoesoedibjo untuk meluruskan informasi yang salah terkait dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Wanita yang akrab disapa Ani itu menegaskan bahwa Hary Tanoesoedibjo tak ada kaitannya dengan dana BLBI.

ADVERTISEMENT

"Nggak ada kaitannya sama BLBI, nggak ada. Namanya kita pengin nanya pengin nanya ke siapa dulu dulu, tapi nggak ada kaitannya dia. Kasihan beliau kalau sampai dikira (ada kaitannya dengan BLBI)," tandasnya.

Kasus BLBI merupakan kasus lama yakni warisan dari krisis moneter 1997-1998. Berdasarkan catatan detikcom, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md pernah menyebut kasus ini sebagai 'limbah masa lalu'.

"Bagi generasi baru, bagi orang yang tidak mengikuti kasus ini sebagai kasus hukum atau sebagai penyelamatan ekonomi negara, ingin saya katakan bahwa kasus ini adalah limbah masa lalu ke sekarang," ujarnya Senin (12/4/2021).

Saat itu sejumlah bank mengalami masalah likuiditas akibat krisis moneter yang membuat nilai tukar rupiah terdepresiasi sangat dalam hingga mencapai Rp 15.000/US$. Dampak kejatuhan rupiah itu, utang valuta asing (valas) perbankan membengkak.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Untuk mengantisipasi dampaknya pada perekonomian, pemerintah dan BI sepakat untuk berbagi beban (burden sharing). Lewat program BLBI, bank sentral menggelontorkan dana sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank yang hampir kolaps akibat krisis ekonomi 1998. Dengan catatan, dana yang dipinjamkan harus dikembalikan kepada negara.

"Ini adalah hak tagih negara yang berasal dari krisis perbankan tahun 1997-1998. Jadi, memang saat itu negara melakukan bailout melalui BLBI, yang sampai hari ini pemerintah masih harus bayar biayanya tersebut, yaitu bank sentral gelontorkan dana ke perbankan yang mengalami kesulitan waktu itu," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.

BLBI adalah dana talangan yang diberikan negara melalui BI. Sayangnya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan penyimpangan senilai Rp 54,561 triliun yang dilakukan oleh 28 bank penerima BLBI.

"Berdasarkan beberapa laporan hasil audit negara di atas, sangat jelas besarnya kerugian negara, apalagi KPK belum tuntas menyelesaikan penyelidikan mengenai kerugian negara dalam kasus BLBI terkait pengucuran dana ke berbagai bank (salah satunya Bank Dagang Nasional Indonesia) sehingga ke depan kemungkinan dapat diidentifikasi bertambahnya jumlah kerugian negara," imbuh Kementerian Keuangan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun tangan menyelidiki kasus BLBI. Sampai diketahui bahwa kasus menahun sejak masa kepresidenan Megawati tersebut merambah ranah pidana.

Vonis perdana bagi para terdakwa skandal BLBI ini terjadi pada 2003 silam yang dijatuhkan pada para oknum pejabat BI yang bersekongkol dengan para pemilik bank. Kala itu, sederet nama pejabat BI seperti Hendro Budiyanto, Heru Supratomo, hingga Paul Sutopo Tjokronegoro dijebloskan ke penjara. Sejumlah taipan dan pejabat bank pun mendapatkan vonis dari pengadilan dalam kasus itu.

Salah satu tersangka kasus BLBI adalah Sjamsul Nursalim bersama istrinya, Itjih Nursalim. Keduanya dijerat karena diduga menjadi pihak yang diperkaya dalam kasus BLBI yang terindikasi merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun. Sjamsul merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Namun, pada April 2021 komisi antirasuah memutuskan untuk menghentikan pengusutan kasus tindak pidana bantuan BLBI. Keputusan itu dituangkan dalam surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang diumumkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Meski begitu, penyelidikan kasus BLBI belum berakhir dan akan bergulir kepada Satgas BLBI. Sri Mulyani menargetkan semua utang BLBI yang merupakan aset negara itu bisa diselesaikan sampai Desember 2023.

(aid/ara)

Hide Ads