Truk obesitas yang ditemukan banyak melintas di jalan tol berdampak pada bengkaknya biaya pemeliharaan infrastruktur yang mencapai Rp 43 triliun.
Masalahnya, truk-truk bermuatan besar ini tidak seharusnya membawa bobot berlebihan sehingga membuat jalanan di tol menjadi rusak. Akibatnya pengelola dan juga pemerintah perlu memperbaiki kerusakan tersebut setiap tahun, padahal jika jalur tol dilintasi oleh kendaraan kendaraan dengan bobot yang sesuai, biaya pemeliharaan akan jauh lebih murah karena jalan tidak banyak yang rusak.
Untuk memecahkan permasalahan tersebut Kementerian Perhubungan memanggil para pengusaha logistik dan instansi terkait untuk menandatangani perjanjian agar kendaraan yang mereka bawa di jalan tol, tidak lagi kelebihan muatan.
Perjanjian larangan truk obesitas dan over dimensi dilakukan di Kantor Kementerian Perhubungan, Selasa (3/7/2018) dengan beberapa lembaga terkait seperti Kepolisian, Kementerian PUPR, Kejaksaan Agung, Kementerian Perhubungan, Mahkamah Agung
Ada pula lembaga non pemerintah seperti Gabungan Kontraktor Indonesia (Gaikindo), Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Organisasi Angkutan Darat (Organda), Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo), Asosiasi Pupuk, Asosiasi Baja, dan Asosiasi Semen.
Langkah ini dilakukan karena biaya perbaikan jalan tol ternyata lebih besar dibandingkan membuat jalur tol baru. Berikut berita selengkapnya :
Untuk menertibkan truk obesitas dan over dimensi agar tidak melintas di jalan tol, Kementerian Perhubungan memanggil para pengusaha logistik. Hal ini dilakukan demi perawatan jalan tol agar tidak mudah rusak karena kerap dilintasi beban terlalu berat.
Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Pitra Setiawan menjelaskan, saat ini sudah banyak aturan yang melarang mengenai truk obesitas namun belum banyak yang tau soal over dimensi.
Ia menjelaskan over dimensi merupakan truk modifikasi yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Contohnya dengan mengelas bagian belakang truk agar lebih panjang dan bisa memuat lebih banyak barang.
"Obesitas dan over dimensi ini kita larang. Kalau over dimensi contohnya seperti truk-truk pengangkut motor itu nggak aman," kata dia kepada detikFinance di gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).
Larangan Ini dilakukan agar tidak ada lagi yang memberikan ruang lebih pada truk-truk besar.
Sebelumnya, untuk memantau truk-truk obesitas Kemenhub juga sudah mengoperasikan lebih banyak jembatan timbang untuk memitigasi keberadaan truk-truk yang kelebihan muatan di jalan.
Saat ini pengoperasian jembatan timbang menerapkan sistem e-Tilang untuk setiap truk yang terbukti membawa muatan lebih dan harus menurunkan barang muatannya jika ingin terus melanjutkan perjalanan.
Kemenhub tidak lagi melakukan denda karena dianggap tidak efektif karena hanya berupa hukuman pengemudi harus membayar Rp 500.000.
Setiap tahun negara mengalami kerugian Rp 43 triliun untuk memperbaiki jalanan yang rusak akibat truk obesitas. Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Budi Setiyadi menjelaskan setiap tahun pemerintah perlu mengeluarkan anggaran besar untuk memoles kembali jalan tol yang rusak akibat sering dilalui oleh truk kelebihan muatan.
"Setiap tahun negara rugi Rp 43 triliun akibat truk obesitas, kita usahakan permasalahan tersebut akan bisa terselesaikan tahun 2018," kata dia saat peresmian aturan angkutan barang over dimensi dan obesitas di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).
Ia juga berharap ke depan di setiap pintu tol tersedia jembatan timbang agar truk-truk obesitas tidak bisa lewat jalur tol
"Kita harapkan semua jalan tol, dan ini terdekat kita harapkan masih Japek (Jakarta-Cikampek)," kata dia.
Tidak hanya negara yang mengalami kerugian, pengelola jalan tol juga mengalami kerugian akibat truk obesitas. Hal ini membuat kerusakan di jalan tol lebih parah dibandingkan seharusnya.
"Karena pihak pengelola jalan tol juga merasa rugi karena rusaknya itu lebih parah dibandingkan dengan mobil biasa, malah kalau truk nggak masuk itu jauh lebih senang. Karena kan kalau nggak ada truk itu kan bisa 3-4 mobil," ujar dia.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan permasalahan mengenai dampak dari truk obesitas dan overdimensi tidak hanya kerusakan inftrastruktur jaalan, namun juga menyebabkan lalu lintas tol menjadi lambat.
Ia mencontohkan jalur Jakarta-Bandung normalnya bisa diakses dengan kecepatan 60-70 km/jam. Namun karena banyak truk besar yang melintas, pengemudi lainnya harus menyesuaikan kecepatan dengan truk besar.
"Belum lagi kita bicara soal kecepatan mengapa Jakarta-Bandung begitu lambat, rata-rata kecepatan sebenarnya bisa 60-70 km/jam. Tapi karena ada truk overload akibatnya hanya bisa 40 km/jam, perjalanannya jadi empat sampai lima jam, ini yang harus diperbaiki," kata dia, Gedung Kementerian Perhubungan, Selasa (3/7/2018).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi resmi memanggil beberapa pihak untuk menandatangani perjanjian larangan truk obesitas dan over dimensi. Hal ini dilakukan agar tidak ada lagi truk obesitas dan over dimensi yang melintas di jalan.
Ia menjelaskan pihaknya sudah melakukan tes kepada truk bermuatan besar dan ditemukan 90% mengalami obesitas dan over dimensi atau dimodifikasi yang seharusnya tidak diperbolehkan.
"Jadi saya melakukan tes ternyata 90% kendaraan besar itu melampaui dimensi maupun berat," kata dia di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengeluh soal kerugian negara yang mencapai Rp 43 triliun akibat dari banyaknya truk obesitas yang melintas di jalan tol. Tidak hanya itu ia juga mengungkapkan biaya untuk membangun jalan tol baru bahkan lebih murah jika dibandingkan harus memperbaiki jalan yang ada.
"Kalau kita bicara soal angka ini angka yang mengerikan kerugian negara bisa mencapai Rp 43 triliun setahun. Sementara untuk membuat jalur tol baru hanya membutuhkan dana Rp 26 triliun. Anggaran perbaikan itu begitu besar," kata dia di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).
Ia menjelaskan, biaya perbaikan itu begitu besar maka dari itu pihaknya berusaha mengelola fasilitas infrastruktur yang ada agar tidak mudah rusak. Seperti mengeluarkan aturan mengenai larangan truk obesitas dan over dimensi untuk masuk ke jalan tol.