Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa defisit neraca perdagangan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah untuk bisa bekerja lebih keras, khususnya dalam meningkatkan nilai ekspor.
"Poin saya adalah hasil dari ini memberikan PR pada pemerintah untuk kerja lebih keras memperbaiki eksternal balance kita, industri, komoditi, dan daerah tujuan kita, dan kita siap untuk melakukan itu," kata Sri Mulyani ditemui di Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani menjelaskan, dari sisi ekspor saat ini Indonesia masih menunjukkan tren yang sehat. Namun ia mengatakan seharusnya tren ekspor bisa lebih ditingkatkan mengingat arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait ekspor manufaktur untuk lebih kompetitif di pasar global.
"Dari sisi ekspor yang pertumbuhannya year on year di atas 9% itu masih menujukan suatu tren yang masih sangat sehat. Karena selama ini kita berharap pertumbuhan dari ekspor masih bisa dipacu lebih banyak. Tapi ini menunjukkan adanya suatu perbaikan karena tingkat dari pertumbuhan ekspor kita tentunya akan jauh lebih bagus apabila ada diverifikasi dari komoditas maupun daerah tujuan," kata dia.
Sementara dari sisi impor, kata Sri Mulyani pertumbuhan yang mencapai 34% dari periode sebelumnya disebabkan oleh konsumsi bahan baku dan barang modal. Dia bilang meningkatnya impor dari dua komponen tersebut disebabkan adanya momentum sektor industri yang saat ini sedang berkembang.
"Untuk impor bahan baku dan barang modal seperti yg saya sampaikan momentumnya luar biasa tinggi, ini menggambarkan bahwa kebutuhan industri dan kebutuhan dari aktivitas ekonomi dalam negeri meningkat sangat besar. Artinya positif interpretasinya adalah ini menujukan sektor produksi sedang bergerak dan confirm dengan orang impor bahan baku dan barang modal," ujarnya.
Sedangkan untuk ekpor barang konsumsi yang juga meningkat, menurut Sri Mulyani, disebabkan dari berbagai event yang bakal dihadapi, seperti puasa dan Lebaran.
"Untuk komoditas konsumsi yang juga growthnya cukup tinggi di atas 30%, saya harap ini sifatnya seasonal, dalam artian ini hanya mendekati Lebaran, puasa dan mungkin berbagai event-event internasional dan kemudian menimbulkan permintaan konsumsi barang impor," tuturnya.
(fdl/zlf)