Bahkan, dana yang disalurkan dari P2P lending mencapai Rp 3 triliun.
"Yang pesat P2P lending, P2P dalam setahun jumlahnya lebih 30 perusahaan, portofolionya sekitar Rp 3 triliun," kata dia di Hotel Dharmawangsa Jakarta, Senin (5/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wimboh mengatakan, P2P menawarkan keuntungan bagi masyarakat, baik pada pemilik dana maupun orang yang membutuhkan pinjaman. Dengan sebuah aplikasi, kedua pihak bertemu.
Bagi pemilik dana akan mendapat keuntungan karena memperoleh imbal hasil dari pengembalian uangnya. Bagi peminjam, mereka diuntungkan karena memperoleh uang dalam tempo cepat.
"P2P, bapak akses internet, nasabah mana yang mau diberi," ujarnya.
Namun, Wimboh mengatakan, P2P memiliki sejumlah risiko. Sebab, peminjam uang tersebar di mana-mana.
"Tapi penyedia platform enggak tanggung jawab, berbeda dengan bank, kalau P2P, kalau hilang wassalam. Tapi masyarakat antusias dan risikonya besar," jelasnya.
Melihat kondisi tersebut, dia menuturkan, OJK akan mengeluarkan aturan terkait transparansi jasa keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech). Sehingga, masyarakat menyadari adanya risiko jika ikut fintech.
"Kita akan keluarkan regulasi tapi lebih banyak transparansi dari penyedia platform, kalau P2P siapa nasabah harus jelas, lokasi di mana dan sebagainya, dan fee-nya berapa," tutup Wimboh. (hns/hns)