Namun, di tengah kondisi harga bawang tinggi ada importir yang ingin mencari untung. Misalnya dengan menjual bawang merah 'palsu'.
Hal ini dilakukan dengan mengimpor bawang bombay dengan ukuran di bawah 5 centimeter (cm) dan dijual dengan nama bawang merah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum detikFinance, Sabtu (22/6/2018) ini fakta-fakta selengkapnya:
"Hari ini kita terima laporan di hari krida ini dengan berat hati kami mem-blacklist lima perusahaan karena ini menyusahkan petani kita juga memberatkan konsumen sehingga inflasi," katanya di Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (22/6/2018).
"Kami minta yang bersangkutan nggak boleh lagi berbisnis bawang merah, bawang bombay. Yang kedua termasuk membuat perusahaan baru kami tetap blacklist cara apapun kami tetap blakclist," tegasnya.
Menurut Amran, bila tak ditindak tegas, perilaku para pengusaha tersebut bisa menyebabkan rusaknya harga bawang di tingkat petani. Karena, harga bawang dijual di tingkat petani Rp 2.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 14.000 per kg saat berada di tingkat pedagang.
"Bawang bombay harga di luar Rp 2.000 di sini Rp 14.000. Jadi ini kami imbau tolong tetap untung kami ingin bersahabat dengan pengusaha tapi jangan ambil untung sebesar-besarnya bisa dibayangkan kalau 700% bisa kan kita turunkan jadi 50% kita maklum," jelasnya.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Kementan Yasid Taufik menjelaskan total bawang bombay yang masuk ke Indonesia sebanyak 3.600 ton atau mencapai 160 juta kg per tahun.
"3.600 ton. Walaupun average per tahun, impor bombay 160 ribu ton, artinya 160 juta kg. Ini kan cukup besar," terangnya.
Sementara itu, inisial lima perusahaan tersebut adalah PT TAU, PT SMA, PT KAS, PT FMP, dan PT JS.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat potensi kerugian petani mencapai Rp 5,8 triliun dari lima perusahaan yang menjual bawang merah palsu yakni bawang bombay yang dijual sebagai bawang merah.
Amran menjelaskan importir tersebut dapat meraup keuntungan hingga Rp 1,24 triliun. Angka tersebut pun meningkat hingga 50% atau setara dengan Rp 455 miliar bila dijual di tingkat pasar.
"Keuntungan yang diraup importir bawang bombay mencapai Rp 1,24 triliun dan apabila 50% bawang bombay merah mini penetrasi ke pasar bawang merah lokal ada tambahan keuntungan lagi sebesar Rp 455 miliar sedangkan potensi dirugikan bagi petani bawang merah lokal bisa mencapai Rp 5,8 trillun," ungkapnya.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Kementan Yasid Taufik menjelaskan kerugian negara mencapai Rp 1,6 triliun. Kerugian tersebut berasal dari tarif bea masuk.
Sebab, tarif bea masuk bawang merah ditetapkan sebesar 20%. Sedangkan bawang bombay 5%.
"Impor bombay sampai Indonesia bisa Rp 2.000 per kilogram (kg). kalau dijual di pasaran itu Rp 6.000, kemudian dikerek menjadi bawang merah menjadi Rp 17.000 sampai Rp 20.000, kan minimal 10 ribu kali itu 160 juta kg, ya Rp 1,6 triliun kerugian negara tentunya kaitannya dengan bea masuk," terangnya.
"Kan harusnya kalau di-branding sebagai bawang merah, tarif masuknya 20% tetapi dia membayar 5% karena masuknya sebagai onion (bawang bombay) bukan shallot (bawang merah tetapi dijualnya shallot bukan onion," tutupnya.
Yasid mengatakan bawang tersebut berukuran kecil, yakni di bawah 5 centimeter (cm).
"Ya sebagian besar berukuran kecil ini adalah India," jelasnya di Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (22/6/2018).
Lebih lanjut, ia mengaku telah bertemu dengan perusahaan eksportir asal India untuk tidak mengekspor kembali ke Indonesia. Bila tidak, pihaknya akan melakukan tindakan tegas.
"Kemarin perusahaannya sudah ke kita, dan kita peringatkan kalau terus dilakukan seperti itu, artinya eksportir dari India yang yang mengekspor bawang dengan ukuran kecil, maka kita akan teruskan untuk selalu menyita bombay yang masuk ke kita," terangnya.
Sebagai informasi, bawang bombay yang boleh masuk ke Indonesia adalah bawang dengan ukuran di atas 5 cm.
Tak hanya dilarang jualan bawang merah dan bawang bombay, para pelaku usaha yang terlibat pun dilarang melakukan bisnis bawang lagi meskipun mereka mendirikan perusahaan baru dengan nama baru.
"Yang kedua termasuk membuat perusahaan baru kami tetap blacklist cara apapun kami tetap blakclist," jelas Amran.
Lebih lanjut, Amran memaparkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 105 tahun 2017 Indonesia tidak lagi mengimpor bawang bombay dengan ukuran di bawah 5 centimeter (cm).
Pasalnya, bawang bombay ukuran di bawah 5 cm tersebut bentuknya menyerupai bawah merah lokal. Sehingga berisiko dipalsukan.
"Sesuai Kepmentan 105/2017 telah menutup impor bawang bombay berukuran diameter kurang dari 5 cm karena secara morfologis bentuknya menyerupai bawang merah lokal sehingga berpotensi mengelabui konsumen dan merugikan petani lokal", tegas dia.
"Karena begitu masuk pasar. bawang bombay mini ini dijual sebagai bawang merah dengan harga jauh lebih murah. Akibatnya harga bawang merah lokal anjlok drastis", tutupnya.
Harga bawang merah lokal kerap kali fluktuatif. Pada H-2 lebaran, bahkan ada daerah yang harga bawang merahnya tembus Rp 45.000/kg. Kondisi ini sering dimanfaatkan pedagang yang tak bertanggung jawab untuk mencari untung berlebihan.
Cara yang dilakukan tak sebatas menimbun barang. Bahkan ada oknum pedagang hingga importir yang nekat menjual bawang merah palsu dengan bawang bombay merah impor India yang bentuknya mirip bawang merah.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan menjelaskan ada oknum importir yang memiliki izin impor bawang Bombay malah mengirimkan bawang Bombay merah berukuran di bawah standar untuk dijual di dalam negeri.
Bukan tanpa tujuan, para importir tersebut, ingin mengambil untung dari tingginya harga bawang merah sekaligus memangkas biaya pengadaan barang lewat bea masuk yang lebih rendah.
Maklum saja, untuk mengimpor bawang bombay, pemerintah hanya menetapkan bea masuk sebesar 5%. Sementara untuk impor bawang merah, tarif bea masuknya mencapai 20%.
Para pedagang juga memanfaatkan celah aturan di mana RI masih membolehkan impor bawang bombay yang produksi dalam negerinya belum ada. Akal-akalan oknum importir bawang itu kata Oke, masuk kategori pelanggaran izin impor atau ilegal.
"Bawang bombay di sini kan produksinya nggak ada, minim sekali jadi kebutuhannya memang dipasok dari impor yang sekarang masalahnya itu adalah ada peraturan menteri perdagangan kalau bawang bombay itu aturanny yang boleh masuk ke kita itu yang ukurannya di atas 5 cm," kata dia di Kantor Kementerian Perdagangan, Jumat (22/6/2018).
Ia mengatakan, pelanggaran yang dilakukan oleh importir ini adalah tidak dilakukannya skema sortir ukuran. Karena bawang bombay di bawah 5 cm dilarang masuk ke Indonesia.
Oke menjelaskan, jika bawang bombay merah impor yang bentuknya sangat mirip dengan bawang merah lokal masuk ke RI, ditakutkan para petani di dalam negeri akan rugi. Karena, bawang bombay itu rentan dipalsukan sebagai bawang merah saat dijual di pasaran.
"Kalau yang di bawah 5 cm ada pengalihan menjadi dijual sebagai bawang merah, kalau yang di bawah 5 sentimeter itu dijual sebagai bawang merah itu akan mengganggu petani bawang merah kita. Bawang bombay merah yang tidak disortir jadi yang kecil kecil itu masuk, na bawang bombay kecil itu dijual sebagai bawang merah itu nggak boleh, ukurannya 2 cm. Jadi oleh mereka dijual sebagai bawang merah apalagi bawang merah sekarang harganya lagi tinggi," kata Oke.
Kementerian Pertanian (Kementan) memberi tips agar masyarakat dapat membedakan bawang merah palsu yang ternyata adalah bawang bombay.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Suwandi mengimbau agar masyarakat berhati-hati sebelum membeli bawang merah. Bahkan, bila menemukan masyarakat diminta untuk melaporkan ke pihak berwajib.
"Konsumen hati-hati beli produk. Jangan ketipu, terus kalau ketahuan ada yang jual bawang bombay mini jadi bawang merah itu dilaporin saja," katanya di Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (22/6/2018).
Ia memaparkan, ciri-ciri bawang merah 'palsu' tersebut tidak memiliki siung. Hal tersebut berbeda dengan bawang merah yang asli.
"Itu ada ciri-cirinya, bombay mini itu nggak ada siungnya, jadi satu bulatan isinya lapis-lapis saja gitu, kalau bawang merah itu ada siungnya, ada dua, ada tiga," terangnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan rasa dari bawang merah 'palsu' pun berbeda dengan bawang merah asli.
"Terus rasanya juga beda. Ruginya ya bawang bombay itu dijual jadi bawang merah, padahal harga bawang bombay lebih murah dari itu harusnya," tutupnya.